Soal Perubahan Iklim dan Karbon, Perlu Penguatan Regulasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam penanganan perubahan iklim dan masalah karbon, Indonesia menekankan tentang regulasi. Pandangan ini disampaikan olehDirektur Pengawasan Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lufaldy Ernanda.
Dikatakan Aldy, Indonesia mencoba mengadopsi yang paling kompleks agar kita mendapatkan perdagangan yang kredibel. Untuk menjaga kredibelitas secara nasional dan internasional, maka aturannya tidak mudah dan perlu kajian komprehensif.
"Nah yang namanya regulasi, pasti ada pihak yang suka dan tidak suka. Tapi secara umum kita sudah satu suara dan satu misi yaitu kita ingin Indonesia ingin memiliki perdagangan carbon, yang integritasnya, transparansinya baik dan mencegah double counting carbon," kata Aldy dalam keterangannya, Minggu (3/3/2024).
Kata dia, sampai saaat ini, bursa karbon Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain, bursa karbon Indonesia jauh lebih baik, bahkan di tingkat ASEAN, Indonesia terbesar. Pada saat launching volume transaksi terbesar cukup besar.
"Menariknya adalah timeline, karena pemerintah pusat dan kementerian terkait sepakat bahwa launching itu harus disegerakan, sebab isu perubahan iklim sangat mengemuka dan mendesak dicarikan solusi efektifnya," jelasnya.
Ke depan lanjut Aldy, masih banyak pekerjaan rumah. Dalam waktu dekat merencanakan pilot proyek mengenai perdagangan karbon internasional di bursa karbon Indonesia dan menuju ke sana, kita sudah rapat kordinasi regulator, (Menvest, OJK, ESDM, KLHK). Di situ ada kemajuan pesat, sudah ada kesepakatan mengenai perdagangan internasional.
Selama ini banyak pihak yang skeptis yang menyebut kita lambat dan macam-macamlah, tapi kita tetap berproses.
"Target? Tahun 2024 ini sdah bisa dibuka perdagangan karbon internasional di bursa karbon Indonesia. Ini tidak mudah, karena kita harus mempersiapkan bermacam regulasi yang mendukung target tersebut yang sudah ada regulasi mendasarnya," ucapnya.
Tentu saja ini kita buat pilot projek bersama kementerian terkait lainnya, bukan hanya OJK. Dengan tahapan ini, memang banyak dunia internasional melalui Kedubes mereka di Jakarta menemui OJK untuk menanyakan soal ini, ada yang dari Australia, AS, Jepang, Taiwan , dan sebagainya.
Dikatakan Aldy, Indonesia mencoba mengadopsi yang paling kompleks agar kita mendapatkan perdagangan yang kredibel. Untuk menjaga kredibelitas secara nasional dan internasional, maka aturannya tidak mudah dan perlu kajian komprehensif.
"Nah yang namanya regulasi, pasti ada pihak yang suka dan tidak suka. Tapi secara umum kita sudah satu suara dan satu misi yaitu kita ingin Indonesia ingin memiliki perdagangan carbon, yang integritasnya, transparansinya baik dan mencegah double counting carbon," kata Aldy dalam keterangannya, Minggu (3/3/2024).
Baca Juga
Kata dia, sampai saaat ini, bursa karbon Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain, bursa karbon Indonesia jauh lebih baik, bahkan di tingkat ASEAN, Indonesia terbesar. Pada saat launching volume transaksi terbesar cukup besar.
"Menariknya adalah timeline, karena pemerintah pusat dan kementerian terkait sepakat bahwa launching itu harus disegerakan, sebab isu perubahan iklim sangat mengemuka dan mendesak dicarikan solusi efektifnya," jelasnya.
Ke depan lanjut Aldy, masih banyak pekerjaan rumah. Dalam waktu dekat merencanakan pilot proyek mengenai perdagangan karbon internasional di bursa karbon Indonesia dan menuju ke sana, kita sudah rapat kordinasi regulator, (Menvest, OJK, ESDM, KLHK). Di situ ada kemajuan pesat, sudah ada kesepakatan mengenai perdagangan internasional.
Selama ini banyak pihak yang skeptis yang menyebut kita lambat dan macam-macamlah, tapi kita tetap berproses.
"Target? Tahun 2024 ini sdah bisa dibuka perdagangan karbon internasional di bursa karbon Indonesia. Ini tidak mudah, karena kita harus mempersiapkan bermacam regulasi yang mendukung target tersebut yang sudah ada regulasi mendasarnya," ucapnya.
Tentu saja ini kita buat pilot projek bersama kementerian terkait lainnya, bukan hanya OJK. Dengan tahapan ini, memang banyak dunia internasional melalui Kedubes mereka di Jakarta menemui OJK untuk menanyakan soal ini, ada yang dari Australia, AS, Jepang, Taiwan , dan sebagainya.