Setara Institute Dukung Mahfud MD soal Rekam Jejak Jadi Standar Melihat Integritas Capres
loading...
A
A
A
Jika calon pemimpin berkata, akan melindungi HAM, apakah rekam jejak memang dia bersih dari pelanggaran HAM.
“Saya ingin membangun demokrasi, apakah yang dibangun demokrasi jujur atau tidak? Itu catatan yang harus dikonfirmasi kepada visi misi, karena visi misi selalu ideal yang kadang kala mereka yang dibebani tidak memahami atau tidak ikut mendiskusikannya,” papar Mahfud.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati mengatakan masyarakat harus mengetahui rekam jejak calon pemimpin, mulai dari legislatif maupun dalam kontestasi capres dan cawapres.
“Terwujudnya pemimpin profetik (jujur, adil, berintegritas, berpihak pada rakyat) harus didukung dengan Parlemen yang baik,” kata Neni.
Selama ini masyarakat lebih melihat rekam jejak kontestan pilpres sedikit mengabaikan dinamika di pileg. “Jadi jika masyarakat hanya fokus pada pilpres tapi meminggirkan isu pileg itu juga keliru,” jelasnya.
Neni mengkritisi keterbukaan informasi tentang calon legislatif yang dia sebut ditutup-tutupi. “Hanya permasalahan untuk mencari rekam jejak saat ini publik mengalami hambatan yang cukup serius terutama pada keterbukaan informasi. Jika kita buka di infopemilu milik KPU ada caleg yang dibuka daftar riwayat hidupnya ada yang ditutup,” jelas dia.
Dari catatannya, dari total 28 caleg eks napi koruptor, 17 di antaranya disembunyikan statusnya sebagai eks napi koruptor. “Integritas sejak awal sudah bermasalah, bagaimana jika masyarakat memilih eks napi koruptor itu yang secara sengaja disembunyikan statusnya oleh KPU,” tegas Neni.
Manipulasi data seperti ini merebut hak rakyat, pemilih untuk mengetahui kebenaran soal rekam jejak mereka. Sehingga mereka bisa saja tidak bisa memilih dengan jernih.
“Mereka jelas berupaya memanipulasi penilaian para pemilih. Publik pada akhirnya menjadi tidak tahu bagaimana rekam jejak caleg tersebut, apalagi dia pernah tersangkut kasus korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa,” tutupnya.
“Saya ingin membangun demokrasi, apakah yang dibangun demokrasi jujur atau tidak? Itu catatan yang harus dikonfirmasi kepada visi misi, karena visi misi selalu ideal yang kadang kala mereka yang dibebani tidak memahami atau tidak ikut mendiskusikannya,” papar Mahfud.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati mengatakan masyarakat harus mengetahui rekam jejak calon pemimpin, mulai dari legislatif maupun dalam kontestasi capres dan cawapres.
“Terwujudnya pemimpin profetik (jujur, adil, berintegritas, berpihak pada rakyat) harus didukung dengan Parlemen yang baik,” kata Neni.
Selama ini masyarakat lebih melihat rekam jejak kontestan pilpres sedikit mengabaikan dinamika di pileg. “Jadi jika masyarakat hanya fokus pada pilpres tapi meminggirkan isu pileg itu juga keliru,” jelasnya.
Neni mengkritisi keterbukaan informasi tentang calon legislatif yang dia sebut ditutup-tutupi. “Hanya permasalahan untuk mencari rekam jejak saat ini publik mengalami hambatan yang cukup serius terutama pada keterbukaan informasi. Jika kita buka di infopemilu milik KPU ada caleg yang dibuka daftar riwayat hidupnya ada yang ditutup,” jelas dia.
Dari catatannya, dari total 28 caleg eks napi koruptor, 17 di antaranya disembunyikan statusnya sebagai eks napi koruptor. “Integritas sejak awal sudah bermasalah, bagaimana jika masyarakat memilih eks napi koruptor itu yang secara sengaja disembunyikan statusnya oleh KPU,” tegas Neni.
Manipulasi data seperti ini merebut hak rakyat, pemilih untuk mengetahui kebenaran soal rekam jejak mereka. Sehingga mereka bisa saja tidak bisa memilih dengan jernih.
“Mereka jelas berupaya memanipulasi penilaian para pemilih. Publik pada akhirnya menjadi tidak tahu bagaimana rekam jejak caleg tersebut, apalagi dia pernah tersangkut kasus korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa,” tutupnya.