Cegah Rekayasa Pemilu 2024, TPN Minta Kominfo dan BSSN hingga KPU Dalami Kebocoran Data
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud menyoroti Pemilu 2024 khususnya kebocoran data pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kini diperjualbelikan di situs internet. Kebocoran data tersebut dinilai menjadi pengingat kepada KPU untuk meningkatkan sistem keamanan data mereka.
"Kami berharap KPU secara serius menangani hal tersebut dan tentu saja segera berkoordinasi dengan pihak berwenang seperti BSSN. Langkah demikian dinilai bisa meredam berbagai spekulasi atas peretasan sistem keamanan data KPU itu," kata Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Todung mengatakan, koordinasi KPU dan BSSN diharapkan bisa mengungkap penyebab peretasan sistem keamanan data tersebut. Berdasarkan hasil itu pula, KPU bisa memperbaiki dan mencegah peretasan serupa di masa mendatang sehingga mampu meredam kekhawatiran sebagian pihak terkait hasil Pemilu 2024 kelak.
"Karena itu, saya harap KPU tidak memberikan pendapat sembarangan sebelum pihak yang berwenang seperti BSSN menyelesaikan penyelidikannya atas peretasan data KPU itu. Ini penting untuk perbaikan sistem keamanan data KPU untuk menekan kekhawatiran bahwa hasil Pemilu bisa direkayasa," ujar Todung.
Dalam rangka itu pula, kata Todung, TPN bersama TPD memperkuat pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu kali ini. Salah satu cara memperkuat pengawasan setiap proses Pemilu kali ini dengan melibatkan masyarakat secara aktif yang dinilai bisa membantu kerja-kerja Bawaslu.
"Kami di TPN dan TPD telah membuka posko-posko serta saluran telepon pengaduan dari masyarakat soal dugaan pelanggaran atau kecurangan Pemilu. Tujuannya untuk memastikan pemilu kita berjalan demokratis, luber serta jujur dan adil," ucap Todung.
Di samping itu, kata Todung, persoalan kebocoran data ini menjadi fenomena yang terus berulang di Indonesia. Celakanya, meski Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) sudah efektif berlaku, tapi tidak pernah ada yang bertanggung jawab secara hukum atas kebocoran data pribadi warga negara tersebut.
Karena itu, kata Todung, pihaknya berharap Kementerian Komunikasi dan Informatika dan BSSN segera berkoordinasi secara serius menangani kebocoran data pribadi warga negara khususnya data pemilih di KPU itu. Peristiwa kali ini menggambarkan sistem keamanan untuk melindungi data pribadi warga negara belum optimal dan masih lemah.
"Padahal aturan perundang-undangannya dan ancaman hukumannya sudah memadai. Jika memakai UU ITE, pidana menyebar data pribadi itu ancamannya 8-10 tahun penjara atau denda hingga Rp5 miliar. Sementara berdasarkan UU PDP ancamannya 4-5 tahun penjara atau denda hingga Rp5 miliar," tandas Todung.
Sebelumnya, akun anonim Jimbo di situs peretasan BreachForums mengunggah data yang diklaim diperoleh dari KPU (kpu.go.id) pada 27 November 2023. Jimbo mengaku memiliki lebih dari 250 juta (252.327.304) data. Usai penyaringan data terduplikasi, sisanya adalah 204.807.203 data unik, hampir sama dengan jumlah warga di Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU yang berjumlah 204.807.222 orang.
Jimbo pun menyediakan sekitar 500 ribu data sebagai sampel yang bisa dilihat para pengguna BreachForums. Sampel data tersebut memuat nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, hingga alamat. Jimbo menjual data tersebut dengan harga 2BTC atau US$ 74 ribu setara Rp1,14 miliar.
"Kami berharap KPU secara serius menangani hal tersebut dan tentu saja segera berkoordinasi dengan pihak berwenang seperti BSSN. Langkah demikian dinilai bisa meredam berbagai spekulasi atas peretasan sistem keamanan data KPU itu," kata Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Todung mengatakan, koordinasi KPU dan BSSN diharapkan bisa mengungkap penyebab peretasan sistem keamanan data tersebut. Berdasarkan hasil itu pula, KPU bisa memperbaiki dan mencegah peretasan serupa di masa mendatang sehingga mampu meredam kekhawatiran sebagian pihak terkait hasil Pemilu 2024 kelak.
"Karena itu, saya harap KPU tidak memberikan pendapat sembarangan sebelum pihak yang berwenang seperti BSSN menyelesaikan penyelidikannya atas peretasan data KPU itu. Ini penting untuk perbaikan sistem keamanan data KPU untuk menekan kekhawatiran bahwa hasil Pemilu bisa direkayasa," ujar Todung.
Dalam rangka itu pula, kata Todung, TPN bersama TPD memperkuat pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu kali ini. Salah satu cara memperkuat pengawasan setiap proses Pemilu kali ini dengan melibatkan masyarakat secara aktif yang dinilai bisa membantu kerja-kerja Bawaslu.
"Kami di TPN dan TPD telah membuka posko-posko serta saluran telepon pengaduan dari masyarakat soal dugaan pelanggaran atau kecurangan Pemilu. Tujuannya untuk memastikan pemilu kita berjalan demokratis, luber serta jujur dan adil," ucap Todung.
Di samping itu, kata Todung, persoalan kebocoran data ini menjadi fenomena yang terus berulang di Indonesia. Celakanya, meski Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) sudah efektif berlaku, tapi tidak pernah ada yang bertanggung jawab secara hukum atas kebocoran data pribadi warga negara tersebut.
Karena itu, kata Todung, pihaknya berharap Kementerian Komunikasi dan Informatika dan BSSN segera berkoordinasi secara serius menangani kebocoran data pribadi warga negara khususnya data pemilih di KPU itu. Peristiwa kali ini menggambarkan sistem keamanan untuk melindungi data pribadi warga negara belum optimal dan masih lemah.
"Padahal aturan perundang-undangannya dan ancaman hukumannya sudah memadai. Jika memakai UU ITE, pidana menyebar data pribadi itu ancamannya 8-10 tahun penjara atau denda hingga Rp5 miliar. Sementara berdasarkan UU PDP ancamannya 4-5 tahun penjara atau denda hingga Rp5 miliar," tandas Todung.
Sebelumnya, akun anonim Jimbo di situs peretasan BreachForums mengunggah data yang diklaim diperoleh dari KPU (kpu.go.id) pada 27 November 2023. Jimbo mengaku memiliki lebih dari 250 juta (252.327.304) data. Usai penyaringan data terduplikasi, sisanya adalah 204.807.203 data unik, hampir sama dengan jumlah warga di Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU yang berjumlah 204.807.222 orang.
Jimbo pun menyediakan sekitar 500 ribu data sebagai sampel yang bisa dilihat para pengguna BreachForums. Sampel data tersebut memuat nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, hingga alamat. Jimbo menjual data tersebut dengan harga 2BTC atau US$ 74 ribu setara Rp1,14 miliar.
(maf)