Ada Masalah Hukum di UU Pemilu Tahun 2017

Senin, 29 Januari 2024 - 17:12 WIB
loading...
Ada Masalah Hukum di...
Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa
A A A
Romli Atmasasmita

BERITA terakhir dan terhangat menjelang pemilu adalah bahwa seorang presiden/wakil presiden dan para menteri dibolehkan berkampanye untuk salah satu pasangan calon presiden/wakil presiden berdasarkan ketentuan Pasal 299 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Ketentuan ayat (1) Pasal 299 UU Pemilu tersebut menegaskan hak seorang presiden/wakil presiden yang harus diartikan mandat dari UU sehingga legal standing untuk berkampanye adalah jelas, akan tetapi dipastikan bahwa hak dimaksud ditujukan untuk memihak salah satu pasangan calon presiden/wakil presiden. Lalu apa artinya kedudukan seorang presiden sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan yang sepatutnya berdiri di atas semua kepentingan termasuk pasangan calon presiden dan wakil presiden?

Untuk memberikan pesan bahwa UU yang dibuat DPR dan Pemerintah itu tampak pro-rakyat dan pembangunan dinyatakan dalam Pasal 300 dan Pasal 301 bahwa, selama masa kampanye presiden dan wakil presiden dan pejabat daerah wajib memperhatian keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kedua pasal tersebut hanya berupa imbauan saja yang dibungkus oleh hukum sehingga tampak DPR dan pemerintah bersungguh-sungguh secara hukum serius pro-rakyat dan pembangunan.

Sedangkan untuk para menteri yang menjadi anggota tim kampanye diberikan hak untuk cuti, yang harus dimaknai bahwa selama cuti para menteri yang menjadi anggota tim kampanye harus tidak lagi menjalankan baik secara struktural maupun secara fungsional sebagai menteri. Dalam arti bahwa para menteri yang bersangkutan tidak serta-merta pascapemilu tidak memiliki status sebagai menteri (lagi). Jika menteri yang bersangkutan mengajukan pengunduran diri maka status menteri yang bersangkutan setelah pemilu tidak lagi berhak menjabat sebagai menteri (lagi) dan kekosongan jabatan menteri yang bersangkutan harus diganti dengan orang lain yang ditunjuk dan diangkat oleh presiden/wapres terpilih.



Ketentuan kampanye di dalam UU Pemilu semakin tidak jelas kandungan integritas dan akuntabilitasnya ketika Pasal 299 menyatakan selain presiden dan wakil presiden mempunyai hak berkampanye juga diberikan hak kepada pejabat (negara) lain yang berstatus anggota partai dan pejabat lain yang bukan anggota partai politik dapat berkampanye dengan memenuhi salah satu dari ketiga syarat: jika yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon presiden atau wakil presiden, anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU, dan pelaksana kampanye terdaftar di KPU.

Ketentuan ini sama saja dengan menghalalkan seluruh pejabat negara untuk berpihak kepada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Secara keseluruhan ketentuan UU Pemilu, 99% sangat menguntungkan kepada parpol terhadap siapa presiden atau wakil presiden berkampanye. Hal ini dapat diartikan bahwa kegiatan Pemilu 2024 dan juga tahun 2019 telah tidak memiliki baik legal standing maupun morally standing untuk didapuk sebagai pemilu yang langsung bebas rahasia, jujur, dan adil.

Namun demikian yang terasa ganjil dan di luar akal, mengapa UU Pemilu seperti ini dapat dan berhasil disahkan DPR dan pemerintah, yang kemudian diketahui telah digunakan dalam Pemilu 2019 dan ketika itu tidak ada keributan masalah status seorang presiden berkampanye, mengapa justru di Pemilu 2024 dimasalahkan oleh partai politik lawan pasangan calon yang berkampanye? Pertanyaan tersebut dapat dijawab kira-kira yaitu bahwa ternyata dan terbukti bahwa kegiatan kampanye adalah kegiatan politik semata-mata, bukan kegiatan pesta demokrasi dari rakyat untuk rakyat akan tetapi dari yang mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan partai politik, ketika kepentingan partai politik berbeda maka di situlah terjadi masalah yang sejatinya telah ada di Pemilu 2019 dan pada Pemilu 2024 dibesar-besarkan. Bagaimana dengan kepentingan hak rakyat untuk turut serta berdemokrasi?

Sejatinya rakyat hanya menjadi penonton dan pemandu sorak yang tidak jelas lagi apa yang disoraki dan diinginkan dari hasil "pesta demokrasi" tersebut. Bagaimana aspek hukum dari UU Pemilu sejatinya? Untuk menjawab keingintahuan aspek hukum dari masalah pemilu di dalam UU Pemilu perlu diketahui bahwa MPR selaku lembaga tinggi negara telah menetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Di dalam Ketetapan MPR tersebut telah dinyatakan bahwa untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, diperlukan pencerahan sekaligus pengamalan etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu alasan, bahwa etika kehidupan berbangsa dewasa ini mengalami kemunduran yang turut menyebabkan terjadinya krisis multidimensi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2413 seconds (0.1#10.140)