Respons TKN Film Dirty Vote Berisi Narasi Kebencian, TPN Ganjar-Mahfud: Jangan Baper
loading...
A
A
A
JAKARTA - TPN Ganjar-Mahfud turut merespons penilaian TKN Prabowo-Gibran soal film dokumenter berjudul Dirty Vote sebagai film bernada fitnah dan mengandung unsur kebencian.
Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menilai film Dirty Vote mengingatkan seluruh pihak akan adanya peluang pelanggaran pemilu masif terjadi di Tanah Air. Apalagi ketika melihat laporan dugaan kecurangan pemilu di Bawaslu.
"Jadi kalau dikatakan itu hanya mendiskreditkan dan mendegradasi penyelenggara pemilu, menurut saya tidak tepat sama sekali," ujar Todung di Medcen TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Minggu (11/2/2024).
Atas dasar itu, dia berbeda pendapat dengan Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman. Baginya, pernyataan Habiburokhman tak mencerminkan dengan apa yang dirasakan publik.
Salah satunya terkait politisasi bansos hingga intimidasi. Atas dasar itu, dia merasa film Dirty Vote memiliki nilai literasi tinggi terhadap pendidikan politik Tanah Air.
"Jadi jangan baper lah, itu saja yang mau saya bilang. Dan jangan sedikit-dikit melapor ke kepolisian. Ini kan tidak sehat buat kita sebagai bangsa. Tidak mendidik buat kita sebagai bangsa. Jadi mari kita dewasa karena kita sudah cukup lama berdemokrasi dan jangan kita membuat set back dalam demokrasi," ungkap Todung.
Sebelumnya, Habiburokhman menilai film dokumenter Dirty Vote sebagai film bernada fitnah dan mengandung unsur kebencian.
Pihaknya sangat mengapresiasi kebebasan berpendapat, tapi hal tersebut harus memiliki dasar yang kuat.
"Di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat. Namun, perlu kami sampaikan sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah," ujar Habiburokhman di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta Selatan, Minggu (11/2/2024).
Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menilai film Dirty Vote mengingatkan seluruh pihak akan adanya peluang pelanggaran pemilu masif terjadi di Tanah Air. Apalagi ketika melihat laporan dugaan kecurangan pemilu di Bawaslu.
"Jadi kalau dikatakan itu hanya mendiskreditkan dan mendegradasi penyelenggara pemilu, menurut saya tidak tepat sama sekali," ujar Todung di Medcen TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Minggu (11/2/2024).
Atas dasar itu, dia berbeda pendapat dengan Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman. Baginya, pernyataan Habiburokhman tak mencerminkan dengan apa yang dirasakan publik.
Salah satunya terkait politisasi bansos hingga intimidasi. Atas dasar itu, dia merasa film Dirty Vote memiliki nilai literasi tinggi terhadap pendidikan politik Tanah Air.
"Jadi jangan baper lah, itu saja yang mau saya bilang. Dan jangan sedikit-dikit melapor ke kepolisian. Ini kan tidak sehat buat kita sebagai bangsa. Tidak mendidik buat kita sebagai bangsa. Jadi mari kita dewasa karena kita sudah cukup lama berdemokrasi dan jangan kita membuat set back dalam demokrasi," ungkap Todung.
Sebelumnya, Habiburokhman menilai film dokumenter Dirty Vote sebagai film bernada fitnah dan mengandung unsur kebencian.
Pihaknya sangat mengapresiasi kebebasan berpendapat, tapi hal tersebut harus memiliki dasar yang kuat.
"Di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat. Namun, perlu kami sampaikan sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah," ujar Habiburokhman di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta Selatan, Minggu (11/2/2024).
(jon)