Pakar Hukum: Pelimpahan Berkas Perkara Firli Bahuri Tidak Gugurkan Praperadilan

Senin, 18 Desember 2023 - 20:06 WIB
loading...
Pakar Hukum: Pelimpahan...
Berkas perkara Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri telah dilimpahkan ke Kejati DKI Jakarta. Pelimpahan tersebut dinilai tidak menggugurkan praperadilan yang diajukan ke PN Jaksel. Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Berkas perkara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Pelimpahan tersebut dinilai tidak menggugurkan praperadilan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad mengungkapkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 102/PUU-XIII/2015 terkait hakikat praperadilan dan semangat yang terkandung dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP.



MK dalam putusan itu berpendapat bahwa oleh karena hakikat dari perkara permohonan praperadilan adalah untuk menguji apakah ada perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 dan perlindungan hak asasi manusia dari tersangka, sehingga tidaklah adil apabila ada permohonan praperadilan yang pemeriksaannya sudah dimulai atau sedang berlangsung menjadi gugur hanya karena perkara telah dilimpahkan dan telah dilakukan registrasi oleh pengadilan negeri.

“Padahal ketika perkara permohonan praperadilan sudah dimulai atau sedang berjalan, hanya diperlukan waktu paling lama 7 hari untuk dijatuhkan putusan terhadap perkara permohonan praperadilan tersebut,” ujarnya, Senin (18/12/2023).

Suparji menyampaikan ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum agar tidak terjadi dualisme hasil pemeriksaan, yaitu antara pemeriksaan yang sah yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dengan pemeriksaan yang diduga adanya tindak pidana yang dilakukan oleh pemohon sehingga diajukan praperadilan.

“Oleh karena itu, demi kepastian hukum dan keadilan, perkara praperadilan dinyatakan gugur ketika perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap perkara pokok yang dimohonkan praperadilan,” jelasnya.

Suparji mengatakan MK membedakan antara perkara praperadilan yang diperiksa pada saat sidang praperadilan dengan perkara pokok yang diperiksa pada saat setelah sidang pertama dibuka.

“Bagaimanapun pada hakikatnya, tidaklah boleh ada satu perkara pidana yang diperiksa secara bersamaan, yakni diperiksa di praperadilan sekaligus juga diperiksa pada saat setelah sidang pertama,” katanya.

Suparji mengungkapkan apabila sidang pertama pokok perkara dimulai maka permohonan praperadilan menjadi gugur. Menurut Suparji, Putusan MK Nomor 102/PUU-XIII/2015 tersebut bersifat erga omnes, yakni berlaku sebagai undang-undang.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1461 seconds (0.1#10.140)