Hakim Artidjo dan Kasus Korupsi

Jum'at, 20 April 2018 - 07:02 WIB
Hakim Artidjo dan Kasus Korupsi
Hakim Artidjo dan Kasus Korupsi
A A A
Hakim Agung Artidjo Alkostar kembali membuat ge­brakan. Bersama tim hakim agung lainnya, dia me­li­patgandakan hukuman dua mantan pejabat Ke­men­dagri, Irman dan Sugiharto. Dua terdakwa ka­sus korupsi proyek pengadaan e-KTP itu diganjar hukuman men­jadi masing-masing 15 tahun penjara.

Putusan hukuman kasasi yang dibuat Artidjo (hakim ketua) be­r­­sama hakim anggotanya, Abdul Latief dan MS Lumme, ini cu­­kup tinggi. Di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 20 Juli 2017, Ir­­man dan Sugiharto hanya divonis masing-masing tujuh dan li­ma ta­hun penjara.

Untuk sebuah kasus korupsi yang me­ru­gi­kan ne­gara Rp3,2 triliun, dua terdakwa kasus e-KTP ini me­mang pantas di­hukum berat. Hukuman 15 tahun penjara tam­pak­nya cukup la­yak disematkan pada dua terdakwa tersebut.

Ada sejumlah makna di balik ketegasan Artidjo dan timnya yang berani memberikan hukuman berat bagi koruptor. Per­tama, te­robosan putusan berat bagi koruptor yang dibuat Ar­ti­djo ini me­mang bukan hal yang baru.

Hakim Artidjo dikenal ga­lak ter­hadap koruptor. Hampir seluruh terdakwa korupsi yang di­­tanganinya selalu dilipatgandakan hukumannya. Ada se­jum­lah to­koh ataupun politikus yang terjerat kasus korupsi yang pernah me­rasakan ketegasannya.

Sebut saja mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Is­haaq, man­tan Ketua MK Akil Moch­tar, dan dua politisi Demokrat Ange­lina Son­dakh serta Anas Ur­baningrum. Ketegasan Ar­tidjo ini akan mem­­buat para ter­dakwa korupsi takut dan ber­pikir ulang un­­tuk mengajukan ka­sasi.

Dan, memang sudah ba­nyak ter­da­k­wa ko­rupsi akhirnya me­milih tidak mengajukan k­a­sasi karena ta­kut hukumannya ma­lah dilipatgandakan.
Kedua, apa yang ditunjukkan Artidjo dan timnya ini se­ti­dak­nya membuka sedikit harapan lagi tentang penegakan hu­kum da­lam pemberantasan kasus korupsi yang sempat “me­redup” akhir-akhir ini. Harus diakui kita sebenarnya sudah ham­pir pu­tus asa berharap pada pemerintah dan aparat hukum untuk bi­sa menumpas korupsi dari Bumi Pertiwi. Bagaimana tidak. Kita su­­dah punya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang di­d­i­ri­kan sejak 2002. Tapi apa hasilnya?

Apakah jumlah korupsi me­nurun? Kita sudah tahu ja­wa­b­an­nya. Keberadaan KPK dan aparat hu­kum lain, Polri dan ke­­jak­­sa­an, hingga saat ini belum mampu me­merangi korupsi. Bah­­­­kan, ham­pir tiap pekan kita mendengar KPK melakukan ope­­rasi tang­kap tangan (OTT) terhadap kepala dae­rah.

Se­men­tara Pol­ri dan kejaksaan belum bisa berbuat ba­nyak dalam pem­­be­ran­tas­an korupsi. Bahkan, kasus yang di­tanganinya ba­n­yak yang di-SP3 alias dihentikan penyidikannya. Ka­rena itu, k­e­tegasan sosok seperti Artidjo ini setidaknya mem­berikan angin segar dan harapan bagi kita untuk bisa meng­hilangkan ko­­rupsi dari Indonesia.

Ketiga, putusan Mahkamah Agung terhadap Irman dan Su­gi­harto ini seharusnya menjadi preseden yang baik untuk di­tiru oleh aparat hukum lain agar tidak bermain-main dengan ka­­sus ko­rupsi yang telah menghancurkan negara ini. Hukuman be­­rat ini diharapkan menjadi penyemangat para penegak hu­kum lai­n­nya untuk ikut tegas terhadap koruptor.

Kita berharap mun­­cul Ar­tidjo-Artidjo lain di berbagai lembaga-lembaga hu­kum kita, ka­rena seorang Artidjo sendirian tak akan mampu ber­­buat banyak da­lam mengenyahkan korupsi yang telah mem­­budaya di negara ini.

Membebaskan negara ini dari budaya korupsi memang bu­kan pe­kerjaan gampang. Pasalnya, praktik korupsi sudah se­per­­ti mem­budaya mulai dari tingkat terendah sampai level ter­ting­gi di pe­merintahan pusat.

Yang dibutuhkan saat ini adalah ko­mitmen se­luruh anak bangsa untuk membangun kesadaran ber­sama bah­wa korupsi merupakan musuh bersama yang ha­rus dihancurkan. Lang­kah apa pun tidak akan berhasil mem­be­ran­tas korupsi tanpa ada komitmen bersama dan dilaksanakan s­e­cara serius oleh se­luruh masyarakat.

Saat ini kita sudah banyak memiliki aparat hukum maupun atur­­an terkait pemberantasan korupsi. Hanya, karena tak ada ko­­mitmen serius, korupsi tetap marak terjadi. Mari kita mulai dari diri kita untuk tidak korupsi.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4581 seconds (0.1#10.140)