Partai Berkarya 'Dipecah' Agar Tak Ada Oposisi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Beringin Karya (Berkarya) telah terpecah menjadi dua kubu, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto dengan Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono atau Muchdi PR. Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pun dikabarkan telah menerbitkan surat keputusan (SK) tentang pengesahan kepengurusan Kubu Muchdi PR.
Diketahui, Tommy Soeharto bersama Partai Berkarya mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno di Pilpres 2019 lalu. Sedangkan Muchdi PR memilih mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin memberikan pandangan atau prediksinya terkait 'dipecahnya' Partai Berkarya ini. "Tujuannya agar tak ada oposisi. Meminimalisir pihak-pihak yang dianggap tak pro pemerintah. Biasanya kekuasaan itu ingin take all, ingin ambil semua," ujar Ujang Komarudin kepada SINDOnews, Jumat (7/8/2020).( ).
Ujang menambahkan, begitu juga pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah pun digiring untuk mendukung pemerintah. "Agar pemerintah nyenyak tidur saja. Karena tak akan banyak yang berani mengkritik," pungkas pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia ini.( ).
Diketahui, Tommy Soeharto bersama Partai Berkarya mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno di Pilpres 2019 lalu. Sedangkan Muchdi PR memilih mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin memberikan pandangan atau prediksinya terkait 'dipecahnya' Partai Berkarya ini. "Tujuannya agar tak ada oposisi. Meminimalisir pihak-pihak yang dianggap tak pro pemerintah. Biasanya kekuasaan itu ingin take all, ingin ambil semua," ujar Ujang Komarudin kepada SINDOnews, Jumat (7/8/2020).( ).
Ujang menambahkan, begitu juga pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah pun digiring untuk mendukung pemerintah. "Agar pemerintah nyenyak tidur saja. Karena tak akan banyak yang berani mengkritik," pungkas pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia ini.( ).
(zik)