Paradigma Demokrasi dalam Pembangunan Ekonomi

Senin, 12 Februari 2024 - 06:53 WIB
loading...
Paradigma Demokrasi dalam Pembangunan Ekonomi
Staf Khusus Menteri Keuangan RI Candra Fajri Ananda. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

DEMOKRASI dan ekonomi merupakan dua pilar penting dalam pembangunan masyarakat, apalagi di era modern saat ini. Keterkaitan antara keduanya menjadi semakin jelas dan kompleks. Demokrasi, dengan kebebasan berpendapat, partisipasi publik, dan mekanisme pengambilan keputusan yang transparan, membentuk kerangka kerja kelembagaan (institutional framework) dalam memengaruhi hampir semua kebijakan negara, termasuk kebijakan ekonomi. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang ada di suatu negara, akan memengaruhi kualitas demokrasi dan stabilitas politik negara tersebut.

Pada sistem demokratis, keputusan ekonomi merupakan hasil olah preferensi publik sebagai hasil proses politik yang ada. Masyarakat memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi melalui hak suara yang dimiliki, melalui wakil-wakil mereka di parlemen. Pada konteks ini, demokrasi merupakan 'alat' mempromosikan inklusivitas dan distribusi yang lebih adil dalam kebijakan ekonomi. Oleh sebab itu, melalui sistem demokratis yang kuat, perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak ekonomi, mampu diwujudkan dengan lebih baik.

Pada perjalanannya, hubungan antara demokrasi dan ekonomi tak selalu berjalan mulus. Ketimpangan ekonomi yang tinggi, korupsi, atau ketidak efisienan ekonomi dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara. Hal tersebut dapat berujung pada ketegangan sosial, ketidakpuasan politik, dan bahkan mengancam stabilitas negara secara keseluruhan.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa demokrasi yang stabil dan inklusif dapat mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Adanya kebebasan berpendapat, perlindungan hukum, dan keamanan politik diyakini dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi, inovasi, dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Realita Asimetris Informasi

Fondasi filosofis dari demokrasi modern banyak dipengaruhi oleh teori klasik politik yang dikembangkan oleh para pemikir besar seperti John Locke, Jean-Jacques Rousseau, dan Montesquieu. Menurut teori klasik, demokrasi bukan hanya tentang pemilihan pemimpin melalui pemilu, tetapi juga tentang kedaulatan rakyat, partisipasi aktif warga negara dalam proses politik, dan perlindungan terhadap hak-hak individu.

Teori klasik demokrasi menawarkan gambaran ideal bahwa semua individu yang terlibat dalam proses politik akan berperilaku secara rasional dan independen. Oleh sebab itu, dalam teori klasik, setiap warga dianggap memiliki akses yang sama terhadap informasi yang relevan dan memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang terinformasi. Akan tetapi, dalam kenyataannya, implementasi teori ini seringkali tidak sejalan dengan praktiknya.

Fenomena asimetri informasi menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi perilaku politik di dalam masyarakat. Elite politik, kelompok kepentingan, dan media massa sering memiliki kontrol yang besar terhadap narasi dan informasi yang disampaikan kepada publik. Akibatnya, individu-individu yang terlibat dalam proses politik sering kali bergantung pada sumber informasi yang terbatas atau terdistorsi.

Di Indonesia, berdasarkan Global Open Data Index (2018) Indonesia berada di peringkat ke-61 dari 94 negara dalam indeks keterbukaan informasi publik. keterbukaan data di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga. Indonesia berada di bawah Singapura dan Thailand yang masing-masing berada di ranking 17 dan 51. Selain keterbukaan data yang terbatas, Indonesia juga kerap diserang oleh informasi sesat atau hoax. Karena itu, kementerian/lembaga dinilai perlu meningkatkan akses yang lebih luas ke masyarakat melalui kapasitas analisasi kuantitatif.

Keterbukaan informasi memegang peranan krusial dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan mempromosikan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat. Tatkala informasi tersedia secara transparan dan mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat, maka akan tercipta lingkungan di mana keputusan politik dapat diambil dengan lebih tepat dan berdasarkan pemahaman yang lebih baik. Sayangnya, berdasarkan laporan Komisi Informasi Pusat (KIP), Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) di Indonesia sebesar 75,40 poin pada 2023. Nilai tersebut mengalami kenaikan 0,97 poin dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 74,43 poin. Akan tetapi, meski terjadi peningkatan, namun angka tersebut masih menandakan bahwa keterbukaan informasi di Indonesia masih berada dalam kategori sedang. Artinya, Indonesia masih perlu terus berupaya mendorong peningkatan keterbukaan informasi demi mengurangi terjadinya asimetris informasi yang sering kali menjadi hambatan dalam proses politik.

Keterbukaan informasi, diperlukan untuk membuat keputusan yang informasional. Keputusan yang tidak memanipulasi atau menyesatkan, demi kepentingan vested interest. Melalui keterbukaan informasi, proses pembuatan keputusan politik menjadi lebih transparan dan akuntabel, yang merupakan salah satu prinsip dasar dari demokrasi yang sehat.

Berada pada era di mana informasi menjadi kekuatan, maka penting bagi Indonesia untuk mengadopsi kebijakan yang memastikan transparansi dan akses informasi yang adil bagi semua warga negara. Kita perlu yakin, bahwa dengan cara inilah Indonesia akan mampu membangun masyarakat berdasarkan pada nilai-nilai demokrasi, di mana keputusan politik diambil dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara luas dan memastikan partisipasi aktif dari semua warga negara.

Demokrasi Berkualitas Kunci Pembangunan Ekonomi

Demokrasi bukan hanya sebuah sistem politik, tetapi juga merupakan pilar dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan suatu negara. Demokrasi tidak hanya tentang pemilihan umum dan kebebasan berekspresi, tetapi juga tentang penciptaan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Demokrasi bukan hanya tentang proses politik yang inklusif, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang memperhatikan kebutuhan masyarakat (people needs) dan memungkinkan partisipasi ekonomi yang lebih besar bagi warga negara. Artinya, demokrasi mutlak menciptakan kesempatan bagi berbagai kelompok masyarakat, termasuk pengusaha kecil dan menengah, untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi. Selain itu, demokrasi juga memungkinkan masyarakat untuk mengawasi pemerintah dan memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik.

Transparansi dalam pengelolaan anggaran dan proyek-proyek pembangunan meminimalkan risiko korupsi dan pemborosan sumber daya, sehingga meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana publik untuk pembangunan ekonomi.

Demokrasi yang berkualitas merupakan fondasi utama bagi kemakmuran ekonomi suatu negara. Semakin berkualitasnya demokrasi, semakin besar pula peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Salah satu konsep yang sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi dalam konteks demokrasi adalah prinsip Laissez-Faire, yang secara harfiah berarti "biarkan saja" dalam bahasa Prancis. Artinya, pada konteks demokrasi yang berkualitas, prinsip Laissez-Faire dapat menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Ketersediaan kebebasan bagi individu dapat mendorong pasar untuk beroperasi secara mandiri, di mana prinsip tersebut memungkinkan munculnya inovasi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan, dan efisiensi ekonomi yang dapat membawa manfaat bagi masyarakat secara luas. Oleh sebab itu, penting untuk memastikan bahwa demokrasi yang berkualitas terus didukung dan diperkuat sebagai fondasi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Semoga.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1738 seconds (0.1#10.140)