Asosiasi Petani Tolak Aturan Tembakau di RPP Kesehatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Petani cengkeh menolak aturan produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang merupakan peraturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan . Para petani meyakini dampak dari aturan tersebut dapat mematikan keberlangsungan mata pencaharian petani.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) I Ketut Budhyman Mudhara, mengatakan RPP Kesehatan semestinya fokus pada pengaturan sistem kesehatan nasional, namun isi aturan yang ada saat ini terlalu luas sehingga dampaknya juga melebar termasuk ke sektor pertanian.
“Ini kesehatan tapi kok mengatur segala hal, bahkan menyangkut cengkeh kita. Padahal, cengkeh adalah bahan baku utama untuk membuat rokok kretek dan 97% di Indonesia adalah rokok kretek,” katanya saat diskusi Halaqoh Nasional “Telaah Rancangan RPP tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif” yang digelar Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Budhyman melanjutkan, isi aturan produk tembakau di RPP Kesehatan mengandung begitu banyak larangan bagi produk tembakau yang dapat menurunkan produksi rokok yang tentu berimbas pada merosotnya serapan cengkeh.
“Saat ini, jumlah petani cengkeh mencapai sekitar 1,5 juta orang. Kalau aturan ini diberlakukan, maka ini bisa jadi kerugian bagi para petani cengkeh. Kita tidak setuju dengan isi aturan produk tembakau di RPP Kesehatan,” katanya.
APCI menyarankan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengembalikan aturan produk tembakau ke Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 yang menurutnya sudah mengatur produk tembakau secara komprehensif.
“Kalau Kemenkes bilang PP 109 tidak efektif, menurut saya karena salah pelaksanaannya. Kan tidak boleh beralasan kalau PP 109 ini nggak benar, sehingga harus diubah karena sudah disusun sedemikian rupa,” ulasnya.
Ketua Tim Kerja Perkebunan dan Tanaman Semusim Lainnya Kementerian Pertanian (Kementan), Yakub Ginting, menilai aturan produk tembakau di RPP Kesehatan berpotensi berdampak negatif terhadap sektor pertanian yang berhubungan dengan industri tembakau, terutama petani tembakau dan petani cengkeh. “Kami di Kementan prinsipnya ada di pihak petani. Kami akan melindungi kepentingan petani,” tegasnya.
Di sisi lain, Biro Hukum Kementerian Pertanian (Kementan) sudah mengajukan kepada Kemenkes agar sejumlah pasal terkait produk tembakau di RPP Kesehatan ditinjau ulang. Di antaranya Pasal 439 ayat 1 di RPP Kesehatan.
Serta Pasal 457 ayat 7 tentang perintah alih tanam dari tanaman tembakau ke tanaman lainnya yang dipandang bertentangan dengan UU Budidaya Nomor 22 Tahun 2019. Sebab, UU dimaksud mengamanatkan bahwa petani memiliki kebebasan untuk menentukan jenis tanaman untuk dibudidayakan.
Lihat Juga: Presiden Prabowo Didampingi Mentan Amran dalam Kunjungan Perdana ke Lahan Pertanian Merauke
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) I Ketut Budhyman Mudhara, mengatakan RPP Kesehatan semestinya fokus pada pengaturan sistem kesehatan nasional, namun isi aturan yang ada saat ini terlalu luas sehingga dampaknya juga melebar termasuk ke sektor pertanian.
“Ini kesehatan tapi kok mengatur segala hal, bahkan menyangkut cengkeh kita. Padahal, cengkeh adalah bahan baku utama untuk membuat rokok kretek dan 97% di Indonesia adalah rokok kretek,” katanya saat diskusi Halaqoh Nasional “Telaah Rancangan RPP tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif” yang digelar Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Budhyman melanjutkan, isi aturan produk tembakau di RPP Kesehatan mengandung begitu banyak larangan bagi produk tembakau yang dapat menurunkan produksi rokok yang tentu berimbas pada merosotnya serapan cengkeh.
“Saat ini, jumlah petani cengkeh mencapai sekitar 1,5 juta orang. Kalau aturan ini diberlakukan, maka ini bisa jadi kerugian bagi para petani cengkeh. Kita tidak setuju dengan isi aturan produk tembakau di RPP Kesehatan,” katanya.
APCI menyarankan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengembalikan aturan produk tembakau ke Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 yang menurutnya sudah mengatur produk tembakau secara komprehensif.
“Kalau Kemenkes bilang PP 109 tidak efektif, menurut saya karena salah pelaksanaannya. Kan tidak boleh beralasan kalau PP 109 ini nggak benar, sehingga harus diubah karena sudah disusun sedemikian rupa,” ulasnya.
Ketua Tim Kerja Perkebunan dan Tanaman Semusim Lainnya Kementerian Pertanian (Kementan), Yakub Ginting, menilai aturan produk tembakau di RPP Kesehatan berpotensi berdampak negatif terhadap sektor pertanian yang berhubungan dengan industri tembakau, terutama petani tembakau dan petani cengkeh. “Kami di Kementan prinsipnya ada di pihak petani. Kami akan melindungi kepentingan petani,” tegasnya.
Di sisi lain, Biro Hukum Kementerian Pertanian (Kementan) sudah mengajukan kepada Kemenkes agar sejumlah pasal terkait produk tembakau di RPP Kesehatan ditinjau ulang. Di antaranya Pasal 439 ayat 1 di RPP Kesehatan.
Serta Pasal 457 ayat 7 tentang perintah alih tanam dari tanaman tembakau ke tanaman lainnya yang dipandang bertentangan dengan UU Budidaya Nomor 22 Tahun 2019. Sebab, UU dimaksud mengamanatkan bahwa petani memiliki kebebasan untuk menentukan jenis tanaman untuk dibudidayakan.
Lihat Juga: Presiden Prabowo Didampingi Mentan Amran dalam Kunjungan Perdana ke Lahan Pertanian Merauke
(cip)