Rocky Gerung: Suara Rakyat Adalah Suara Angket

Selasa, 27 Februari 2024 - 22:55 WIB
loading...
Rocky Gerung: Suara...
Pengamat Politik Rocky Gerung mengkritisi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghasilkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres-cawapres yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. Foto/Tangkapan layar
A A A
JAKARTA - Pengamat Politik Rocky Gerung mengkritisi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghasilkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres-cawapres yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. Meskipun hasil putusan MK final dan mengikat, namun Rocky mengingatkan soal penyempurnaan peradaban demokrasi yang dasarnya adalah etika.

“Legalitasnya ada karena itu bicara tentang konstitusi dalam perspektif hukum positif. Tetapi konstitusi juga mesti dibaca di dalam rangka penyempurnaan peradaban demokrasi, living constitution. Nah, living constitution ini isinya adalah isinya etik, etik, etik, itu dasarnya,” kata Rocky dalam Dialog Spesial Rakyat Bersuara: Pemilu Curang, Hak Angket Bergulir. Ke Mana Ujungnya? bersama Aiman Witjaksono yang disiarkan secara langsung oleh iNews TV, Selasa (27/2/20224) malam.

Rocky pun menegaskan sebuah putusan tidak hanya black letter of the law, mengacu pada prinsip-prinsip hukum yang sudah mapan dan diterima secara umum dan tidak dapat disangkal. “Nggak ada konstitusi yang berhenti pada black letter of the law itu, yang baca sebagai tulisan hitam di situ kan.”





“Begitu Anda, ‘oh kenapa dimaksudkan supaya seseorang itu bisa diselundupkan lewat rumah konstitusi?’ Ini anak presiden diselundupkan, menimbulkan interpretasi bahwa seseorang menginginkan dinastinya diperpanjang. Kan cuma itu keterangannya, ada enggak di konstitusi? Nggak ada di konstitusi. Tapi reason kita mengatakan bahwa living constitution mengatakan ada pelanggaran etik luar biasa itu,” tambahnya.

Selain itu, Rocky pun menyinggung Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie yang menyatakan Anwar Usman atau paman Gibran telah melanggar kode etik bahkan dicopot sebagai Ketua MK. “Walaupun Jimly enggak sebut orangnya, tapi otak kita mengatakan yang dimaksud dengan Jimly yang mengintervensi, maka misalnya adalah orang yang kekuasaannya di atas Ketua Mahkamah Konstitusi,” kata Rocky.

Rocky kembali menegaskan bahwa konstitusi final dan mengingat jika dibaca sebagai black letter of law. “Final dan mengikat secara legal, kalau kita baca konstitusi sebagai black letter of law,” katanya.

“Tapi kalau kita kasih interpretasi itu konstitusi yang ingin menghidupkan the guardian of the constitution, maka di Mahkamah Konstitusi harus ada judicial activism dari hakim-hakim itu untuk mengatakan memang tidak dilarang di situ tetapi perasaan hakim dari awal itu direncanakan untuk jadi jahat itu dasarnya. Nah kecurigaan itu yang menimbulkan suara rakyat adalah suara angket,” pungkasnya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.8965 seconds (0.1#10.140)