Kepala BNPT: Pendidikan Kebangsaan Cegah Ideologi Radikal Terorisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pendidikan kebangsaan harus terus ditingkatkan dalam rangka membangun ketahanan nasional untuk melawan berbagai serangan ideologi transnasional yang mengancam keutuhan NKRI.
Selain mendapat pendidikan kebangsaan, mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa harus terus meneladani semangat dan daya juang para pahlawan bangsa saat merebut kemerdekaan Republik Indonesia dulu.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT ) Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel mengungkapkan hal itu saat memberikan kuliah umum di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Banyumas.
“Ada empat alasan mengapa pendidikan kebangsaan itu penting kaitannya dengan pencegahan ideologi radikal terorisme. Pertama, radikalisme dan terorisme tidak sesuai dan mengancam keutuhan NKRI. Kedua, paham radikalisme-terorisme merusak peradaban umat manusia dan merobek-robek human kind,” ujar Rycko dikutip Selasa (21/11/2023).
Ketiga, lanjut Rycko, sasaran utama radikalisme dan terorisme adalah perempuan, anak, dan remaja. Keempat, paham radikalisme dan terorisme memanipulasi kesucian simbol dan atribut agama untuk kepentingan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara atas nama agama.
“Radikalisme terorisme tidak sesuai dan mengancam keutuhan NKRI karena berasal dari bibit intoleran yang tidak dapat menerima perbedaan, padahal fitrah manusia adalah menjadi berbeda. Sikap Intoleran saja sudah tidak sesuai kompatibel dengan konsep kebangsaan Bhinneka Tunggal Ika,” terangnya.
Kepala BNPT menambahkan bahwa radikalisme terorisme mengajarkan kekerasan dan kebiadaban, serta merusak peradaban, menghancurkan manusia yang sudah mempunyai adab. Mereka hidup dengan barbar, di mana yang kuat akan menang, tidak menghargai perempuan, dan membenarkan apapun atas nama agama.
“BNPT bersama beberapa peneliti sudah melakukan penelitian tren sikap toleransi siswa dari tahun ke tahun. Hasilnya terjadi migrasi signifikan di antara para remaja SMA di antara 2016-2023. Peningkatan dari intoleran menjadi intoleran pasif, peningkatan juga dari pasif menjadi intoleran aktif, peningkatan dari pasif menjadi kelompok terpapar,” tutur mantan Kelemdiklat Polri ini.
Selain mendapat pendidikan kebangsaan, mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa harus terus meneladani semangat dan daya juang para pahlawan bangsa saat merebut kemerdekaan Republik Indonesia dulu.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT ) Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel mengungkapkan hal itu saat memberikan kuliah umum di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Banyumas.
“Ada empat alasan mengapa pendidikan kebangsaan itu penting kaitannya dengan pencegahan ideologi radikal terorisme. Pertama, radikalisme dan terorisme tidak sesuai dan mengancam keutuhan NKRI. Kedua, paham radikalisme-terorisme merusak peradaban umat manusia dan merobek-robek human kind,” ujar Rycko dikutip Selasa (21/11/2023).
Ketiga, lanjut Rycko, sasaran utama radikalisme dan terorisme adalah perempuan, anak, dan remaja. Keempat, paham radikalisme dan terorisme memanipulasi kesucian simbol dan atribut agama untuk kepentingan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara atas nama agama.
“Radikalisme terorisme tidak sesuai dan mengancam keutuhan NKRI karena berasal dari bibit intoleran yang tidak dapat menerima perbedaan, padahal fitrah manusia adalah menjadi berbeda. Sikap Intoleran saja sudah tidak sesuai kompatibel dengan konsep kebangsaan Bhinneka Tunggal Ika,” terangnya.
Kepala BNPT menambahkan bahwa radikalisme terorisme mengajarkan kekerasan dan kebiadaban, serta merusak peradaban, menghancurkan manusia yang sudah mempunyai adab. Mereka hidup dengan barbar, di mana yang kuat akan menang, tidak menghargai perempuan, dan membenarkan apapun atas nama agama.
“BNPT bersama beberapa peneliti sudah melakukan penelitian tren sikap toleransi siswa dari tahun ke tahun. Hasilnya terjadi migrasi signifikan di antara para remaja SMA di antara 2016-2023. Peningkatan dari intoleran menjadi intoleran pasif, peningkatan juga dari pasif menjadi intoleran aktif, peningkatan dari pasif menjadi kelompok terpapar,” tutur mantan Kelemdiklat Polri ini.