Jaga Netralitas, Butuh Peran Masyarakat Awasi Kerja KPU dan Bawaslu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masa kampanye Pemilu 2024 resmi dimulai, Selasa (28/11/2023) hari ini. Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo mengajak masyarakat mengawasi kerja-kerja lembaga penyelenggara Pemilu , seperti Bawaslu dan KPU agar tidak memberi keistimewaan pada paslon tertentu.
"Maka yang harus didorong adalah Bawaslu, harus memainkan peranan untuk menjalankan tugas, mengawasi agar tidak terjadi penyimpangan dan tidak memberi keistimewaan kepada calon tertentu atau membiarkan pelanggaran itu terjadi," kata Romo Benny di Jakarta, Senin (27/11/2023).
Pemilu yang jujur dan adil (jurdil) hanya mungkin terjadi kalau masyarakat bersama-sama mengawasi jalannya pemilu dan penyelenggara pemilu agar bertindak netral dan tidak berpihak.
"Jadi, Bawaslu harus berperan secara aktif, kalau Bawaslu tidak aktif, maka masyarakat harus mengingatkan, menegur, mengkritik, bahkan bisa memberikan mosi tidak percaya kepada Bawaslu karena Bawaslu tidak menjalankan tugasnya dengan benar," kata Romo Benny.
Tugas pengawasan berlapis oleh Bawaslu maupun masyarakat sipil harus dilakukan demi keadaban bangsa dan terciptanya sebuah pemerintahan yang memiliki kepercayaan di mata rakyat.
"Kalau pemilu tahun ini dipenuhi dengan kecurangan, ketidakbahagian publik, dan pemilu itu penuh dengan cacat, maka jalannya pemerintahan akan terganggu, maka jangan kita mempermainkan pemilu dengan menggunakan cara-cara yang penuh manipulatif," katanya.
Jika semua pihak berkomitmen untuk menjaga jalannya pemilu yang Luber-Jurdil, maka netralitas bukan sekadar jargon. Pemilu dapat menjadi pesta demokrasi yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Romo Benny, yang juga rohaniawan Katolik ini menambahkan, elemen masyarakat di sini termasuk tokoh agama. "Peranan tokoh agama memberikan kesejukan, pendidikan politik, dan paling penting bagaimana tokoh agama memberikan kesejukan dan tidak memprovokasi, tetapi memberikan kecerahan, agar pemilu yang adil dan damai, dan kita bersama-sama mengawalnya," katanya.
Sementara itu, Ketua PBNU KH Ahmad Fahrurrozi (Gus Fahrur) berharap para penyelenggara pemilu mengedepankan kejujuran dalam menjalankan tugas.
"Ya kita sangat berharap dan mengimbau bahwasanya kejujuran itu modal utama dalam bernegara. Kunci keselamatan itu kejujuran. Makanya kita berharap semuanya mengutamakan kejujuran, hati nurani, agar terpilih pemimpin yang kredibel," katanya.
Menurut Gus Fahrur, ketika proses pemilihan pemimpin melanggar aturan dan tidak sesuai asas luber dan jurdil, maka akan menghasilkan pemimpin yang kurang legitimasi.
"Kalau prosesnya ada yang tidak benar, itu kan kurang legitimate di masyarakat. Oleh karena itu kita berharap penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu, semua yang terlibat berkomitmen bersama-sama dalam menjalankan amanah rakyat ini," katanya.
Ia juga meminta masyarakat terlibat aktif dalam proses pemilihan umum. Menurutnya, jika masyarakat abai terhadap pemilu, maka justru mereka yang merugi karena mendapat pemimpin dan pemerintahan yang kurang kredibel dan terlegitimasi.
"Semua harus terlibat. Justru kalau kita tidak ikut aktif mengawasi, mengawal proses ini, ya kita akan rugi lima tahun," katanya.
Karena itu, Gus Fahrur meminta agar publik tidak pesimistis di tengah isu kecurangan dan ketidaknetralan Pemilu 2024.
"Justru kita harus, ini kewajiban, untuk ikut dalam mengawasi. Jangan pesimistis, kita masih yakin masih banyak orang yang mempunyai hati nurani," katanya.
"Maka yang harus didorong adalah Bawaslu, harus memainkan peranan untuk menjalankan tugas, mengawasi agar tidak terjadi penyimpangan dan tidak memberi keistimewaan kepada calon tertentu atau membiarkan pelanggaran itu terjadi," kata Romo Benny di Jakarta, Senin (27/11/2023).
Pemilu yang jujur dan adil (jurdil) hanya mungkin terjadi kalau masyarakat bersama-sama mengawasi jalannya pemilu dan penyelenggara pemilu agar bertindak netral dan tidak berpihak.
"Jadi, Bawaslu harus berperan secara aktif, kalau Bawaslu tidak aktif, maka masyarakat harus mengingatkan, menegur, mengkritik, bahkan bisa memberikan mosi tidak percaya kepada Bawaslu karena Bawaslu tidak menjalankan tugasnya dengan benar," kata Romo Benny.
Tugas pengawasan berlapis oleh Bawaslu maupun masyarakat sipil harus dilakukan demi keadaban bangsa dan terciptanya sebuah pemerintahan yang memiliki kepercayaan di mata rakyat.
"Kalau pemilu tahun ini dipenuhi dengan kecurangan, ketidakbahagian publik, dan pemilu itu penuh dengan cacat, maka jalannya pemerintahan akan terganggu, maka jangan kita mempermainkan pemilu dengan menggunakan cara-cara yang penuh manipulatif," katanya.
Jika semua pihak berkomitmen untuk menjaga jalannya pemilu yang Luber-Jurdil, maka netralitas bukan sekadar jargon. Pemilu dapat menjadi pesta demokrasi yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Romo Benny, yang juga rohaniawan Katolik ini menambahkan, elemen masyarakat di sini termasuk tokoh agama. "Peranan tokoh agama memberikan kesejukan, pendidikan politik, dan paling penting bagaimana tokoh agama memberikan kesejukan dan tidak memprovokasi, tetapi memberikan kecerahan, agar pemilu yang adil dan damai, dan kita bersama-sama mengawalnya," katanya.
Sementara itu, Ketua PBNU KH Ahmad Fahrurrozi (Gus Fahrur) berharap para penyelenggara pemilu mengedepankan kejujuran dalam menjalankan tugas.
"Ya kita sangat berharap dan mengimbau bahwasanya kejujuran itu modal utama dalam bernegara. Kunci keselamatan itu kejujuran. Makanya kita berharap semuanya mengutamakan kejujuran, hati nurani, agar terpilih pemimpin yang kredibel," katanya.
Menurut Gus Fahrur, ketika proses pemilihan pemimpin melanggar aturan dan tidak sesuai asas luber dan jurdil, maka akan menghasilkan pemimpin yang kurang legitimasi.
"Kalau prosesnya ada yang tidak benar, itu kan kurang legitimate di masyarakat. Oleh karena itu kita berharap penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu, semua yang terlibat berkomitmen bersama-sama dalam menjalankan amanah rakyat ini," katanya.
Ia juga meminta masyarakat terlibat aktif dalam proses pemilihan umum. Menurutnya, jika masyarakat abai terhadap pemilu, maka justru mereka yang merugi karena mendapat pemimpin dan pemerintahan yang kurang kredibel dan terlegitimasi.
"Semua harus terlibat. Justru kalau kita tidak ikut aktif mengawasi, mengawal proses ini, ya kita akan rugi lima tahun," katanya.
Karena itu, Gus Fahrur meminta agar publik tidak pesimistis di tengah isu kecurangan dan ketidaknetralan Pemilu 2024.
"Justru kita harus, ini kewajiban, untuk ikut dalam mengawasi. Jangan pesimistis, kita masih yakin masih banyak orang yang mempunyai hati nurani," katanya.
(abd)