TPN Sebut Sentimen Negatif ke Jokowi Meningkat Usai Ngomong Presiden Boleh Memihak

Kamis, 25 Januari 2024 - 21:25 WIB
loading...
TPN Sebut Sentimen Negatif ke Jokowi Meningkat Usai Ngomong Presiden Boleh Memihak
Deputi Politik 5.0 TPN Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto mengatakan berdasarkan hasil media analytic yang dikaji internal TPN, sentimen negatif kepada Presiden Jokowi meningkat. Foto/Riana Rizka/MPI
A A A
JAKARTA - Deputi Politik 5.0 Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud , Andi Widjajanto mengatakan berdasarkan hasil media analytic yang dikaji internal TPN, sentimen negatif kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) meningkat.

Awalnya Andi menjelaskan bahwa sentimen negatif itu terjadi pada saat Jokowi dianggap cawe-cawe ketika mengomentari Debat Ketiga Pilpres 2024. Kala itu Jokowi menilai bahwa debat sudah mengarah ke personal.



"Pak Jokowi cenderung berada di wilayah sentimen negatif pada saat mengomentari debat ke-3 antara capres, terutama yang terkait dengan isu pertahanan negara," ujar Andi di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Kamis (25/1/2024).

"Itu menghasilkan sentimen negatif ke presiden karena dianggap cawe-cawe ke urusan pilihan presiden. Dalam satu bulan terakhir sentimen negatif ke Pak Jokowi itu berada di angka minus 62 persen," sambungnya.

Kemudian, dalam tujuh hari terakhir, angka tersebut meningkat menjadi minus 93% hingga minus 96%. Terutama ketika Jokowi mengatakan bahwa kepala negara boleh berkampanye dan memihak kepada salah satu pasangan calon (paslon).

"Dalam tujuh hari terakhir lompat ke angka (minus) 93 persen, lalu ketika kami zoom hari ini hanya melihat platform Twitter (atau X), sentimen negatif ke Pak Jokowi terkait pernyataan Pak Jokowi di Halim kemarin menjadi minus 96 persen," jelasnya.

Andi menambahkan berdasarkan analisis internal, dapat disimpulkan bahwa masyarakat terutama para pengguna sosial media, cenderung menginginkan netralitas presiden.

"Netizen tidak ingin melihat Pak Jokowi memiliki keberpihakan yang didasari oleh conflict of interest karena anaknya menjadi cawapres atau anaknya menjadi ketua umum partai," paparnya.



"Ada juga suara-suara yang kami lihat di platform media (sosial) yang menginginkan presiden fokus menyelesaikan masa jabatan keduanya sampai 20 Oktober 2024," tutup Andi.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1552 seconds (0.1#10.140)