Harapkan Pemilu Luber dan Jurdil, Forum Advokat Awasi Netralitas Aparatur Negara

Kamis, 14 Desember 2023 - 11:32 WIB
loading...
Harapkan Pemilu Luber dan Jurdil, Forum Advokat Awasi Netralitas Aparatur Negara
Forum Advokat Pemantau Kecurangan Pemilu (FAPKP) bakal mengerahkan timnya untuk mengawasi netralitas aparatur negara. Foto/Ari Sandita
A A A
JAKARTA - Forum Advokat Pemantau Kecurangan Pemilu (FAPKP) bakal mengerahkan timnya untuk mengawasi netralitas aparatur negara. FAPKP ingin Pemilu 2024 berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil).

"Kami ingin menyelamatkan pemilu ini berlangsung secara luber dan jurdil. Dalam konteks apakah di situ ada dugaan keterlibatan dari aparat penegakan hukum, apakah kepolisian, kejaksaan atau hakim di situ, atau juga ada aparat sipil negara,” ujar Koordinator FAPKP Alvon Kurnia Palma, Rabu (13/12/2023).

Menurutnya, pengawasan pada netralitas aparatur negara itu perlu dilakukan lantaran adanya potensi terjadinya kecurangan dalam Pemilu 2024. Apalagi, belakangan ini berkembang isu tentang banyaknya ASN yang saling dukung-mendukung kepada paslon tertentu.



"Kenapa kami memilih itu, karena kami pernah mendengar di situ ada potensi-potensi masalah, diduga itu pernah dilakukan, oleh sebab itu kami ingin bermain di wilayah itu," tuturnya.

Dia mengatakan, tim itu juga bakal dikerahkan ke berbagai wilayah di Indonesia guna memantau agar Pemilu 2024 berjalan luber dan jurdil. Tim tersebut bakal bekerja sama dengan jaringan organisasi nonpemerintah dan mahasiswa sebagai civil society di wilayah tersebut, termasuk tokoh-tokoh lokal yang berpengaruh.

"Dalam waktu dekat, kami akan turun ke berbagai wilayah di Indonesia yang menurut kami perlu untuk dipantau secara khusus, di antaranya Jawa Tengah, Banten, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jawa Timur," jelasnya.

Dia menambahkan, semua itu dilakukan agar demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik. Setelah menerima laporan atau menemukan kecurangan dimaksud di lapangan, FAPKP bakal memberikan advokasi hingga membuat laporan pada pihak-pihak berwenang.

Dia menjelaskan, dibentuknya FAPKP karena kekhawatiran dugaan adanya pelanggaran atas prinsip pemilu luber dan jurdil. Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi latar belakang pembentukan forum tersebut.

Dia menerangkan, atas realitas itu, tak menutup kemungkinan patut juga diduga terjadi di kelembagaan lain, seperti APH dan ASN. Sehingga, FAPKP memandang perlu untuk melakukan beberapa program pemantauan pemilu jurdil dengan penekanan pada isu penting tentang netralitas APH dan ASN.

Dia menerangkan, nantinya hasil pemantauan yang dilakukan pihaknya itu bakal ditabulasikan dan diumumkan ke publik. Saat ini, FAPKP telah berkontribusi dalam memastikan pemilu yang menjalan prinsip luber dan jurdil dengan mendaftarkan gugatan pembatalan Surat Keputusan KPU Nomor 1623 tahun 2023 tentang Penetapan Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 ke Pengadilan Tatu Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Rabu, 6 Desember 2023.

"Telah diregistrasi oleh Mahkamah Agung melalui sistem pendaftaran online atau e-court Mahkamah Agung dengan Nomor Perkara: 637/G/2023/PTUN.JKT karena bertentangan dengan nilai, prinsip dan kaidah hukum sebagaimana negara hukum (rechtstate) adanya," jelasnya.

Alvon mengungkapkan, gugatan ini diajukan oleh dua pemohon warga, yakni Syukur Destielo Gulo yang berprofesi sebagai calon advokat muda atau asisten advokat dan seorang mahasiswa bernama Jhonatan Glen Pirma Panjaitan. Keduanya memberikan kuasa kepada FAPKP.

Gugatan itu diajukan lantaran Bawaslu tak merespons pengaduan yang diajukan pihaknya pada 16 November 2023 berkaitan persoalan tersebut. Adapun alasan diajukannya pemohonan ini, FAPKP memandang keputusan tata usaha negara (KTUN) objek sengketa yang dibuat berdasarkan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2023 tanpa mempertimbangkan Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 adalah cacat hukum subtansi dan prosedural.

KTUN sebagai objek sengketa yang berkonsekuensi batal demi hukum (nietig) atau setidaknya dapat dibatalkan (vernietig baar) karena melanggar asas legalitas, undang-undang dan asas-asas pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Berikutnya SK KPU sebagai objek tata usaha negara dianggap tidak berlandaskan pada asas legalitas, ketidakberpihakan, dan asas kecermatan.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2039 seconds (0.1#10.140)