Marak Kriminalisasi, Presiden dan Kapolri Didesak Hentikan Proses Hukum Bernuansa Politik

Rabu, 10 Januari 2024 - 08:59 WIB
loading...
Marak Kriminalisasi, Presiden dan Kapolri Didesak Hentikan Proses Hukum Bernuansa Politik
Presiden Jokowi bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. FOTO/DOK.Biro Pers Setpres
A A A
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menilai iklim politik masa kampanye Pemilu 2024 semakin mencekam. Momentum untuk meraih simpati suara serta edukasi politik bagi publik lewat adu gagasan dan preferensi kebijakan justru berujung dengan maraknya pelaporan polisi.

Pelaporan yang memasuki ranah kriminalisasi ini tampak ditujukan terutama terhadap pihak oposisi (kubu paslon nomor 1 dan 3), bahkan penyelenggara Pemilu. Per awal Januari 2024, tercatat terdapat 6 laporan polisi yang dilakukan oleh pendukung Paslon 2, Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka.

Beberapa kasus antara lain kriminalisasi terhadap Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Wicaksono yang mengkritik ketidaknetralan Anggota Polri. Saat ini kasus tersebut sudah naik ke penyidikan. Kemudian kasus pelaporan terhadap Ketua dan Anggota Bawaslu yang memutus bersalah pembagian susu oleh calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka di car free day (DFC) Jakarta.



Ada pula kasus pelaporan terhadap Bawaslu Batam dan Kepri terkait pencopotan baliho milik Paslon 2, kasus pelaporan terhadap Roy Suryo dengan tuduhan ujaran kebencian terhadap cawapres 2, kasus komika Aulia Rakhman yang sudah menjadi tersangka atas materi lawakan di acara Desak Anies di Lampung, hingga terakhir pelaporan terhadap calon presiden (capres) Anies Rasyid Baswedan, terkait luas lahan milik Prabowo Subianto.

"Koalisi menyesalkan dipakainya pasal-pasal karet yang sangat anti-demokrasi, seperti pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, penodaan agama dan lainnya, yang selama ini dikenal untuk membungkam suara warga, jurnalis, aktivis maupun oposisi yang kritis terhadap pemerintah," kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam keterangan resmi Koalisi dikutip, Rabu (10/1/2024).

Menurut Koalisi, ujaran maupun tindakan yang dilaporkan ke kepolisian, harus dipandang sebagai kegiatan yang sah dalam konteks sosialisasi dan kampanye Pemilu, sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebab, segala bentuk tuduhan atau dugaan pelanggaran terhadap penyelenggaraan pemilu yang ditemukan oleh pihak manapun berada di ranah otoritas pengawas Pemilu, yakni Bawaslu.



Apabila tuduhan atau dugaan pelanggaran terhadap penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh pihak Penyelenggara Pemilu, KPU atau Bawaslu, maka dilaporkan kepada DKPP. Hanya dugaan tindak pidana murni di luar konteks kegiatan sosialisasi dan kampanye pemilu yang dapat dilaporkan kepada pihak Kepolisian secara langsung.

"Kasus-kasus yang dilaporkan bukanlah perbuatan pidana murni. Laporan polisi terhadap kegiatan sosialisasi dan kampanye pemilu jelas bermasalah, baik secara formil maupun materiil," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur.

Pertama, kata Koalisi, pasal-pasal karet yang diambil dari UU ITE dan KUHP merupakan pasal-pasal yang kerap dipakai membungkam suara yang kritis dari aktivis, jurnalis, dan lawan politik penguasa. Sebut saja kasus Fatia Maulidyanti dan Haris Azhar, Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, Rocky Gerung, serta banyak aktivis lain yang telah menjadi korban.

Kedua, para pelapor tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) yang tepat sebagai korban atau mengalami kerugian, tapi tetap diproses oleh Kepolisian hingga naik status penyidikan seperti Kasus Aulia dan Aiman. Secara substantif, apa yang disampaikan Aulia merupakan materi hiburan lawakan yang bukan penghinaan/penodaan agama, dan kritik oleh Aiman terhadap netralitas polisi telah dibahas oleh Komisi III DPR secara terbuka.

Ketiga, baik dari indikator pelapor, terlapor maupun materi yang dilaporkan ke kepolisian jelas menimbulkan masalah objektivitas dan independensi Kepolisian yang menerima dan memeriksa laporan. Para pelapor rata-rata merupakan pendukung paslon nomor urut 2 yang terafiliasi dengan kekuasaan presiden yang membawahi Kepolisian. Cawapres nomor urut 2 adalah anak kandung presiden. Sedangkan materi laporan terkait kegiatan sosialisasi dan kampanye oleh terlapor yang merupakan paslon nomor urut 1 dan 3.

"Kuat sekali nuansa politiknya dan berpotensi dipolitisasi proses hukumnya. Terlebih lagi, pihak Kepolisian sedang dalam sorotan publik akibat dugaan kuat ketidaknetralan Polri yang dibahas oleh Komisi III DPR sebagaimana yang diangkat oleh Aiman," kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri.

Berdasarkan hal itu, maka Koalisi mendesak Presiden dan Kapolri memerintahkan penghentian terhadap seluruh proses hukum yang bernuansa politik atas oposisi maupun terhadap kegiatan sosialisasi dan kampanye Pemilu.

"Pernyataan ini kami sampaikan demi untuk memastikan obyektivitas penegakan hukum Kepolisian, termasuk menjaga netralitas Polri dan juga demi terselenggaranya Pemilu yang bebas, jujur, dan adil," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1462 seconds (0.1#10.140)