Membaca Kepentingan Jokowi atas Pemberian Gelar Bintang Empat kepada Prabowo

Selasa, 05 Maret 2024 - 11:45 WIB
loading...
A A A
Ketiga, Prabowo Subianto dua kali maju sebagai calon Presiden melawan Jokowi yakni tahun 2014 dan tahun 2019. Tahun 2014 Pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan suara 46,85%, sementara Jokowi-Jusuf Kalla unggul dengan perolehan suara 53,15%.

Pada 2019, Prabowo-Sandi mendapatkan suara 44,50%. Sementara Jokowi-Ma’ruf Amin menang dengan perolehan suara 55,50%. Dari persentasi dukungan terhadap Prabowo pada tahun 2014 dan 2019 menggambarkan bahwa begitu banyak masyarakat memaafkan atau mengabaikan tindakan Prabowo kasus pelanggaran HAM tahun 1997-1998.

Keempat, secara hukum pemberian gelar kehormatan Jenderal Bintang Empat tidak melanggar hukum dan itu sudah sering dilakukan terhadap banyak perwira pensiunan seperti Jenderal Hendro Priyono, Jenderal Susilo Bambang Yudhono, Jenderal Agum Gumilar, dll.

Kelima, para Jenderal TNI (Purn) yang tergabung dalam DKP 1998 yang memutuskan dipecat dari militer karena terbukti menculik aktivis sudah tidak mempersoalkan Prabowo mendapatkan gelar Jenderal Bintang Empat kehormatan serta mereka mendukung Prabowo maju sebagai calon Presiden 2024, dan berdasarkan hasil Quict Count semua lembaga survei yang terdaftar di KPU, pasangan Prabowo-Gibran menang.

Kepentingan Jokowi

Selain alasan pro dan kontra di atas, penulis menduga Jokowi juga mempunyai kepentingan atas pemberian Jenderal Bintang Empat kehormatan kepada Prabowo. Pertama, Jokowi membuat Prabowo berutang budi kepadanya. Utang budi pertama Prabowo kepada Jokowi dan keluarganya adalah Jokowi berani meninggalkan PDIP dengan menyodorkan anaknya Gibran menjadi calon Wakil Prabowo. Walaupun kalau dilihat di sisi Prabowo, Jokowi dan keluarga juga diuntungkan dengan sikap Prabowo menjadikan Gibran sebagai wakilnya.

Selanjutnya dengan pemberian gelar Jenderal Bintang Empat kehormatan kepada Prabowo, maka Prabowo minimal tidak akan 'mendepak' Gibran sebagai Wakil Presiden nanti ketika pemerintahan mereka berjalankan. Gibran tidak hanya sebagai ban serep, sebagaimana dianggap banyak pihak. Bahkan, Jokowi nantinya akan ikut berperan dalam menjalankan pemerintahan yang dipimpin Prabowo-Gibran.

Menurut penulis, kepentingan utama Jokowi ke depan adalah pertama, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) harus sukses. Ini proyek bergensi bahkan proyek ambisius dari Jokowi. Ia merasa dikenang sejarah kalau IKN ini sukses.

Ya, Inilah alasan utama juga Jokowi rela meninggalkan PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Prabowo yang telah memenangkannya dalam dua kali kontestasi Pilpres dengan memajukan anaknya Gibran mendukung Prabowo Subianto. Jokowi lebih percaya Prabowo dan anaknya menyelesaikan ambisi besarnya akan IKN.

Kedua, politik dinasti. Jokowi memanfaatkan kondisi di mana masih begitu banyak masyarakat suka dengan gaya dan tindakannya dalam memimpin, sehingga siapa pun yang didukung Jokowi, apalagi Gibran anak kandungnya, masyarakat pasti mendukung.

Penegakan HAM Jadi Redup

Menurut penulis, kalau Prabowo-Gibran benar-benar memenangi Pilres 2024, ditambah Jokowi memberikan Jenderal Bintang Empat kehormatan kepada Prabowo, maka pertama, perjuangan penuntasan penyelesaian masalah HAM masa lalu masih panjang bahkan tinggal cerita.

Kedua, kasus penculikan terhadap aktivis dan kaum kritis ke depan sepertinya 'dilegalkan'. Ketiga, kasus pelanggaran HAM, terutama kalau dilakukan oknum TNI maka tidak akan ada penyelesaian. Keempat, keberadaan lembaga Komnas HAM sepertinya perangkat-perangkatnya sepertinya hanya hiasan belaka.

Usul untuk Prabowo-Gibran

Penulis mengusulkan, kalau Prabowo-Gibran dinyatakan seperti pemenang, maka langkah yang dilakukan Prabowo-Gibran adalah pertama, meminta maaf kepada korban dan keluarga korban penculikan 1997-1998. Selain itu, Prabowo harus memberikan konpensasi kepada korban dan keluarga korban.

Kedua, untuk semua kasus HAM masa lalu, pemerintahan Prabowo-Gibran atas nama negara memberikan permintaan maaf dan konpensasi kepada korban dan keluarga korban. Ketiga, pemerintahan Prabowo-Gibran segera membentuk Pengadilan HAM untuk pelanggaran HAM ke depan, sedangkan pelanggaran HAM masa lalu ditutup, dengan permintaan maaf dari negara serta memberi kompensasi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2156 seconds (0.1#10.140)