Mahfud MD: Banyak Orang Hanya Takut Pasal, tapi Tak Malu Langgar Etika
loading...
A
A
A
JAKARTA - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD memberikan orasi ilmiahnya pada acara wisuda Universitas Bung Karno, di JIEXPO, Kemayoran, Jakarta, Kamis (30/11/2023). Dalam kesempatan itu, dia menyatakan, pekerjaan rumah Indonesia saat ini adalah memastikan seluruh masyarakatnya tidak hanya taat pada hukum, tapi taat pada norma yang ada.
“Kita punya hukum tetapi hukum kita itu sangat mengecewakan, masih terjadi ketidakadilan di mana-mana. Penegakan hukum juga ditandai oleh berbagai transaksi, jual beli kasus, jual beli vonis,” kata Mahfud.
Mahfud yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini mengatakan, rusaknya hukum di Indonesia karena banyak orang yang hanya takut dan tunduk pada pasal-pasal yang ada, namun mengabaikan norma dari hukum tersebut.
"Lalu apa yang tidak ada di sini, tidak ada etika dan moral yang seharusnya menjadi dasar dari penegakan hukum," ujarnya.
Menurutnya, dalam praktik hukum banyak sekali permainan pasal. Bahkan, untuk menjerat seseorang atau mengadili pihak tertentu, pasal-pasal acapkali muncul karena pesanan.
Selain itu, proses penyidikan pun sudah ada transaksi dan pengaturan. Kemudian maju ke kejaksaan juga tidak sedikit yang melakukan manuver untuk memanipulasi hukum, hingga berakhir pada vonis di pengadilan.
"Sehingga orang banyak melanggar hukum karena takut pasal-pasal hukum tapi tidak takut melanggar etika dan moral, tidak tahu malu melanggar etika dan moral," terangnya.
Mahfud menyebut, ironi tersebut harus dipahami dan direfleksikan untuk memperbaiki hukum di Indonesia, sehingga tidak sekadar berjalan sesuai formalitas semata, namun penerapan norma-norma juga dikedepankan.
"Kalau kita ingin menjadi bangsa yang baik, ikuti Pancasila dari sisi-sisi selain hukumnya, karena nafas hukumnya lebih banyak di luar hukum. Kalau hanya takut dengan hukum maka anda bisa menipu dengan hukum, bisa berdagang dengan hukum, dan lain-lain," tuturnya.
Berbicara soal Pancasila, Mahfud pun memuji peran Soekarno sebagai salah satu tokoh penting kemerdekaan Indonesia yang menggali Pancasila sehingga bisa menjadi fondasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Bung Karno itu adalah penggali dan perumus bersama-sama dengan beberapa orang terutama orang-orang inti di BPUPK merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar negara kita," jelasnya.
Mahfud menilai, Pancasila mengandung banyak sekali nilai yang bisa diterapkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Karena dia lahir dari sudut pandang nilai luhur yang tumbuh melalui berbagai bangsa Indonesia yang ada. Maka, banyak sekali istilah dan pengertian terhadap Pancasila di kalangan masyarakatnya.
"Pancasila banyak sekali sebutannya, bisa disebut ideologi, dasar negara, pandangan hidup bangsa, filsafat kehidupan bangsa, modus vivendi bangsa, tempat berangkat dan tujuan bangsa. Jadi banyak sekali tujuan Pancasila, karena di dalam Pancasila banyak mengandung nilai-nilai luhur berbangsa dan bernegara," paparnya
Kemudian dari Pancasila itu, bahwa norma dan hukum bisa muncul. Di mana nama norma yang telah dilegalisasi maka muncul sebagai hukum dengan semua aspek turunannya, baik itu menjadi UUD, UU lainnya, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri hingga Peraturan Pemerintah Daerah.
"Kalau Pancasila disebut sebagai dasar negara, maka yang lahir adalah aturan hukum. Kalau Pancasila selain dasar negara, itu yang lahir etika. Jadi hukum itu hanya lahir dari Pancasila sebagai dasar negara, maka Pancasila disebut sumber dari segala sumber," katanya.
Mahfud juga memberikan penjelasan tentang perbedaan hukum dan norma. Menurutnya, hukum adalah sesuatu yang lahir dari norma yang dilegalisasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Dampak dari pelanggaran hukum positif adalah sanksi hukum.
Sementara pelanggar norma, negara tidak bisa menjerat dengan pelanggarnya dengan hukum positif, akan tetapi akan muncul sanksi sosial yang disebut dengan istilah sanksi otonom.
"Kalau hukum, sanksinya heteronom, saudara melanggar (maka) ditindak negara. Tapi kalau norma hukum sanksinya berdasarkan bisikan nurani, merasa dosa, kalau pelanggaran norma itu semakin besar maka semakin besar juga rasa penyesalannya, kemudian pengucilan sosial," bebernya.
Oleh sebab itu, Mahfud pun mendorong agar pendidikan moral hukum bisa dikembangkan lagi dan diterapkan di dunia pendidikan, khususnya fakultas hukum.
"Ke depan, kita perlu penegakan etika dan norma melalui pendidikan moral Pancasila. Baik secara resmi melalui kurikulum seperti pendidikan moral Pancasila, dalam rangka character building," tandasnya.
Lihat Juga: Bocoran Mahfud MD soal Penanganan Judi Online di Komdigi: Akan Sampai ke Otak dan Jantung Pelaku
“Kita punya hukum tetapi hukum kita itu sangat mengecewakan, masih terjadi ketidakadilan di mana-mana. Penegakan hukum juga ditandai oleh berbagai transaksi, jual beli kasus, jual beli vonis,” kata Mahfud.
Mahfud yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini mengatakan, rusaknya hukum di Indonesia karena banyak orang yang hanya takut dan tunduk pada pasal-pasal yang ada, namun mengabaikan norma dari hukum tersebut.
"Lalu apa yang tidak ada di sini, tidak ada etika dan moral yang seharusnya menjadi dasar dari penegakan hukum," ujarnya.
Menurutnya, dalam praktik hukum banyak sekali permainan pasal. Bahkan, untuk menjerat seseorang atau mengadili pihak tertentu, pasal-pasal acapkali muncul karena pesanan.
Selain itu, proses penyidikan pun sudah ada transaksi dan pengaturan. Kemudian maju ke kejaksaan juga tidak sedikit yang melakukan manuver untuk memanipulasi hukum, hingga berakhir pada vonis di pengadilan.
"Sehingga orang banyak melanggar hukum karena takut pasal-pasal hukum tapi tidak takut melanggar etika dan moral, tidak tahu malu melanggar etika dan moral," terangnya.
Mahfud menyebut, ironi tersebut harus dipahami dan direfleksikan untuk memperbaiki hukum di Indonesia, sehingga tidak sekadar berjalan sesuai formalitas semata, namun penerapan norma-norma juga dikedepankan.
"Kalau kita ingin menjadi bangsa yang baik, ikuti Pancasila dari sisi-sisi selain hukumnya, karena nafas hukumnya lebih banyak di luar hukum. Kalau hanya takut dengan hukum maka anda bisa menipu dengan hukum, bisa berdagang dengan hukum, dan lain-lain," tuturnya.
Berbicara soal Pancasila, Mahfud pun memuji peran Soekarno sebagai salah satu tokoh penting kemerdekaan Indonesia yang menggali Pancasila sehingga bisa menjadi fondasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Bung Karno itu adalah penggali dan perumus bersama-sama dengan beberapa orang terutama orang-orang inti di BPUPK merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar negara kita," jelasnya.
Mahfud menilai, Pancasila mengandung banyak sekali nilai yang bisa diterapkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Karena dia lahir dari sudut pandang nilai luhur yang tumbuh melalui berbagai bangsa Indonesia yang ada. Maka, banyak sekali istilah dan pengertian terhadap Pancasila di kalangan masyarakatnya.
"Pancasila banyak sekali sebutannya, bisa disebut ideologi, dasar negara, pandangan hidup bangsa, filsafat kehidupan bangsa, modus vivendi bangsa, tempat berangkat dan tujuan bangsa. Jadi banyak sekali tujuan Pancasila, karena di dalam Pancasila banyak mengandung nilai-nilai luhur berbangsa dan bernegara," paparnya
Kemudian dari Pancasila itu, bahwa norma dan hukum bisa muncul. Di mana nama norma yang telah dilegalisasi maka muncul sebagai hukum dengan semua aspek turunannya, baik itu menjadi UUD, UU lainnya, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri hingga Peraturan Pemerintah Daerah.
"Kalau Pancasila disebut sebagai dasar negara, maka yang lahir adalah aturan hukum. Kalau Pancasila selain dasar negara, itu yang lahir etika. Jadi hukum itu hanya lahir dari Pancasila sebagai dasar negara, maka Pancasila disebut sumber dari segala sumber," katanya.
Mahfud juga memberikan penjelasan tentang perbedaan hukum dan norma. Menurutnya, hukum adalah sesuatu yang lahir dari norma yang dilegalisasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Dampak dari pelanggaran hukum positif adalah sanksi hukum.
Sementara pelanggar norma, negara tidak bisa menjerat dengan pelanggarnya dengan hukum positif, akan tetapi akan muncul sanksi sosial yang disebut dengan istilah sanksi otonom.
"Kalau hukum, sanksinya heteronom, saudara melanggar (maka) ditindak negara. Tapi kalau norma hukum sanksinya berdasarkan bisikan nurani, merasa dosa, kalau pelanggaran norma itu semakin besar maka semakin besar juga rasa penyesalannya, kemudian pengucilan sosial," bebernya.
Oleh sebab itu, Mahfud pun mendorong agar pendidikan moral hukum bisa dikembangkan lagi dan diterapkan di dunia pendidikan, khususnya fakultas hukum.
"Ke depan, kita perlu penegakan etika dan norma melalui pendidikan moral Pancasila. Baik secara resmi melalui kurikulum seperti pendidikan moral Pancasila, dalam rangka character building," tandasnya.
Lihat Juga: Bocoran Mahfud MD soal Penanganan Judi Online di Komdigi: Akan Sampai ke Otak dan Jantung Pelaku
(rca)