Mahfud MD: Banyak Orang Hanya Takut Pasal, tapi Tak Malu Langgar Etika
loading...
A
A
A
Berbicara soal Pancasila, Mahfud pun memuji peran Soekarno sebagai salah satu tokoh penting kemerdekaan Indonesia yang menggali Pancasila sehingga bisa menjadi fondasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Bung Karno itu adalah penggali dan perumus bersama-sama dengan beberapa orang terutama orang-orang inti di BPUPK merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar negara kita," jelasnya.
Mahfud menilai, Pancasila mengandung banyak sekali nilai yang bisa diterapkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Karena dia lahir dari sudut pandang nilai luhur yang tumbuh melalui berbagai bangsa Indonesia yang ada. Maka, banyak sekali istilah dan pengertian terhadap Pancasila di kalangan masyarakatnya.
"Pancasila banyak sekali sebutannya, bisa disebut ideologi, dasar negara, pandangan hidup bangsa, filsafat kehidupan bangsa, modus vivendi bangsa, tempat berangkat dan tujuan bangsa. Jadi banyak sekali tujuan Pancasila, karena di dalam Pancasila banyak mengandung nilai-nilai luhur berbangsa dan bernegara," paparnya
Kemudian dari Pancasila itu, bahwa norma dan hukum bisa muncul. Di mana nama norma yang telah dilegalisasi maka muncul sebagai hukum dengan semua aspek turunannya, baik itu menjadi UUD, UU lainnya, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri hingga Peraturan Pemerintah Daerah.
"Kalau Pancasila disebut sebagai dasar negara, maka yang lahir adalah aturan hukum. Kalau Pancasila selain dasar negara, itu yang lahir etika. Jadi hukum itu hanya lahir dari Pancasila sebagai dasar negara, maka Pancasila disebut sumber dari segala sumber," katanya.
Mahfud juga memberikan penjelasan tentang perbedaan hukum dan norma. Menurutnya, hukum adalah sesuatu yang lahir dari norma yang dilegalisasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Dampak dari pelanggaran hukum positif adalah sanksi hukum.
Sementara pelanggar norma, negara tidak bisa menjerat dengan pelanggarnya dengan hukum positif, akan tetapi akan muncul sanksi sosial yang disebut dengan istilah sanksi otonom.
"Kalau hukum, sanksinya heteronom, saudara melanggar (maka) ditindak negara. Tapi kalau norma hukum sanksinya berdasarkan bisikan nurani, merasa dosa, kalau pelanggaran norma itu semakin besar maka semakin besar juga rasa penyesalannya, kemudian pengucilan sosial," bebernya.
Oleh sebab itu, Mahfud pun mendorong agar pendidikan moral hukum bisa dikembangkan lagi dan diterapkan di dunia pendidikan, khususnya fakultas hukum.
"Bung Karno itu adalah penggali dan perumus bersama-sama dengan beberapa orang terutama orang-orang inti di BPUPK merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar negara kita," jelasnya.
Mahfud menilai, Pancasila mengandung banyak sekali nilai yang bisa diterapkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Karena dia lahir dari sudut pandang nilai luhur yang tumbuh melalui berbagai bangsa Indonesia yang ada. Maka, banyak sekali istilah dan pengertian terhadap Pancasila di kalangan masyarakatnya.
"Pancasila banyak sekali sebutannya, bisa disebut ideologi, dasar negara, pandangan hidup bangsa, filsafat kehidupan bangsa, modus vivendi bangsa, tempat berangkat dan tujuan bangsa. Jadi banyak sekali tujuan Pancasila, karena di dalam Pancasila banyak mengandung nilai-nilai luhur berbangsa dan bernegara," paparnya
Kemudian dari Pancasila itu, bahwa norma dan hukum bisa muncul. Di mana nama norma yang telah dilegalisasi maka muncul sebagai hukum dengan semua aspek turunannya, baik itu menjadi UUD, UU lainnya, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri hingga Peraturan Pemerintah Daerah.
"Kalau Pancasila disebut sebagai dasar negara, maka yang lahir adalah aturan hukum. Kalau Pancasila selain dasar negara, itu yang lahir etika. Jadi hukum itu hanya lahir dari Pancasila sebagai dasar negara, maka Pancasila disebut sumber dari segala sumber," katanya.
Mahfud juga memberikan penjelasan tentang perbedaan hukum dan norma. Menurutnya, hukum adalah sesuatu yang lahir dari norma yang dilegalisasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Dampak dari pelanggaran hukum positif adalah sanksi hukum.
Sementara pelanggar norma, negara tidak bisa menjerat dengan pelanggarnya dengan hukum positif, akan tetapi akan muncul sanksi sosial yang disebut dengan istilah sanksi otonom.
"Kalau hukum, sanksinya heteronom, saudara melanggar (maka) ditindak negara. Tapi kalau norma hukum sanksinya berdasarkan bisikan nurani, merasa dosa, kalau pelanggaran norma itu semakin besar maka semakin besar juga rasa penyesalannya, kemudian pengucilan sosial," bebernya.
Oleh sebab itu, Mahfud pun mendorong agar pendidikan moral hukum bisa dikembangkan lagi dan diterapkan di dunia pendidikan, khususnya fakultas hukum.