Marah 3 Kali, Menteri Tak Juga Berganti

Kamis, 06 Agustus 2020 - 08:03 WIB
loading...
A A A
Bhima menilai hambatan menteri sehingga sulit memenuhi instruksi Presiden adalah berlatar belakang elite partai politik. Hal ini menyulitkan langkah Presiden untuk bertindak cepat meski situasi nyata mulai memburuk.

Beda cerita kalau kabinet diisi para profesional, apalagi yang berpengalaman dalam menghadapi krisis. “Jadi menteri yang saat ini ada bekerjanya secara konsep kurang kuat,” tandas Bhima. (Baca juga: Ini Biang Kerok Penyebab Bisnis BPR Alami Kebangkrutan)

Jika melihat siklus reshuffle, Jokowi di periode pertamanya sebagai presiden mulai merombak kabinet pada Agustus 2015 atau 10 bulan setelah dia dilantik bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Saat itu Jokowi mengganti lima menteri, termasuk tiga menteri koordinator dan sekretaris kabinet.

Sejumlah nama akademisi tergusur. Siklus reshuufle kedua kurang lebih sama, yakni kurang dari setahun. Pada 27 Juli 2016 perombakan dilakukan untuk mengakomodasi Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional yang semula oposisi beralih mendukung Jokowi.

Kabinet Jokowi saat ini juga sudah berusia 10 bulan. Namun belum terlihat tanda-tanda dia akan melakukan reshuffle untuk merespons situasi yang kian sulit akibat pandemi.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, sikap marah-marah Jokowi tanpa disertai evaluasi berupa reshuffle menteri akan memberi kesan kurangnya wibawa Presiden. Adi juga sepakat bahwa kemarahan Presiden berulang kali tidak bisa lagi memberi perubahan pada kinerja menteri.

Mestinya, menurut dia, sekali kemarahan Presiden seharusnya sudah berdampak positif terhadap kerja menteri. “Ini malah seperti tidak ada artinya kemarahan Presiden. Pertanyaannya, jangan-jangan menteri tidak takut dengan Presiden, tapi takutnya sama ketua umum mereka saja,” kata Adi. (Baca juga: Dua Buronan Kakap Asal Indonesia Ditangkap di Amerika Serikat)

Namun Adi juga memaklumi bahwa menteri memang mengalami hambatan untuk bermanuver karena kondisi pandemi. Menteri dinilai serbasalah karena berbuat apa pun menjadi sulit. “Sementara tuntutan Presiden lain, menteri diminta kerja extra-ordinary, out of the box, dan sering di luar kewajaran,” ujarnya.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera mengatakan, semestinya Presiden mulai menelusuri alasan mengapa menterinya tidak kunjung memperbaiki kinerjanya dalam penanganan pandemi. “Pak Jokowi mestinya berpikir apa penyebab para menteri sudah berkali-kali dimarahi tapi belum juga berubah,” kata Mardani saat dihubungi kemarin.

Dia menyarankan beberapa hal. Pertama, Jokowi perlu mulai melihat akar masalahnya. Menteri dimarahi seratus kali pun menurut dia tidak berpengaruh jika ada batasan-batasan tertentu yang membuat menteri tidak bisa bergerak. “Selesaikan akar masalahnya, itu bisa berupa regulasi, bisa juga karena kapasitas menterinya,” kata dia.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3787 seconds (0.1#10.140)