Harga Kebutuhan Pokok Tinggi, Said Abdullah: Pangan Bukan Komoditas Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masih tingginya beberapa harga bahan kebutuhan pokok harus menjadi perhatian pemerintahan, seperti bahan pangan yang di topang dari suplai impor.
Selain harganya masih tinggi, untuk mendapatkannya juga tidak mudah, karena harus berebut dengan negara lain yang juga impor.
"Harga beras di pasar internasional masih tinggi, meskipun ada tren turun dibanding Februari lalu dari USD19 ke USD17,8 per kuintal, namun harga ini rata-rata juga masih tinggi dibanding 2022 dan 2023," ujar Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, Minggu (17/3/2024).
Begitu juga dengan gula, harga gula di pasar internasional masih USD22 per pound, lebih tinggi rata-rata dibanding tahun lalu yang di kisaran USD18-22 per pound. Di sisi lain, beberapa bahan pangan lainnya seperti jagung, kedelai, gandum, dan daging di pasar internasional menunjukkan tren penurunan.
"Inilah kesempatan pemerintah untuk mengamankan pasokan dalam negeri. Seperti kita ketahui, setiap momentum Ramadan dan perayaan Idulfitri, permintaan terhadap bahan pangan pokok akan meningkat. Saya kira pemerintah juga sudah tahu akan tren permintaan tinggi momen seperti ini," ujarnya.
Pokitikus PDIP ini menyebut, tak ada jalan lain bagi pemerintah untuk memastikan ketersediaan bahan pangan aman, kalau jangka pendek tidak bisa dipenuhi di dalam negeri, tentu tak ada pilihan selain impor.
"Skema impornya juga harus diubah dari skema kuota menjadi tarif untuk menjaga kegiatan impor menjadi perburuan rente," katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus menggelar operasi pasar berskala besar. Sebab setiap kenaikan harga pangan rakyat, ada sensitivitas terhadap daya belinya. Jika daya beli rakyat turun, skala besarnya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, sebab lebih dari 50% ekonomi nasional di topang dari konsumsi rumah tangga.
"Untuk rumah tangga miskin dan sangat miskin, pemerintah perlu memastikan seluruh program bansos terjangkau oleh mereka. Sebab kenaikan harga kebutuhan pokok akan semakin menyulitkan kondisi perekonomian mereka. Program bansos kita harapkan menjadi peredam dari tekanan ekonomi yang mereka hadapi," paparnya.
Jangka panjang urusan pangan pokok jangan hanya jadi slogan. Pemerintah telah membentuk berbagai lembaga dan badan yang mengurusi pangan, namun kepatuhan terhadap peta jalan untuk mencapai kemandirian pangan tidak serius dijalankan.
"Lebih menyedihkan urusan pangan dijadikan komoditas politik pemilu, orang miskin jadi aset elektoral. Ke depan hal seperti ini tidak boleh terulang. Bangsa kita tidak bisa beranjak maju kalau urusan pangan masih tidak tuntas," ucapnya.
Selain harganya masih tinggi, untuk mendapatkannya juga tidak mudah, karena harus berebut dengan negara lain yang juga impor.
"Harga beras di pasar internasional masih tinggi, meskipun ada tren turun dibanding Februari lalu dari USD19 ke USD17,8 per kuintal, namun harga ini rata-rata juga masih tinggi dibanding 2022 dan 2023," ujar Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, Minggu (17/3/2024).
Begitu juga dengan gula, harga gula di pasar internasional masih USD22 per pound, lebih tinggi rata-rata dibanding tahun lalu yang di kisaran USD18-22 per pound. Di sisi lain, beberapa bahan pangan lainnya seperti jagung, kedelai, gandum, dan daging di pasar internasional menunjukkan tren penurunan.
"Inilah kesempatan pemerintah untuk mengamankan pasokan dalam negeri. Seperti kita ketahui, setiap momentum Ramadan dan perayaan Idulfitri, permintaan terhadap bahan pangan pokok akan meningkat. Saya kira pemerintah juga sudah tahu akan tren permintaan tinggi momen seperti ini," ujarnya.
Pokitikus PDIP ini menyebut, tak ada jalan lain bagi pemerintah untuk memastikan ketersediaan bahan pangan aman, kalau jangka pendek tidak bisa dipenuhi di dalam negeri, tentu tak ada pilihan selain impor.
"Skema impornya juga harus diubah dari skema kuota menjadi tarif untuk menjaga kegiatan impor menjadi perburuan rente," katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus menggelar operasi pasar berskala besar. Sebab setiap kenaikan harga pangan rakyat, ada sensitivitas terhadap daya belinya. Jika daya beli rakyat turun, skala besarnya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, sebab lebih dari 50% ekonomi nasional di topang dari konsumsi rumah tangga.
"Untuk rumah tangga miskin dan sangat miskin, pemerintah perlu memastikan seluruh program bansos terjangkau oleh mereka. Sebab kenaikan harga kebutuhan pokok akan semakin menyulitkan kondisi perekonomian mereka. Program bansos kita harapkan menjadi peredam dari tekanan ekonomi yang mereka hadapi," paparnya.
Jangka panjang urusan pangan pokok jangan hanya jadi slogan. Pemerintah telah membentuk berbagai lembaga dan badan yang mengurusi pangan, namun kepatuhan terhadap peta jalan untuk mencapai kemandirian pangan tidak serius dijalankan.
"Lebih menyedihkan urusan pangan dijadikan komoditas politik pemilu, orang miskin jadi aset elektoral. Ke depan hal seperti ini tidak boleh terulang. Bangsa kita tidak bisa beranjak maju kalau urusan pangan masih tidak tuntas," ucapnya.
(maf)