PHK Marak di Tengah Pandemi, PKS: Harus Sesuai Prosedur UU Ketenagakerjaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah pandemi COVID-19 ini menyita perhatian Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati. Anis mengingatkan bahwa PHK harus mengikuti aturan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Pemerintah harus menindak kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan secara sepihak oleh perusahaan,” ujar Anis Byarwati dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/8/2020). (Baca juga: Pemerintah Bantu Buruh Bergaji di Bawah Rp5 juta, KSPI: Harus Tepat Sasaran)
Anis menilai pemerintah perlu turun tangan memberikan tindakan, terutama kepada perusahaan yang melakukan PHK massal secara sepihak yang dialami oleh buruh tanpa memberikan uang pesangon yang sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.
“PHK itu memiliki alur yang jelas dan harus diikuti. Prosedur PHK sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” katanya.
Dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, lanjut Anis, pemerintah harus benar-benar serius bekerja dan membuat masyarakat tenang. “Sehingga masyarakat percaya terhadap peran Pemerintah dalam menangani COVID-19, termasuk menindak tegas perusahaan yang melakukan PHK tanpa berlandaskan UU Ketenagakerjaan,” imbuhnya.
Selain itu, dirinya mengingatkan pemerintah untuk melakukan pendataan khusus kepada kelompok masyarakat rentan yang ekonominya terdampak akibat perusahaannya melakukan PHK, dirumahkan tanpa pesangon, maupun hilang pendapatannya karena tidak bisa bekerja. Terutama jika kelompok masyarakat tersebut belum terdata dalam Program Keluarga Harapan (PKH) maupun bantuan sosial lainnya.
“Anggaran penanganan COVID-19 yang dimiliki pemerintah, seharusnya bisa mengcover kebutuhan pokok keluarga-keluarga rentan ini,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, pemerintah telah mempublikasikan data tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah melakukan PHK dan merumahkan karyawan sejumlah 3.225 orang di 9 BUMN sejak Febuari hingga Juli 2020. Gelombang PHK yang dilakukan terhadap karyawan BUMN terus dilakukan. (Baca juga: Bertambah 12 Kasus, Total 1.276 WNI di Luar Negeri Terkonfirmasi COVID-19)
Di awal Agustus 2020 ini, Perusahaan Umum (Perum) Pengangkut Penumpang Djakarta (PPD) melakukan PHK massal terhadap karyawannya. Gelombang PHK massal khususnya di BUMN ini menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat.
“Pemerintah harus menindak kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan secara sepihak oleh perusahaan,” ujar Anis Byarwati dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/8/2020). (Baca juga: Pemerintah Bantu Buruh Bergaji di Bawah Rp5 juta, KSPI: Harus Tepat Sasaran)
Anis menilai pemerintah perlu turun tangan memberikan tindakan, terutama kepada perusahaan yang melakukan PHK massal secara sepihak yang dialami oleh buruh tanpa memberikan uang pesangon yang sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.
“PHK itu memiliki alur yang jelas dan harus diikuti. Prosedur PHK sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” katanya.
Dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, lanjut Anis, pemerintah harus benar-benar serius bekerja dan membuat masyarakat tenang. “Sehingga masyarakat percaya terhadap peran Pemerintah dalam menangani COVID-19, termasuk menindak tegas perusahaan yang melakukan PHK tanpa berlandaskan UU Ketenagakerjaan,” imbuhnya.
Selain itu, dirinya mengingatkan pemerintah untuk melakukan pendataan khusus kepada kelompok masyarakat rentan yang ekonominya terdampak akibat perusahaannya melakukan PHK, dirumahkan tanpa pesangon, maupun hilang pendapatannya karena tidak bisa bekerja. Terutama jika kelompok masyarakat tersebut belum terdata dalam Program Keluarga Harapan (PKH) maupun bantuan sosial lainnya.
“Anggaran penanganan COVID-19 yang dimiliki pemerintah, seharusnya bisa mengcover kebutuhan pokok keluarga-keluarga rentan ini,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, pemerintah telah mempublikasikan data tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah melakukan PHK dan merumahkan karyawan sejumlah 3.225 orang di 9 BUMN sejak Febuari hingga Juli 2020. Gelombang PHK yang dilakukan terhadap karyawan BUMN terus dilakukan. (Baca juga: Bertambah 12 Kasus, Total 1.276 WNI di Luar Negeri Terkonfirmasi COVID-19)
Di awal Agustus 2020 ini, Perusahaan Umum (Perum) Pengangkut Penumpang Djakarta (PPD) melakukan PHK massal terhadap karyawannya. Gelombang PHK massal khususnya di BUMN ini menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat.
(kri)