Pemerintah Bentuk Satgas untuk Tekan Kasus Kekerasan Anak di Sekolah

Senin, 13 November 2023 - 23:33 WIB
loading...
Pemerintah Bentuk Satgas...
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Chatarina Muliana. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) di daerah untuk menekan kasus kekerasan anak . Satgas tersebut dibentuk pada Agustus 2023.

Hal ini diungkapkan Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ( Kemendikbudristek ) Chatarina Muliana dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema "Negara Hadir Atasi Darurat Kekerasan Anak"

Chatarina menjelaskan, pembentukan satgas tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah.

"Pembentukan satgas diikuti dengan pembentukan tim di setiap sekolah, yang dibantu dengan berbagai bimbingan teknis (bimtek) untuk pelaksanaan yang lebih efektif," ujarnya, Senin (13/11/2023).

Chatarina menuturkan, saat ini telah terbentuk Tim Satgas di 27% sekolah di seluruh Indonesia. Menurut Chatarina, kanal pelaporan yang efektif memiliki potensi besar dalam mengatasi permasalahan kekerasan anak.

Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya pemahaman dan keterlibatan dari para stakeholders kunci.



“Dalam konteks ini, perlu adanya peningkatan pemahaman dan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk guru, orang tua, dan masyarakat secara umum,” tuturnya.

Dalam beberapa kasus, lanjut dia, ditemukan banyak kekerasan kepada anak yang menjadi viral di media sosial. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal. Salah satunya, kanal pelaporan yang kurang efektif dan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

“Kenapa suatu kasus bisa viral? Bisa jadi karena kanal pelaporan macet, atau bisa juga karena mereka (korban) mungkin tidak tahu, atau tidak percaya ditindaklanjuti,” ujar Chatarina.

Maka dari itu, langkah-langkah konkret perlu diambil untuk mengatasi hambatan tersebut. Pertama dengan melakukan kampanye edukasi yang lebih intensif mengenai keberadaan dan fungsi kanal pelaporan.

“Pendidikan ini harus merata, mencakup tidak hanya kalangan pendidik dan orang tua, tetapi juga masyarakat luas. Dengan pengetahuan yang lebih baik, diharapkan masyarakat dapat lebih proaktif dalam menggunakan kanal pelaporan saat diperlukan,” paparnya.

Menurut Chatarina, guru sebagai agen utama dalam membentuk karakter anak-anak memegang peran penting dalam kesuksesan kanal pelaporan. Oleh karena itu, pelatihan yang berkualitas tinggi perlu diberikan kepada para pendidik.

“Mereka harus dilibatkan dalam pemahaman mendalam tentang cara mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan anak dan prosedur pelaporan yang tepat,” sambungnya.

Tidak kalah pentingnya juga peran orang tua dalam menyokong keberhasilan kanal pelaporan. Para orang tua perlu didorong untuk terlibat secara aktif dalam pemantauan keamanan anak-anak mereka dan melaporkan setiap kejadian yang mencurigakan.

Menurutnya, hal ini memerlukan peningkatan kesadaran orang tua tentang pentingnya kanal pelaporan sebagai alat untuk melindungi anak-anak dari potensi risiko kekerasan.

“Peningkatan transparansi dan keterbukaan mengenai proses pelaporan serta jaminan keamanan bagi pelapor adalah langkah penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap kanal tersebut,” ucapnya.

Chatarina mengakui masih ada tantangan agar program ini dapat berjalan maksimal. Terutama pandangan atau stereotipe di berbagai daerah bahwa kekerasan anak merupakan hal wajar bagian dari pendidikan.

“Beberapa masih menganggap kekerasan sebagai bagian dari pendidikan anak, terutama melalui sanksi fisik yang dianggap sebagai metode disiplin,” ucapnya.

(hab)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0766 seconds (0.1#10.140)