Ketika Megawati dan PDI Didzalimi Penguasa
loading...
A
A
A
Dia adalah wujud kesatuan perangai. Rasa senasib dan sepananggungan untuk melawan ketidakadilan dan intervensi kekuasaan Orde Baru yang mencoba mengangkangi demokrasi.
Meski berjalan tak lama, aliansi Mega-Bintang adalah bukti bahwa tangan kekuasaan tak lebih panjang dari longlongan hati rakyat yang tak lagi sabar dan melawan pembodohan serta represi penguasa rezim Orde Baru. Dia menjadi salah satu prolog kisah terjungkalnya Soeharto setahun kemudian.
Padahal sebelum kekuasaan Orde Baru tumbang, Soeharto tengah mempersiapkan putri sulungnya, Siti Hardijanti Hastuti, yang biasa disapa Mbak Tutut, sebagai orang nomor satu di Indonesia alias Presiden setelah diangkat jadi menteri sosial atau urusan wanita.
Hal ini terkonfirmasi oleh keterangan Salim Said dalam memoar politiknya yang berjudul Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto. Pada Maret 1998, Soeharto, yang terpilih sebagai presiden untuk ketujuh kalinya, mengumumkan kabinet.
Sebagaimana telah diramalkan Salim Said, Tutut mendapat jatah menteri sosial. Hanya tinggal menunggu waktu saja dia menggantikan posisi sang ayah.
Sebelum semua skenario itu mencapai tujuannya, Soeharto ditumbangkan oleh gerakan Reformasi 1998. Soeharto pun runtuh. Dia runtuh bukan karena dibegal hakim Mahkamah Konstitusi, melainkan oleh kemuakan rakyat atas kekuasaan yang dijalankannya.
Dan ketika lengser keprabon, di masa senjakalanya, seperti yang diceritakan Yusril Ihza Mahendra, Soeharto hidup di Cendana sendirian. “Rumah sepi enggak ada orang. Pak harto duduk di kursi goyang. Ini yang sekian lama berkuasa di Indonesia, duduk sendirian di kursi goyang,” kata Yusril
Tak ada Harmoko di rumahnya. Tak ada orang-orangnya yang gemar menebar puja-puji yang selama 32 tahun di sekelilingnya. Ketika tangannya tak lagi memegang kuasa, tak ada orang yang mendekat, orang-orang yang dulu siap mengikuti arahan perintahnya, tak terlihat batang hidungnya.
Layaknya pepetah Jawa berujar; wong kuasa iku koyo nunggang macan, jika anda tak mampu mengendalikannya maka ia akan berbalik menikam sang penunggang. Semakin kekuasaan itu sewenang-wenang bukan pertanda semakin kuat, namun semakin dekat dengan kejatuhan.
Meski berjalan tak lama, aliansi Mega-Bintang adalah bukti bahwa tangan kekuasaan tak lebih panjang dari longlongan hati rakyat yang tak lagi sabar dan melawan pembodohan serta represi penguasa rezim Orde Baru. Dia menjadi salah satu prolog kisah terjungkalnya Soeharto setahun kemudian.
Padahal sebelum kekuasaan Orde Baru tumbang, Soeharto tengah mempersiapkan putri sulungnya, Siti Hardijanti Hastuti, yang biasa disapa Mbak Tutut, sebagai orang nomor satu di Indonesia alias Presiden setelah diangkat jadi menteri sosial atau urusan wanita.
Hal ini terkonfirmasi oleh keterangan Salim Said dalam memoar politiknya yang berjudul Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto. Pada Maret 1998, Soeharto, yang terpilih sebagai presiden untuk ketujuh kalinya, mengumumkan kabinet.
Sebagaimana telah diramalkan Salim Said, Tutut mendapat jatah menteri sosial. Hanya tinggal menunggu waktu saja dia menggantikan posisi sang ayah.
Sebelum semua skenario itu mencapai tujuannya, Soeharto ditumbangkan oleh gerakan Reformasi 1998. Soeharto pun runtuh. Dia runtuh bukan karena dibegal hakim Mahkamah Konstitusi, melainkan oleh kemuakan rakyat atas kekuasaan yang dijalankannya.
Dan ketika lengser keprabon, di masa senjakalanya, seperti yang diceritakan Yusril Ihza Mahendra, Soeharto hidup di Cendana sendirian. “Rumah sepi enggak ada orang. Pak harto duduk di kursi goyang. Ini yang sekian lama berkuasa di Indonesia, duduk sendirian di kursi goyang,” kata Yusril
Tak ada Harmoko di rumahnya. Tak ada orang-orangnya yang gemar menebar puja-puji yang selama 32 tahun di sekelilingnya. Ketika tangannya tak lagi memegang kuasa, tak ada orang yang mendekat, orang-orang yang dulu siap mengikuti arahan perintahnya, tak terlihat batang hidungnya.
Layaknya pepetah Jawa berujar; wong kuasa iku koyo nunggang macan, jika anda tak mampu mengendalikannya maka ia akan berbalik menikam sang penunggang. Semakin kekuasaan itu sewenang-wenang bukan pertanda semakin kuat, namun semakin dekat dengan kejatuhan.
(poe)