BPJS Kesehatan Defisit

Selasa, 28 November 2017 - 07:37 WIB
BPJS Kesehatan Defisit
BPJS Kesehatan Defisit
A A A
MESKI Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit keuangan yang diperkirakan mencapai Rp9 triliun hingga akhir tahun ini, dipastikan tidak akan menaikkan iuran kepesertaan. Saat ini BPJS Kesehatan bersama kementerian dan lembaga terkait sedang mencari jalan keluar guna mengatasi defisit keuangan tersebut.

Sebelumnya berembus kabar bahwa manajemen BPJS Kesehatan sedang kelimpungan bagaimana mengatasi defisit keuangan yang nilainya cukup besar itu. Direktur Utama BPJS Fachmi Idris tidak menampik kabar defisit keuangan itu, namun diakui angkanya tidak akurat. Angka defisit keuangan diperkirakan berada di bawah Rp7 triliun atau angka resminya baru bisa dilihat akhir Desember 2017.

Dihitung dari mana, dengan cara apa, pun BPJS Kesehatan pasti mencatat defisit keuangan. Munculnya defisit keuangan disebabkan biaya klaim lebih besar ketimbang pendapatan iuran. Pembayaran iuran peserta tidak sesuai perhitungan. Sebagai contoh, iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) seharusnya membayar Rp36.000 per bulan, namun hanya membayar Rp23.000 per bulan, terdapat selisih sekitar Rp13.000 per bulan yang jumlahnya puluhan juta peserta.

Untuk menambal defisit yang mewarnai setiap akhir tahun, manajemen BPJS Kesehatan memang tidak tinggal diam. Satu di antara program yang sedang dikaji adalah pelibatan peserta BPJS Kesehatan untuk mendanai biaya perawatan (cost sharing) sebanyak delapan jenis penyakit dengan perawatan medis yang lama dan berbiaya tinggi (katastropik).

Delapan jenis penyakit yang dimaksud adalah jantung, stroke, kanker, gagal ginjal, sirosis hati, leukimia, talasemia, dan hemofilia. Selain itu, ada juga wacana untuk melibatkan pemerintah daerah dengan mewajibkan menyisihkan minimal sekitar 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk anggaran kesehatan.

Di luar dugaan, program cost sharing yang masih berupa wacana tiba-tiba menjadi perdebatan publik yang panas. Berkembang pemberitaan bahwa BPJS Kesehatan sudah tidak menanggung lagi delapan penyakit katastropik. Kontan, Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat sibuk memberi bantahan. Nopi mencoba meluruskan pada persoalan yang sebenarnya.

Sebelumnya pihak BPJS Kesehatan dalam sebuah diskusi memaparkan perkembangan pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dipaparkan berbagai contoh pengelolaan JKN pada sejumlah negara di antaranya Jepang, Korea, dan Jerman yang telah menerapkan cost sharing. Contoh ideal tersebut tidak tertutup kemungkinan diterapkan di negeri ini dan sedang dipikirkan sebagai bagian dari upaya mengatasi defisit keuangan.

Bicara soal penyakit katastropik, Pucuk Pimpinan BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengakui pembiayaannya sangat menguras kantong lembaganya. Data BPJS Kesehatan menunjukkan untuk periode Januari hingga September tercatat peserta yang menderita penyakit jantung mencapai 7,08 juta kasus dengan klaim Rp6,51 triliun.

Tahun sebelumnya penderita penyakit jantung 6,52 juta kasus yang menelan biaya Rp7,48 triliun. Adapun penderita delapan penyakit katastropik terdapat 10,80 juta kasus dengan biaya klaim mencapai Rp12,29 triliun sepanjang Januari hingga September 2017. Alokasi dana untuk delapan penyakit katastropik tersebut setara dengan 19,68% dari seluruh biaya pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan hingga September 2017.

Langkah manajemen BPJS Kesehatan yang terus merumuskan program strategis untuk menambal defisit keuangan layak diberi apresiasi. Hanya, program yang harus dirumuskan jangan sampai terlalu ekstrem dalam pengertian melenceng jauh dari visi dan misi BPJS Kesehatan untuk memberi pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat, terutama masyarakat berpendapatan rendah.

Contohnya, program cost sharing boleh saja diwacanakan, tetapi itu program jangka panjang ketika pendapatan masyarakat sudah memadai disisihkan untuk kesehatan. Jangankan melibatkan pembiayaan untuk penyakit katastropik, persoalan membayar iuran pun masih banyak yang nyangkut karena tidak mampu.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5530 seconds (0.1#10.140)