Kunjungi Rumah Pengasingan Soekarno-Hatta di Rengasdengklok, Ganjar: Sejarah Penting Anak Muda
loading...
A
A
A
KARAWANG - Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo bertamu kediaman Djiauw Kie Siong di Dusun Bojong, Rengasdengklok , Kabupaten Karawang, Jumat, (15/12/2023). Diketahui, rumah tersebut merupakan tempat Presiden dan Wakil Presiden RI Pertama, Soekarno dan Mohammad Hatta diasingkan oleh golongan muda.
Datang bersama istrinya Siti Atikoh, Ganjar disambut oleh cucu Djiauw Kie Siong, Yanto Djuhari (71) dan keluarganya. Ganjar tampak melihat-lihat seisi rumah yang masih terawat.
Bekas rumah pengasingan Soekarno-Hatta tersebut didominasi kayu dan lantainya terbuat tanah liat. Terpampang pula foto-foto lawas Soekarno dan Hatta beserta anak-anaknya.
Ganjar mengatakan bahwa keberadaan rumah pengasingan ini merupakan sejarah penting bagi anak muda yang menginginkan Indonesia merdeka.
Dia menceritakan saat itu, tepatnya pada Kamis 16 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta berserta keluarganya diasingkan ke Rangasdengklok untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
"Bung Karno, Bu Fat (istri Soekarno, Fatmawati), Mas Guntur (anak Soekarno) masih kecil ada fotonya itu, di bawa ke sini, diminta oleh anak-anak muda untuk segera merdeka jangan mau dikasih sama Jepang, itu sebuah spirit patriotisme, dari anak-anak muda Indonesia pada saat itu," jelasnya.
Mantan Gubernur Jawa Tengah ini menuturkan sejarah tersebut seharusnya bisa ditiru oleh anak-anak muda saat ini. Semangat tersebut harus dijaga untuk kemajuan Indonesia.
"Semangat kemandirian, semangat perjuangan tidak selalu memberi, tidak berharap untuk diberi jadi kami bisa merebut dan kami bisa lakukan sendiri, dan kami tidak bisa didikte, woh itu keren anak muda," tutur Ganjar.
Untuk diketahui, peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta tersebut dilakukan oleh Soekarni, Aidit, Wikana, dan Chaerul Shaleh.
Awalnya, golongan muda yang dipimpin Chaerul Saleh mengadakan pertemuan di Gedung Lembaga Bakteriologi, Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, pada 15 Agustus 1945, malam hari. Pertemuan para pemuda tersebut untuk menyikapi kekalahan Jepang.
Dari pertemuan tersebut, dihasilkan kesepakatan bahwa para pemuda menginginkan Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan saat itu juga. Mereka juga menginginkan agar kemerdekaan bangsa Indonesia tanpa ada campur tangan dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pasalnya, golongan muda menilai PPKI merupakan bentukan Jepang. Setelah adanya kesepakatan tersebut, Wikana menemui Soekarno di Jalan Pengangsaan Timur Nomor 56. Wikana menyampaikan desakan dari para pemuda yang menginginkan kemerdekaan saat itu juga.
Namun, Soekarno menolak. Soekarno menyatakan tidak bisa melepas tanggung jawab sebagai Ketua PPKI. Setelah mendapat jawaban dari Soekarno, muncul lah inisiasi para pemuda untuk menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.
16 Agustus 1945, sekira pukul 03.00 WIB, para pemuda tersebut kemudian menculik Soekarno dan Hatta dari Jakarta ke Rengasdengklok, Karawang. Tujuan penculikan tersebut, salah satunya untuk agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh dengan Jepang.
Penculikan terhadap dua tokoh golongan tua tersebut dikomandoi oleh Shodanco Singgih. Di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali didesak oleh para pemuda untuk segera memproklamirkan kemerdekaan. Namun, Soekarno kukuh menolak.
Hingga akhirnya, terjadi kesepakatan bahwa kemerdekaan tidak akan ada campur tangan pihak Jepang, asalkan proklamasi dilaksanakan setelah Soekarno berada di Jakarta.
Dari hasil kesepakatan tersebut, Ahmad Soebardjo selaku pihak penengah antara golongan tua dan muda kemudian menjemput Soekarno dan Hatta di Rengasdengklok untuk kembali ke Jakarta.
Kepada para pemuda, Ahmad Soebardjo meyakini dirinya sebagai jaminan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilakukan dengan segera. Ahmad Soebardjo kemudian berhasil membawa Soekarno dan Hatta ke Jakarta.
Keesokan harinya, atau tepat pada Jumat 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56.
Datang bersama istrinya Siti Atikoh, Ganjar disambut oleh cucu Djiauw Kie Siong, Yanto Djuhari (71) dan keluarganya. Ganjar tampak melihat-lihat seisi rumah yang masih terawat.
Baca Juga
Bekas rumah pengasingan Soekarno-Hatta tersebut didominasi kayu dan lantainya terbuat tanah liat. Terpampang pula foto-foto lawas Soekarno dan Hatta beserta anak-anaknya.
Ganjar mengatakan bahwa keberadaan rumah pengasingan ini merupakan sejarah penting bagi anak muda yang menginginkan Indonesia merdeka.
Dia menceritakan saat itu, tepatnya pada Kamis 16 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta berserta keluarganya diasingkan ke Rangasdengklok untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
"Bung Karno, Bu Fat (istri Soekarno, Fatmawati), Mas Guntur (anak Soekarno) masih kecil ada fotonya itu, di bawa ke sini, diminta oleh anak-anak muda untuk segera merdeka jangan mau dikasih sama Jepang, itu sebuah spirit patriotisme, dari anak-anak muda Indonesia pada saat itu," jelasnya.
Mantan Gubernur Jawa Tengah ini menuturkan sejarah tersebut seharusnya bisa ditiru oleh anak-anak muda saat ini. Semangat tersebut harus dijaga untuk kemajuan Indonesia.
"Semangat kemandirian, semangat perjuangan tidak selalu memberi, tidak berharap untuk diberi jadi kami bisa merebut dan kami bisa lakukan sendiri, dan kami tidak bisa didikte, woh itu keren anak muda," tutur Ganjar.
Untuk diketahui, peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta tersebut dilakukan oleh Soekarni, Aidit, Wikana, dan Chaerul Shaleh.
Awalnya, golongan muda yang dipimpin Chaerul Saleh mengadakan pertemuan di Gedung Lembaga Bakteriologi, Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, pada 15 Agustus 1945, malam hari. Pertemuan para pemuda tersebut untuk menyikapi kekalahan Jepang.
Dari pertemuan tersebut, dihasilkan kesepakatan bahwa para pemuda menginginkan Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan saat itu juga. Mereka juga menginginkan agar kemerdekaan bangsa Indonesia tanpa ada campur tangan dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pasalnya, golongan muda menilai PPKI merupakan bentukan Jepang. Setelah adanya kesepakatan tersebut, Wikana menemui Soekarno di Jalan Pengangsaan Timur Nomor 56. Wikana menyampaikan desakan dari para pemuda yang menginginkan kemerdekaan saat itu juga.
Namun, Soekarno menolak. Soekarno menyatakan tidak bisa melepas tanggung jawab sebagai Ketua PPKI. Setelah mendapat jawaban dari Soekarno, muncul lah inisiasi para pemuda untuk menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.
16 Agustus 1945, sekira pukul 03.00 WIB, para pemuda tersebut kemudian menculik Soekarno dan Hatta dari Jakarta ke Rengasdengklok, Karawang. Tujuan penculikan tersebut, salah satunya untuk agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh dengan Jepang.
Penculikan terhadap dua tokoh golongan tua tersebut dikomandoi oleh Shodanco Singgih. Di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali didesak oleh para pemuda untuk segera memproklamirkan kemerdekaan. Namun, Soekarno kukuh menolak.
Hingga akhirnya, terjadi kesepakatan bahwa kemerdekaan tidak akan ada campur tangan pihak Jepang, asalkan proklamasi dilaksanakan setelah Soekarno berada di Jakarta.
Dari hasil kesepakatan tersebut, Ahmad Soebardjo selaku pihak penengah antara golongan tua dan muda kemudian menjemput Soekarno dan Hatta di Rengasdengklok untuk kembali ke Jakarta.
Kepada para pemuda, Ahmad Soebardjo meyakini dirinya sebagai jaminan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilakukan dengan segera. Ahmad Soebardjo kemudian berhasil membawa Soekarno dan Hatta ke Jakarta.
Keesokan harinya, atau tepat pada Jumat 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56.
(kri)