Apa yang Diharapkan Indonesia Bergabung dengan OECD?
loading...
A
A
A
SELANGKAH lagi Indonesia resmi menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development(OECD) atau Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi. Peluang ini diraih setelah Dewan OECD membuka diskusi aksesi dengan Indonesia sejak 20 Februari 2024.
baca juga: Mengenal OECD, Indonesia Ngebet Ingin Jadi Anggotanya
Langkah berikutnya yang masih harus ditempuh adalah menyusun Peta Jalan Aksesi yang dimulai dengan pemetaan gap kebijakan Indonesia dengan standar OECD. Rencananya, Peta Jalan Aksesi akan diluncurkan pada Pertemuan Tingkat Menteri OECD di bulan Mei 2024 mendatang, untuk selanjutnya dilakukan proses penyelerasan kebijakan dan standar regulasi.
Keseluruhan proses yang dibutuhkan hingga resmi menjadi anggota OECD diperkirakan memakan waktu 2 hingga 3 tahun ke depan. Perkiraan ini berkaca pada pengalaman Chile, Estonia, Slovenia, Latvia, Lithuania. Kepastian Indonesia melangkah menjadi anggota OECD disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Dinner Reception In Conjunction With Indonesia’s Accession to The OECD With OECD Heads of Mission in Jakarta, Rabu (28/02).
Acara tersebut melibatkan 33 perwakilan negara anggota OECD. Dalam momen tersebut mereka menyampaikan dukungan proses diskusi aksesi bagi Indonesia. Mereka optimistis Indonesia mampu menjadi keanggotaan penuh OECD dan meyakini proses aksesi Indonesia akan berdampak positif bagi kedua belah pihak.
“Saya mengucapkan selamat untuk Indonesia, untuk permulaan pembukaan proses diskusi aksesi ini, dan ini luar biasa karena menjadi rekor keputusan diskusi aksesi yang relatif cepat, dalam 7 bulan saja,” ungkap United Kingdom Ambassadors to Indonesia Dominic Jermey.
Dari pihak OECD sejauh ini telah memberikan dukungannya terhadap keinginan Indonesia menjadi anggota penuh OECD. Dukungan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann saat berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu. Rencananya, keinginan Indonesia menjadi anggota penuh OECD akan dibahas dalam pertemuan Dewan OECD September mendatang. Jika mendapatkan persetujuan, proses teknis menjadi anggota OECD akan dimulai.
Peluang Indonesia bergabung dengan OECD terbuka karena merupakan negara ekonomi terbesar di kawasan dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Data teranyar menyebutkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17% di Kuartal II-2023 atau 5,11% di sepanjang Semester I-2023. Neraca perdagangan melanjutkan tren positif selama 38 bulan berturut-turut, surplus USD 7,82 miliar pada Triwulan II 2023.
Selain variabel perekonomian, Indonesia juga memiliki modalitas sebagai negara demokratis, mitra strategis bagi OECD dan negara anggota OECD, hingga peran kepemimpinan global. Indonesia merupakan negara pertama di ASEAN yang diundang untuk membuka diskusi aksesi OECD.
Di level Asia, Indonesia berpotensi menjadi negara ke-3 setelah Jepang dan Korea. Sebelumnya, Indonesia telah menjadiKey PartnerOECD sejak 2007, dan telah memilikiFramework Cooperation AgreementdanJoint Work Programme,yang disusun berdasarkan prioritas nasional dan kepentingan strategis Pemerintah Indonesia.
baca juga: Apa Saja Keuntungan Indonesia Jika Bergabung dengan OECD?
Keputusan pemerintah untuk bergabung menjadi anggota organisasi dengan 38 negara anggota yang mencerminkan sekitar 60% nilai produc domestic bruto (PDB) dan perdagangan global sebenarnya terbilang mengejutkan. Betapa tidak, sebelumnya pemberitaan tentang adanya rencana bergabung dalam OECD relatif tidak terdengar. Malahan yang nyaring justru wacana menjadi anggota BRICS. Kabar tersebut bergulir usai pertemuan di Cape Town, Afrika Selatan, pada Kamis 1 Juni 2023.
OECD dan Peran
OECD merupakan sebuahorganisasi internasional dengan 30 negara anggota yang menerima prinsipdemokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Organisasi yang dibentuk pasca 1948 awalnya hanya beranggotakan negara-negara Eropa, dengan nama Kerja Sama Ekonomi Eropa (OEEC-Organisation for European Economic Co-operation).
Organisasi yang dipimpin Robert Marjolin dari Prancis diarahkan untuk membantu menjalankanMarshall Plan yang dibuat untuk rekonstruksi negara-negara di Benua Biru tersebut setelah kehancuran perekonomian akibat Perang Dunia II. Pada perjalanannya, keanggotaan merambah negara-negara non-Eropa. Dan pada 1961, organisasi berganti menjadi OECD.
OECD selanjutnya menjadi forum antar-pemerintah negara anggota untuk membandingkan dan mempertukarkan berbagai pengalaman kebijakan, mengindentifikasi praktik terbaik merespons dinamika tantangan, mempromosikan berbagai keputusan, dan merekomendasikan pembuatan kebijakan lebih baik.
Kerangka kerja sama OECD mencakup wilayah yang sangat luas, yakni mulai dari perekonomian, pemerintahan, pembangunan, keuangan, sosial kemasyarakatan, lingkungan hidup dan lainnya. Misi yang dibawa adalah mewujudkan perekonomian global yang kuat, bersih, dan berkeadilan (a stronger, cleaner, fairer world economy).
Yang menarik, dengan keanggotaan 38 negara, OECD mencerminkan sekitar 60% nilai PDB dan perdagangan global.Beberapa anggota OECD merupakan negara yang masuk G-20, yang merefleksikan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Negara-negara dimaksud antara lain Amerika, Inggris, Italia,Jerman, Prancis, Jepang, Turki, Meksikom dan Korea Selatan. Sebagian besar anggota Uni Eropa bergabung dalam organisasi ini.
Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (2015) dalam laporannya memaparkan, dalam implementasinya OECD membantu para pengambil kebijakan untuk mengatasi berbagai isu dan permasalahan global terbaru, dan mencoba mengidentifikasi solusi kebijakan yang dapat diterapkan untuk dapat memperoleh manfaat yang optimal dari globalisasi, sambil menjawab berbagai tantangan dan menyelesaikan persoalan ekonomi, sosial, dan tata kelola yang baik (good governance).
baca juga: OJK dan OECD Luncurkan Kajian Pemanfaatan Teknologi Asuransi
Dengan kapasitasnya sebagai global standard-setter di berbagai bidang, OECD telah menghasilkan berbagai analisis, laporan, dan rekomendasi yang telah menjadi referensi utama, panduan, serta benchmark yang tidak saja dimanfaatkan negara-negara anggota, tetapi juga oleh negara bukan anggota serta berbagai lembaga dunia. Dengan kualitas analisis yang diakui dan dengan dukungan data yang lengkap, OECD telah memberikan kontribusi dan peran penting dalam menangani berbagai tantangan ekonomi dan pembangunan.
Hubungan kerja sama antara OECD dengan Indonesia mulai berkembang sejak tahun 2007 yang dimulai dengan partisipasi Indonesia pada berbagai pertemuan OECD dan dilakukannya berbagai review dan assessment terhadap berbagai kebijakan Pemerintah Republik Indonesia.
Indonesia saat ini menjadi anggota Development Centre (DC) OECD. DC didirikan untuk membantu para pengambil keputusan mendapatkan solusi kebijakan sehingga pada akhirnya merangsang pertumbuhan serta memperbaiki standar hidup di negara berkembang dan perekonomian-perekonomian yang sedang tumbuh.
Kerja sama antara Indonesia dan OECD telah mengalami banyak peningkatan dari tahun ke tahun, yang ditandai dengan penandatanganan Framework Cooperation Agreement pada tanggal 27 September 2012 dan diikuti penandatanganan pendirian kantor perwakilan OECD di Indonesia pada 5 September 2013.
baca juga: Menko Airlangga: OECD Mengakui Peran Indonesia Sebagai Pemain Global
Hingga saat ini, OECD juga aktif dalam melakukan review terhadap kebijakan publik di Indonesia. Review dimaksud antara lain berupa OECD Economic Survey, Regulatory Reform Review, Agriculture Review, Education Review, Investment Policy Review, dan dalam waktu dekat direncanakan OECD akan melakukan Government Spending Review.
Kerja sama Indonesia – OECD memiliki beberapa payung hukum, antara lain Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882).
Lalu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012), Keppres no 1 Tahun 2012 tentang Penetapan Keanggotaan Indonesia pada Development Center OECD, dan Framework Cooperation Agreement between Indonesia and OECD (ditandatangani pada tanggal 27 September 2012).
Akselerasi Target 2045
“Kerja sama OECD yang lebih erat akan mewujudkan banyak ambisi kami dengan terbukanya perdagangan dan investasi, terutama terhadap teknologi dan inovasi, serta membuka akses pasar bagi ekspor,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, di Langham Hotel, Jakarta, Rabu (28/02/2024).
baca juga: Daftar Negara Anggota OECD, Ada Israel hingga Indonesia
Harapan besar Indonesia dengan bergabung dalam OECD sebenarnya wajar mengingatkan peran strategis yang bisa dimainkan. Dengan referensi kebijakan dan standar luas di berbagai sektor yang dimiliki OECD, proses aksesi Indonesia diharapkan mampu mendukung reformasi struktural yang berkelanjutan di Indonesia, serta mendukung penyempurnaan kebijakan dan regulasi sesuai referensi yang unggul.
Selanjutnya, penyesuaian standar dan kebijakan juga akan berpengaruh pada peningkatan tingkat kepercayaan global, peningkatan perdagangan dan investasi, terutama terhadap kolaborasi teknologi dan inovasi, membuka akses pasar bagi ekspor dalam negeri, meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan, lapangan kerja dan infrastruktur.
Kerja sama internasional, terutama dengan OECD, bisa menjadi salah satu sektor yang memainkan peranan penting dalam memberikan peta jalan yang komprehensif guna mendorong terwujudnya transisi dan transformasi ekonomi menuju Visi Indonesia Emas 2045. Sebagai upaya jangka menengah, Indonesia saat ini berfokus pada peningkatan produktivitas dan daya saing internasional untuk mendorong kualitas pertumbuhan ekonomi nasional ke depan agar mampu keluar darimiddle-income trap seperti yang dilakukan Korea Selatan.
Saat ini Indonesia masuk dalamcritical part, periode krisis masuk dalam negara dari USD5.000 di akhirtahun depan, untuk mencapai negara pendapatan di atas USD10.000. Untuk ke luar dari jebakan pendapatan kelas menengah, ekonomi perlu tumbuh minimal 6-7% hingga 20 tahun mendatang. Karena itu, fokus jangka menengah Indonesia adalah meningkatkan produktivitas dan daya saing internasional agar memiliki PDB yang lebih tinggi.
‘’Waktu kita tidak banyak. Diperkirakan 10 tahun dan untuk 10 tahun itu bersamaan dengan adanya bonus demografi. Dan bersamaan dengan itu fungsi dari pada investasi danmultilateral trademenjadi penting. Artinya kita membuka akses terhadap pasar di 38 negara OECD dan juga kita menggunakanbest practicestandar yang sama,” ungkap Menko Airlangga.
Disebutkan, keanggotaan Indonesia pada OECD akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Bagi Indonesia, diperlukan untuk meningkatkan kecepatan dan skala transformasi ekonomi untuk mencapai tujuan strategis nasional. Indonesia juga memerlukan sarana dan pendekatan baru untuk memandu para pembuat kebijakan untuk bergerak maju, terutama dengan menyelaraskan diri dengan tolok ukur internasional.
Institusi dan pembuat kebijakan di Indonesia akan mendapatkan manfaat dari proses keanggotaan OECD -dalam hal memperkuat penyusunan kebijakan berbasis bukti dan analisis, khususnya pada reformasi lingkungan, sosial dan tata kelola. Selain itu kebijakan nasional Indonesia akan mampu beradaptasi dengan perubahan struktural yang ada, seperti dekarbonisasi, digitalisasi, teknologi, dan masalah demografi.
baca juga: Indonesia Resmi Jadi Anggota OECD, Negara Pertama di ASEAN
Sebaliknya bagi OECD, bergabungnya Indonesia akan memberikan jangkauan global yang lebih luas, khususnya pada kawasan Asia Tenggara. Dengan proyeksi sebagai lima besar perekonomian dunia pada 2045, Indonesia merupakan mitra strategis dalam memperkuat standar dan praktik terbaik OECD. Kemitraan dengan Indonesia juga untuk memastikan bahwa no one should be left behind, sejalan dengan misi kunjungan Presiden Joko Widodo ke Afrika minggu ini guna menjalin kemitraan dan peluang kerja sama.
Kepala Center of Macroeconomics and Finance INDEF Rizal Taufikurahman dan Direktur Riset INDEF Berly Martawardaya dalam diskusi publik ‘’Untuk Rugi Indonesia Masuk OECD’’, Selasa (15/8/2023) mengatakan bahwa menjadi anggota OECD merupakan kebanggaan suatu negara. Betapa tidak, dengan diakui sebagai anggota OECD artinya negara bersangkutan diakui sebagai negara maju, baik dari sisi kebijakan maupun perekonomian.
“Stabilitas ekonomi dan keuangan sangat penting bagi anggota OECD. Makanya, negara OECD harus memastikan pertumbuhan ekonominya tinggi, inflasinya terkendali, kinerja anggarannya seimbang, serta sistem keuangan, dan mata uangnya stabil,” ujar Rizal Taufikurahman. (*)
Lihat Juga: Menko Airlangga: Gencarkan Orkestrasi Program Inklusi Keuangan Menuju Target 98 Persen di 2045
baca juga: Mengenal OECD, Indonesia Ngebet Ingin Jadi Anggotanya
Langkah berikutnya yang masih harus ditempuh adalah menyusun Peta Jalan Aksesi yang dimulai dengan pemetaan gap kebijakan Indonesia dengan standar OECD. Rencananya, Peta Jalan Aksesi akan diluncurkan pada Pertemuan Tingkat Menteri OECD di bulan Mei 2024 mendatang, untuk selanjutnya dilakukan proses penyelerasan kebijakan dan standar regulasi.
Keseluruhan proses yang dibutuhkan hingga resmi menjadi anggota OECD diperkirakan memakan waktu 2 hingga 3 tahun ke depan. Perkiraan ini berkaca pada pengalaman Chile, Estonia, Slovenia, Latvia, Lithuania. Kepastian Indonesia melangkah menjadi anggota OECD disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Dinner Reception In Conjunction With Indonesia’s Accession to The OECD With OECD Heads of Mission in Jakarta, Rabu (28/02).
Acara tersebut melibatkan 33 perwakilan negara anggota OECD. Dalam momen tersebut mereka menyampaikan dukungan proses diskusi aksesi bagi Indonesia. Mereka optimistis Indonesia mampu menjadi keanggotaan penuh OECD dan meyakini proses aksesi Indonesia akan berdampak positif bagi kedua belah pihak.
“Saya mengucapkan selamat untuk Indonesia, untuk permulaan pembukaan proses diskusi aksesi ini, dan ini luar biasa karena menjadi rekor keputusan diskusi aksesi yang relatif cepat, dalam 7 bulan saja,” ungkap United Kingdom Ambassadors to Indonesia Dominic Jermey.
Dari pihak OECD sejauh ini telah memberikan dukungannya terhadap keinginan Indonesia menjadi anggota penuh OECD. Dukungan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann saat berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu. Rencananya, keinginan Indonesia menjadi anggota penuh OECD akan dibahas dalam pertemuan Dewan OECD September mendatang. Jika mendapatkan persetujuan, proses teknis menjadi anggota OECD akan dimulai.
Peluang Indonesia bergabung dengan OECD terbuka karena merupakan negara ekonomi terbesar di kawasan dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Data teranyar menyebutkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17% di Kuartal II-2023 atau 5,11% di sepanjang Semester I-2023. Neraca perdagangan melanjutkan tren positif selama 38 bulan berturut-turut, surplus USD 7,82 miliar pada Triwulan II 2023.
Selain variabel perekonomian, Indonesia juga memiliki modalitas sebagai negara demokratis, mitra strategis bagi OECD dan negara anggota OECD, hingga peran kepemimpinan global. Indonesia merupakan negara pertama di ASEAN yang diundang untuk membuka diskusi aksesi OECD.
Di level Asia, Indonesia berpotensi menjadi negara ke-3 setelah Jepang dan Korea. Sebelumnya, Indonesia telah menjadiKey PartnerOECD sejak 2007, dan telah memilikiFramework Cooperation AgreementdanJoint Work Programme,yang disusun berdasarkan prioritas nasional dan kepentingan strategis Pemerintah Indonesia.
baca juga: Apa Saja Keuntungan Indonesia Jika Bergabung dengan OECD?
Keputusan pemerintah untuk bergabung menjadi anggota organisasi dengan 38 negara anggota yang mencerminkan sekitar 60% nilai produc domestic bruto (PDB) dan perdagangan global sebenarnya terbilang mengejutkan. Betapa tidak, sebelumnya pemberitaan tentang adanya rencana bergabung dalam OECD relatif tidak terdengar. Malahan yang nyaring justru wacana menjadi anggota BRICS. Kabar tersebut bergulir usai pertemuan di Cape Town, Afrika Selatan, pada Kamis 1 Juni 2023.
OECD dan Peran
OECD merupakan sebuahorganisasi internasional dengan 30 negara anggota yang menerima prinsipdemokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Organisasi yang dibentuk pasca 1948 awalnya hanya beranggotakan negara-negara Eropa, dengan nama Kerja Sama Ekonomi Eropa (OEEC-Organisation for European Economic Co-operation).
Organisasi yang dipimpin Robert Marjolin dari Prancis diarahkan untuk membantu menjalankanMarshall Plan yang dibuat untuk rekonstruksi negara-negara di Benua Biru tersebut setelah kehancuran perekonomian akibat Perang Dunia II. Pada perjalanannya, keanggotaan merambah negara-negara non-Eropa. Dan pada 1961, organisasi berganti menjadi OECD.
OECD selanjutnya menjadi forum antar-pemerintah negara anggota untuk membandingkan dan mempertukarkan berbagai pengalaman kebijakan, mengindentifikasi praktik terbaik merespons dinamika tantangan, mempromosikan berbagai keputusan, dan merekomendasikan pembuatan kebijakan lebih baik.
Kerangka kerja sama OECD mencakup wilayah yang sangat luas, yakni mulai dari perekonomian, pemerintahan, pembangunan, keuangan, sosial kemasyarakatan, lingkungan hidup dan lainnya. Misi yang dibawa adalah mewujudkan perekonomian global yang kuat, bersih, dan berkeadilan (a stronger, cleaner, fairer world economy).
Yang menarik, dengan keanggotaan 38 negara, OECD mencerminkan sekitar 60% nilai PDB dan perdagangan global.Beberapa anggota OECD merupakan negara yang masuk G-20, yang merefleksikan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Negara-negara dimaksud antara lain Amerika, Inggris, Italia,Jerman, Prancis, Jepang, Turki, Meksikom dan Korea Selatan. Sebagian besar anggota Uni Eropa bergabung dalam organisasi ini.
Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (2015) dalam laporannya memaparkan, dalam implementasinya OECD membantu para pengambil kebijakan untuk mengatasi berbagai isu dan permasalahan global terbaru, dan mencoba mengidentifikasi solusi kebijakan yang dapat diterapkan untuk dapat memperoleh manfaat yang optimal dari globalisasi, sambil menjawab berbagai tantangan dan menyelesaikan persoalan ekonomi, sosial, dan tata kelola yang baik (good governance).
baca juga: OJK dan OECD Luncurkan Kajian Pemanfaatan Teknologi Asuransi
Dengan kapasitasnya sebagai global standard-setter di berbagai bidang, OECD telah menghasilkan berbagai analisis, laporan, dan rekomendasi yang telah menjadi referensi utama, panduan, serta benchmark yang tidak saja dimanfaatkan negara-negara anggota, tetapi juga oleh negara bukan anggota serta berbagai lembaga dunia. Dengan kualitas analisis yang diakui dan dengan dukungan data yang lengkap, OECD telah memberikan kontribusi dan peran penting dalam menangani berbagai tantangan ekonomi dan pembangunan.
Hubungan kerja sama antara OECD dengan Indonesia mulai berkembang sejak tahun 2007 yang dimulai dengan partisipasi Indonesia pada berbagai pertemuan OECD dan dilakukannya berbagai review dan assessment terhadap berbagai kebijakan Pemerintah Republik Indonesia.
Indonesia saat ini menjadi anggota Development Centre (DC) OECD. DC didirikan untuk membantu para pengambil keputusan mendapatkan solusi kebijakan sehingga pada akhirnya merangsang pertumbuhan serta memperbaiki standar hidup di negara berkembang dan perekonomian-perekonomian yang sedang tumbuh.
Kerja sama antara Indonesia dan OECD telah mengalami banyak peningkatan dari tahun ke tahun, yang ditandai dengan penandatanganan Framework Cooperation Agreement pada tanggal 27 September 2012 dan diikuti penandatanganan pendirian kantor perwakilan OECD di Indonesia pada 5 September 2013.
baca juga: Menko Airlangga: OECD Mengakui Peran Indonesia Sebagai Pemain Global
Hingga saat ini, OECD juga aktif dalam melakukan review terhadap kebijakan publik di Indonesia. Review dimaksud antara lain berupa OECD Economic Survey, Regulatory Reform Review, Agriculture Review, Education Review, Investment Policy Review, dan dalam waktu dekat direncanakan OECD akan melakukan Government Spending Review.
Kerja sama Indonesia – OECD memiliki beberapa payung hukum, antara lain Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882).
Lalu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012), Keppres no 1 Tahun 2012 tentang Penetapan Keanggotaan Indonesia pada Development Center OECD, dan Framework Cooperation Agreement between Indonesia and OECD (ditandatangani pada tanggal 27 September 2012).
Akselerasi Target 2045
“Kerja sama OECD yang lebih erat akan mewujudkan banyak ambisi kami dengan terbukanya perdagangan dan investasi, terutama terhadap teknologi dan inovasi, serta membuka akses pasar bagi ekspor,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, di Langham Hotel, Jakarta, Rabu (28/02/2024).
baca juga: Daftar Negara Anggota OECD, Ada Israel hingga Indonesia
Harapan besar Indonesia dengan bergabung dalam OECD sebenarnya wajar mengingatkan peran strategis yang bisa dimainkan. Dengan referensi kebijakan dan standar luas di berbagai sektor yang dimiliki OECD, proses aksesi Indonesia diharapkan mampu mendukung reformasi struktural yang berkelanjutan di Indonesia, serta mendukung penyempurnaan kebijakan dan regulasi sesuai referensi yang unggul.
Selanjutnya, penyesuaian standar dan kebijakan juga akan berpengaruh pada peningkatan tingkat kepercayaan global, peningkatan perdagangan dan investasi, terutama terhadap kolaborasi teknologi dan inovasi, membuka akses pasar bagi ekspor dalam negeri, meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan, lapangan kerja dan infrastruktur.
Kerja sama internasional, terutama dengan OECD, bisa menjadi salah satu sektor yang memainkan peranan penting dalam memberikan peta jalan yang komprehensif guna mendorong terwujudnya transisi dan transformasi ekonomi menuju Visi Indonesia Emas 2045. Sebagai upaya jangka menengah, Indonesia saat ini berfokus pada peningkatan produktivitas dan daya saing internasional untuk mendorong kualitas pertumbuhan ekonomi nasional ke depan agar mampu keluar darimiddle-income trap seperti yang dilakukan Korea Selatan.
Saat ini Indonesia masuk dalamcritical part, periode krisis masuk dalam negara dari USD5.000 di akhirtahun depan, untuk mencapai negara pendapatan di atas USD10.000. Untuk ke luar dari jebakan pendapatan kelas menengah, ekonomi perlu tumbuh minimal 6-7% hingga 20 tahun mendatang. Karena itu, fokus jangka menengah Indonesia adalah meningkatkan produktivitas dan daya saing internasional agar memiliki PDB yang lebih tinggi.
‘’Waktu kita tidak banyak. Diperkirakan 10 tahun dan untuk 10 tahun itu bersamaan dengan adanya bonus demografi. Dan bersamaan dengan itu fungsi dari pada investasi danmultilateral trademenjadi penting. Artinya kita membuka akses terhadap pasar di 38 negara OECD dan juga kita menggunakanbest practicestandar yang sama,” ungkap Menko Airlangga.
Disebutkan, keanggotaan Indonesia pada OECD akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Bagi Indonesia, diperlukan untuk meningkatkan kecepatan dan skala transformasi ekonomi untuk mencapai tujuan strategis nasional. Indonesia juga memerlukan sarana dan pendekatan baru untuk memandu para pembuat kebijakan untuk bergerak maju, terutama dengan menyelaraskan diri dengan tolok ukur internasional.
Institusi dan pembuat kebijakan di Indonesia akan mendapatkan manfaat dari proses keanggotaan OECD -dalam hal memperkuat penyusunan kebijakan berbasis bukti dan analisis, khususnya pada reformasi lingkungan, sosial dan tata kelola. Selain itu kebijakan nasional Indonesia akan mampu beradaptasi dengan perubahan struktural yang ada, seperti dekarbonisasi, digitalisasi, teknologi, dan masalah demografi.
baca juga: Indonesia Resmi Jadi Anggota OECD, Negara Pertama di ASEAN
Sebaliknya bagi OECD, bergabungnya Indonesia akan memberikan jangkauan global yang lebih luas, khususnya pada kawasan Asia Tenggara. Dengan proyeksi sebagai lima besar perekonomian dunia pada 2045, Indonesia merupakan mitra strategis dalam memperkuat standar dan praktik terbaik OECD. Kemitraan dengan Indonesia juga untuk memastikan bahwa no one should be left behind, sejalan dengan misi kunjungan Presiden Joko Widodo ke Afrika minggu ini guna menjalin kemitraan dan peluang kerja sama.
Kepala Center of Macroeconomics and Finance INDEF Rizal Taufikurahman dan Direktur Riset INDEF Berly Martawardaya dalam diskusi publik ‘’Untuk Rugi Indonesia Masuk OECD’’, Selasa (15/8/2023) mengatakan bahwa menjadi anggota OECD merupakan kebanggaan suatu negara. Betapa tidak, dengan diakui sebagai anggota OECD artinya negara bersangkutan diakui sebagai negara maju, baik dari sisi kebijakan maupun perekonomian.
“Stabilitas ekonomi dan keuangan sangat penting bagi anggota OECD. Makanya, negara OECD harus memastikan pertumbuhan ekonominya tinggi, inflasinya terkendali, kinerja anggarannya seimbang, serta sistem keuangan, dan mata uangnya stabil,” ujar Rizal Taufikurahman. (*)
Lihat Juga: Menko Airlangga: Gencarkan Orkestrasi Program Inklusi Keuangan Menuju Target 98 Persen di 2045
(hdr)