Bawaslu Ungkap Temuan Pemilih Nyoblos Lebih dari Satu Kali di 2.413 TPS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan ribuan Tempat Pemungutan Suara (TPS) bermasalah dalam Pemilu 2024 . Setidaknya adanya 2.143 TPS bermasalah yang pemilihnya mencoblos lebih dari satu kali.
"Iya ada, 2.143 ya yang mencoblos lebih dari 1 kali, ada beberapa kejadian nanti coba dicek yang kemarin, aku catatannya ada di atas. Ada juga orang yang memilih, bukan KTP yang di wilayah itu," ujar Ketua Bawaslu Rahmat Bagja di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Jumat (16/2/2024).
Bagja pun menjelaskan tentang salah satu faktor yang yang menjadi perhatian Bawaslu adalah tentang kurangnya pemahaman dari para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) saat diberikan bimbingan teknis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kalau dulu mungkin boleh ada putusan MK, ya sekarang kan nggak boleh. Jadi yang ada masuk dalam DPK (daftar pemilih khusus) tapi dengan catatan KTP elektroniknya wilayah di situ bukan KTP wilayah lain. Kalau wilayah lain, provinsi lain, inilah jadi persoalan," ucap Bagja.
"Jadi bimtek KPPS itu harus, ini kritik bagi temen-temen KPU ya dan kita semua juga, pengawas juga, agar yang menurut aturannya tidak boleh ya tidak boleh," sambungnya.
Bagja mencontohkan kasus yang terjadi di Taipei, jika ada yang mengatakan dalam pemeriksaan Bawaslu, ada indikasi ada arahan bahwa diterima boleh mengirim sebelum itu.
"Jadi itu juga harus nanti ke depan tolong yang seperti ini diperhatikan yang detail-detail seperti ini," pungkas Bagja.
"Iya ada, 2.143 ya yang mencoblos lebih dari 1 kali, ada beberapa kejadian nanti coba dicek yang kemarin, aku catatannya ada di atas. Ada juga orang yang memilih, bukan KTP yang di wilayah itu," ujar Ketua Bawaslu Rahmat Bagja di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Jumat (16/2/2024).
Bagja pun menjelaskan tentang salah satu faktor yang yang menjadi perhatian Bawaslu adalah tentang kurangnya pemahaman dari para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) saat diberikan bimbingan teknis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kalau dulu mungkin boleh ada putusan MK, ya sekarang kan nggak boleh. Jadi yang ada masuk dalam DPK (daftar pemilih khusus) tapi dengan catatan KTP elektroniknya wilayah di situ bukan KTP wilayah lain. Kalau wilayah lain, provinsi lain, inilah jadi persoalan," ucap Bagja.
"Jadi bimtek KPPS itu harus, ini kritik bagi temen-temen KPU ya dan kita semua juga, pengawas juga, agar yang menurut aturannya tidak boleh ya tidak boleh," sambungnya.
Bagja mencontohkan kasus yang terjadi di Taipei, jika ada yang mengatakan dalam pemeriksaan Bawaslu, ada indikasi ada arahan bahwa diterima boleh mengirim sebelum itu.
"Jadi itu juga harus nanti ke depan tolong yang seperti ini diperhatikan yang detail-detail seperti ini," pungkas Bagja.
(kri)