GNNT dan Biaya Top Up

Rabu, 20 September 2017 - 08:01 WIB
GNNT dan Biaya Top Up
GNNT dan Biaya Top Up
A A A
RENCANA pengenaan biaya isi ulang (top up) uang elektronik terus menuai pro dan kontra. Bank Indonesia (BI) tetap akan membuat aturan biaya top up uang elektronik.

Pihak perbankan tampaknya masih agak ragu-ragu dengan rencana BI tersebut, sedangkan kalangan pengamat dan anggota dewan meminta BI menunda atau bahkan menghapus rencana tersebut. Alasan BI membebani konsumen dengan biaya top up karena untuk biaya administrasi perbankan.

Namun, pengamat dan anggota dewan berpendapat yang lebih penting dilakukan saat ini mengajak masyarakat untuk mengubah kebiasaan dalam bertransaksi dengan cashless. Bahkan, pemerintah tengah menggalakkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) dan cukup penting untuk membentuk cashless community karena akan memberikan stimulus ekonomi bangsa.

Alasan penolakan lain adalah pihak bank pun sebenarnya sudah mendapat fee dari pembelian kartu elektronik tersebut. Kebijakan itu akan lebih bijak untuk ditinjau ulang; karena tentu walau biaya setiap top up dianggap tidak terlalu besar, masyarakat kita sangat sensitif dengan pembebanan setiap transaksi.

Semestinya pemerintah lebih fokus mengedepankan bagaimana mengembangkan cashless community melalui GNNT agar masyarakat kita terbiasa dengan konsep ini. Artinya, pemerintah semestinya memberikan kemudahan kepada masyarakat agar bisa berimigrasi ke cashless dalam setiap transaksi.

Hal lain membentuk kebiasaan cashless dalam masyarakat adalah tentang sarana dan prasarana atau infrastruktur penunjang agar konsep ini lebih mudah, aman, dan nyaman dilakukan masyarakat. Jika masyarakat tidak mendapat kemudahan, kenyamanan, dan keamanan menggunakan cashless maka kebijakan ini justru akan ditinggalkan masyarakat.

Hal lain yang patut disoroti adalah penerbit uang elektronik saat ini lebih banyak dilakukan bank-bank BUMN yang notabene milik pemerintah. Para bank BUMN semestinya bukan sekadar profit oriented, melainkan juga bagaimana bisa membantu kebijakan pemerintah dalam membentuk cashless community melalui GNNT. Toh, jika dibandingkan dengan keuntungan bank-bank pelat merah ini yang mencapai triliunan, kebijakan untuk membebani biaya dalam top up uang elektronik bukan langkah yang bijak. Bank-bank pelat merah seharusnya bisa melayani masyarakat lebih baik dibandingkan bank-bank swasta.

Kebijakan membebani biaya top up tampaknya tidak selaras dengan visi dari bank-bank BUMN. Dan tentu, kebijakan ini tentu terasa kurang bijak dan membebani masyarakat. Hal lain adalah bank-bank BUMN akan lebih baik memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Jika selama ini bank-bank BUMN sudah merasa memberikan pelayanan yang baik, mungkin dipikirkan untuk meningkatkan. Misalnya, apakah bank-bank BUMN saat ini sudah fit dengan perkembangan teknologi informasi yang telah berkembang pesat.

Bank-bank BUMN akan lebih bijak jika tidak terlalu fokus pada pembiayaan top up, tetapi lebih kepada bagaimana masyarakat semakin mudah, aman, dan nyaman dalam melakukan transaksi keuangan. Sebagai lembaga keuangan yang mengelola dana masyarakat, kepercayaan ini yang justru terus ditingkatkan, bukan justru pembebanan kepada masyarakat yang ditingkatkan.

Memang pada akhirnya bank-bank akan pasrah menerima kebijakan pemerintah karena memang pemerintahlah yang dalam hal ini memegang kendali. Toh, dengan kebijakan biaya top up, bank-bank di Tanah Air mempunyai ceruk baru untuk menambah pendapatan mereka. Namun, terutama bank-bank BUMN yang menguasai peredaran uang elektronik, untuk kebijakan ini janganlah hanya memikirkan keuntungan semata, namun lebih pada pengenalan lebih dalam tentang kebijakan ini.

Beberapa negara yang juga menggunakan uang elektronik ternyata juga tidak membebankan biaya pada setiap top up. Entah sistem seperti apa yang mereka tetapkan, namun pemerintah bisa belajar kepada Hong Kong atau Inggris yang sudah lama menggunakan uang elektronik dan tidak memberikan beban kepada pengguna setiap akan melakukan top up. Memahami persoalan lebih komprehensif tentang suatu hal akan mampu menghasilkan kebijakan yang benar-benar bijak buat masyarakat.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.4795 seconds (0.1#10.140)