6 Bujukan Moral Senat Akademika ITB-AD

Senin, 12 Februari 2024 - 15:03 WIB
loading...
A A A
"Kami mengimbau ke depan, perlu segera merevisi UU Pemilihan Umum (Pemilu) dan UU Partai Politik (Parpol) yang selama ini menjadi biang kerok praktik-praktik politik yang curang dan culas dalam kehiduan politik kita," tuturnya.

Catatan keempat yaitu tidak tegasnya aturan dan praktik politik yang liberal sebagai buah reformasi politik yang kebablasan, maka investasi politik dalam bentuk terbukanya biaya politik yang tinggi (high political costs) makin nyata. Tidak tegasnya law enforcement dalam pembatasan sumbangan dan biaya kampanye kepada kandidat/kontestan, tidak tertibnya atau semrawutnya pemasangan alat peraga kampanye (APK), literasi terhadap bahaya berita dan kampanye hoaks (bohong), dan lainnya menjadi pelajaran berharga demi perbaikan kualitas pemilu-pemilu berikutnya.

"Jangan sampai warga negara selalu jatuh, ibarat hanya keledai yang jatuh pada lubang yang sama sebanyak dua kali," harapnya.

Kelima, pihaknya juga sangat prihatin terhadap praktik politik oligarkis, partai-partai politik (parpol) tidak lagi sebagai wahana agregator dan katalisator suara rakyat serta tidak lagi dijadikan wahana candradimuka untuk melahirkan tokoh dan pemimpin bangsa ke depan. Parpol telah dibajak oleh pemilik parpol yang ujungnya menjadi instrumen untuk transaksi politik dengan parpol lain.

Muncullah oligarki politik bahwa parpol dikuasai oleh segelintir orang. Harap diingat, bahwa oligarki politik ini bisa mendeterminasi kebijakan publik. Bersamaan dengan itu, oligarki politik membutuhkan sokongan dana karena biaya politik yang tinggi dalam menghidupi nafas parpolnya. Tentu, parpol membutuhkan oligarki ekonomi, pemilik modal raksasa.

Dengan demikian oligarki ekonomi melakukan investasi politik karena mereka membutuhkan sokongan politik dari oligarki politik untuk memuluskan usahanya. Sehingga pada ujungnya, terjadi dwifungsi oligarki ekonomi-politik yang acapkali mereka berakrobat atau memainkan suara rakyat dan kebijakan publik.

Suara rakyat hanya dibutuhkan saat pemilu, sementara pada saat penentuan kebijakan publik, suara rakyat dibuang ke keranjang sampah. "Dalam konteks inilah, menjadi renungan bagi pemilih terutama para kontestan bahwa kita semua terjebak dengan praktik politik seperti itu dan harus segera di akhiri," kata Direktur Program Pascasarjana ITB-AD ini.

Terakhir, keenam, mengingatkan kembali pada semua kontestan terhadap salah satu agenda Reformasi 1998, yakni pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam penyelenggaraan negara ke depan. Para konstituen atau pemilih harus selalu saling mengintakan, bahwa KKN menjadi masalah utama dan genting yang menghambat kemajuan bangsa.

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang masih jeblok dan praktik kolusi dan nepotisme yang memiliti penyelenggaraan Negara telah menahbiskan sebagai negara yang tingkat pemborosan yang tinggi terutama dilihat dalam diktum ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yang masih besar.

"Semoga bujukan ini memberikan sumbangsih dalam masa kontemplasi jelang pencoblosan dan masa-masa sesudahnya. Semoga masa pencoblosan, Rabu 14 Februari 2024 ini selalu dilindungi, dirahmati, dan diberkahi Allah SWT, guna mewujudkan Indonesia yang lebih baik," pungkasnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2149 seconds (0.1#10.140)