Survei Indikator Politik: Bansos Pemerintah Masih Bermasalah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Survei terbaru Indikator Politik Indonesia mengungkapkan bahwa distribusi bantuan sosial ( bansos ) dari pemerintah kepada masyarakat dinilai masih bermasalah. Temuan survei, masih banyak masyarakat yang merasa berhak belum menerima bantuan, seperti bantuan sosial tunai (BST), bantuan langsung usaha (BLU), termasuk program keluarga harapan (PKH) dan sejumlah lainnya.
“Ketika kami tanyakan apakah pernah menerima bantuan dari pemerintah, sebanyak 54,1 persennya menyatakan tidak pernah,” kata Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Pergeseran Dukungan Partai dan Capres Jelang Pendaftaran Capres dan Cawapres 2024’ secara virtual, Jumat (20/10/2023).
Burhanuddin mengatakan, hanya 45,9 persen yang menyatakan pernah menerima bantuan, baik itu BST, BLU, PKH, atau program bantuan lainnya dari pemerintah. “Kemudian kami tanya lagi, dari yang pernah mendapat bantuan, apakah sampai saat ini masih menerima. Hasilnya, 58 persennya menyatakan masih. Ada 41,1 persen yang mengatakan bantuannya sudah tak diterima,” ungkap Burhanuddin.
Indikator juga memotret masih adanya persoalan pada pemerataan bantuan, termasuk distribusi yang belum tepat sasaran. Pasalnya, mayoritas masyarakat mengatakan masih terdapat masyarakat yang tidak mampu tapi tidak mendapatkan bantuan.
Survei membagi penilaian tersebut dalam dua klaster. Pertama, jelas Burhanuddin, yang mengatakan banyak jumlahnya mencapai 35 persen. Klaster kedua yang menyatakan ada tapi sedikit, jumlahnya 39,1 persen.
Selain itu, ada juga 33,5 persen publik yang menilai ada banyak masyarakat tidak mampu dan tidak menerima bantuan, tapi yang mampu justru menerima bantuan. “Angkanya mencapai 33,5 persen,” kata Burhanuddin.
Klaster publik yang menilai ada tapi sedikit ihwal persoalan tersebut, jumlahnya mencapai 40,6 persen. “Persepsi warga cenderung mirip, artinya secara umum kondisi di lapangan juga menyerupai. Banyak warga yang kurang mampu dan tidak pernah menerima bantuan, sekaligus juga terdapat warga yang dinilai mampu tapi malah mendapat bantuan,” pungkasnya.
Survei yang dilakukan pada 2-10 Oktober 2023 itu melibatkan 1,200 responden dengan over sampel di 12 provinsi, sehingga totalnya menjadi 4.300 responden.
“Ketika kami tanyakan apakah pernah menerima bantuan dari pemerintah, sebanyak 54,1 persennya menyatakan tidak pernah,” kata Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Pergeseran Dukungan Partai dan Capres Jelang Pendaftaran Capres dan Cawapres 2024’ secara virtual, Jumat (20/10/2023).
Burhanuddin mengatakan, hanya 45,9 persen yang menyatakan pernah menerima bantuan, baik itu BST, BLU, PKH, atau program bantuan lainnya dari pemerintah. “Kemudian kami tanya lagi, dari yang pernah mendapat bantuan, apakah sampai saat ini masih menerima. Hasilnya, 58 persennya menyatakan masih. Ada 41,1 persen yang mengatakan bantuannya sudah tak diterima,” ungkap Burhanuddin.
Indikator juga memotret masih adanya persoalan pada pemerataan bantuan, termasuk distribusi yang belum tepat sasaran. Pasalnya, mayoritas masyarakat mengatakan masih terdapat masyarakat yang tidak mampu tapi tidak mendapatkan bantuan.
Survei membagi penilaian tersebut dalam dua klaster. Pertama, jelas Burhanuddin, yang mengatakan banyak jumlahnya mencapai 35 persen. Klaster kedua yang menyatakan ada tapi sedikit, jumlahnya 39,1 persen.
Selain itu, ada juga 33,5 persen publik yang menilai ada banyak masyarakat tidak mampu dan tidak menerima bantuan, tapi yang mampu justru menerima bantuan. “Angkanya mencapai 33,5 persen,” kata Burhanuddin.
Klaster publik yang menilai ada tapi sedikit ihwal persoalan tersebut, jumlahnya mencapai 40,6 persen. “Persepsi warga cenderung mirip, artinya secara umum kondisi di lapangan juga menyerupai. Banyak warga yang kurang mampu dan tidak pernah menerima bantuan, sekaligus juga terdapat warga yang dinilai mampu tapi malah mendapat bantuan,” pungkasnya.
Survei yang dilakukan pada 2-10 Oktober 2023 itu melibatkan 1,200 responden dengan over sampel di 12 provinsi, sehingga totalnya menjadi 4.300 responden.
(rca)