Mampukah N219 Amphibious Sukses di Pasaran?
loading...
A
A
A
Lapan merancang N219 Amphibious melayani rute penerbangan jarak pendek, sehingga cocok sebagai transportasi antardaerah dengan wilayah kepulauan. Pesawat ini juga menjadi solusi kondisi landasan bandara tidak mulus karena pesawat ini mampu lepas landas dan mendarat di air. Karena itu, pesawat ini diyakini akan tepat manfaatnya bagi daerah terpencil atau pulau-pulau kecil di Indonesia yang tidak mempunyai landasan udara.
Potensi Kebutuhan
Feasibility study yang dilakukan Lapan bersama BPPT dan PT DI, termasuk di antaranya dari sisi marketing, menunjukkan keputusan membangun N219 Amphibious ini berdasarkan keyakinan pesawat jenis ini sangat dibutuhkan masyarakat atau audiens di Tanah Air dan berpotensi diserap pasar secara luas. Pesawat N219 Amphibious cocok dengan karakteristik geografi Nusantara dan demografi yang tersebar di pulau-pulau terpencil.
Secara keseluruhan N219 telah memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 44,69 persen, sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
baca juga: Pesawat Buatan Indonesia N219 Dibeli Perusahaan Logistik
Diperkirakan, harga yang dibanderol mencapai USD6,8 juta untuk N219 dan USD8 juta dolar untuk N219 Ampibhious. Jika dirupiahkan dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang saat ditulis sebesar 15,475.623, maka harga N219 Amphibious adalah sebesar hampir Rp124 miliar, sedangkan harga N219 adalah sekitar Rp105 miliar. Rencana awal, pesawat bisa dijual pada kisaran USD5 – 6 juta per unit. Harga ini relatif lebih murah dibandingkan dengan kompetitor, yakni pesawat Twin Otter buatan Kanada yang dipatok sekitar USD7 juta per unit.
Untuk diketahui, N219 Amphibious memiliki kecepatan hingga 296 km per jam pada ketinggian maksimal 10.000 kaki. Dengan beban 1560 kg, pesawat mampu menempuh jarak hingga 231 km, take-off untuk ketinggian 35 kaki dari darat membutuhkan jarak 500 meter, sedangkan dari air membutuhkan jarak hingga 1.400 meter.Adapun untuk landing dari ketinggian 50 kaki, N219 Amphibious membutuhkan jarak 590 meter untuk di darat, dan 760 meter untuk di laut. Dengan kemapuan take off dan landing di air, N219 Amphibious tidak membutuhkan landasan udara, namun sekadar water based port.
Baik N219 maupun N219 Amphibious memiliki keunggulan karena desainnya mengacu pada teknologi tahun 2000-an, sedangkan kompetitor desainnya adalah teknologi tahun 1960-an. Pesawat ini dapat dikendalikan dengan kecepatan rendah, yaitu 59 knot, hingga dapat dapat mendarat dalam jarak pendek di landasan sepanjang 600 meter. Untuk diketahui, N-219 menggunakan mesin PT6-42A, 850 shaft horse power (shp) buatan Kanada, baling-baling Hartzell buatan AS, dan sistem avionic Garmin 1000 buatanAS. Piranti tersebut dianggap terbaik di bidangnya dan efisien pemeliharaan.
Berdasar spefikasi kemampuan tersebut, N219 Amphibious sangat cocok melayani kebutuhan wilayah kepulauan yang tidak memiliki landasan udara. Berdasar penjelasan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, banyak daerah di Tanah Air memiliki potensi menggunakan pesawat ini seperti Danau Toba, Pulau Bawah Kepri, Pulau Derawan Kaltim, Raja Ampat, Wakatobi, dan Pulau Moyo.
baca juga: Jual 11 Unit Pesawat N219, PTDI Kantongi Rp1,2 Triliun
Potensi Kebutuhan
Feasibility study yang dilakukan Lapan bersama BPPT dan PT DI, termasuk di antaranya dari sisi marketing, menunjukkan keputusan membangun N219 Amphibious ini berdasarkan keyakinan pesawat jenis ini sangat dibutuhkan masyarakat atau audiens di Tanah Air dan berpotensi diserap pasar secara luas. Pesawat N219 Amphibious cocok dengan karakteristik geografi Nusantara dan demografi yang tersebar di pulau-pulau terpencil.
Secara keseluruhan N219 telah memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 44,69 persen, sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
baca juga: Pesawat Buatan Indonesia N219 Dibeli Perusahaan Logistik
Diperkirakan, harga yang dibanderol mencapai USD6,8 juta untuk N219 dan USD8 juta dolar untuk N219 Ampibhious. Jika dirupiahkan dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang saat ditulis sebesar 15,475.623, maka harga N219 Amphibious adalah sebesar hampir Rp124 miliar, sedangkan harga N219 adalah sekitar Rp105 miliar. Rencana awal, pesawat bisa dijual pada kisaran USD5 – 6 juta per unit. Harga ini relatif lebih murah dibandingkan dengan kompetitor, yakni pesawat Twin Otter buatan Kanada yang dipatok sekitar USD7 juta per unit.
Untuk diketahui, N219 Amphibious memiliki kecepatan hingga 296 km per jam pada ketinggian maksimal 10.000 kaki. Dengan beban 1560 kg, pesawat mampu menempuh jarak hingga 231 km, take-off untuk ketinggian 35 kaki dari darat membutuhkan jarak 500 meter, sedangkan dari air membutuhkan jarak hingga 1.400 meter.Adapun untuk landing dari ketinggian 50 kaki, N219 Amphibious membutuhkan jarak 590 meter untuk di darat, dan 760 meter untuk di laut. Dengan kemapuan take off dan landing di air, N219 Amphibious tidak membutuhkan landasan udara, namun sekadar water based port.
Baik N219 maupun N219 Amphibious memiliki keunggulan karena desainnya mengacu pada teknologi tahun 2000-an, sedangkan kompetitor desainnya adalah teknologi tahun 1960-an. Pesawat ini dapat dikendalikan dengan kecepatan rendah, yaitu 59 knot, hingga dapat dapat mendarat dalam jarak pendek di landasan sepanjang 600 meter. Untuk diketahui, N-219 menggunakan mesin PT6-42A, 850 shaft horse power (shp) buatan Kanada, baling-baling Hartzell buatan AS, dan sistem avionic Garmin 1000 buatanAS. Piranti tersebut dianggap terbaik di bidangnya dan efisien pemeliharaan.
Berdasar spefikasi kemampuan tersebut, N219 Amphibious sangat cocok melayani kebutuhan wilayah kepulauan yang tidak memiliki landasan udara. Berdasar penjelasan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, banyak daerah di Tanah Air memiliki potensi menggunakan pesawat ini seperti Danau Toba, Pulau Bawah Kepri, Pulau Derawan Kaltim, Raja Ampat, Wakatobi, dan Pulau Moyo.
baca juga: Jual 11 Unit Pesawat N219, PTDI Kantongi Rp1,2 Triliun