RUU PDP Harus Antisipasi Pesatnya Perkembangan ITE
loading...
A
A
A
JAKARTA - RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) ditargetkan tuntas pada Oktober 2020. Anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha berharap pembahasan RUU PDP juga memperhatikan arah perkembangan dunia Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ke depan.
”Seperti apa sih arah ITE yang akan datang. Bagaimana cara orang menjebol, ini harus betul-betul, menurut saya, harus diantisipasi. Jangan sampai kita bolak-balik merevisi sebuah undang-undang yang itu memerlukan biaya yang cukup besar. Contohnya seperti Undang-Undang Penyiaran, yang sudah dua periode dibahas,” tuturnya dalam Diskusi Forum Legislasi bertema ”RUU Perlindungan Data Pribadi, Dapatkah Data Warga Terlindungi?” di Media Center Parlemen, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (4/8/2020).
(Baca: Kebut Pembahasan, Komisi I DPR Targetkan RUU PDP Rampung Oktober)
Dikatakan politikus PPP ini, lahirnya RUU PDP ini ibarat perempuan hamil duluan, di mana sudah banyak kasus kebocoran data, kemudian baru diatur atau dibuatkan UU-nya. Dia mencontohkan aturan pengisian data diri saat mengaktifkan kartu handphone, juga data yang ”dipermainkan” oleh Kementerian Dalam Negeri ke beberapa perusahaan, termasuk misalnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang alat transportasi sehingga data-data itu bocor.
”Namun demikian, daripada nggak ada sama sekali, tidak ada salahnya mempunyai Undang-Undang tentang PDP. Kita Komisi I dan pemerintah harus betul-betul melihat rancangan undang-undang ini dibuat untuk mengantisipasi terjadinya pesatnya laju ITE,” tuturnya.
(Baca: RUU PDP Mendesak, Komisi Informasi Ingatkan soal Hak Privasi dan HAM)
Syaifullah Tamliha mengatakan, selama ini banyak kebocoran data pribadi terjadi di perusahaan penyelenggara telekomunikasi. Mereka awalnya meminta data pengguna secara lengkap, kemudian dipakai oleh pihak lain. Hal seperti ini, menurutnya, haus diantisipasi dalam proses penyusunan RUU PDP. ”Nah inilah yang saya kita harapkan, yang akan datang itu jangan sampai bolak-balik seperti ini,” katanya.
”Seperti apa sih arah ITE yang akan datang. Bagaimana cara orang menjebol, ini harus betul-betul, menurut saya, harus diantisipasi. Jangan sampai kita bolak-balik merevisi sebuah undang-undang yang itu memerlukan biaya yang cukup besar. Contohnya seperti Undang-Undang Penyiaran, yang sudah dua periode dibahas,” tuturnya dalam Diskusi Forum Legislasi bertema ”RUU Perlindungan Data Pribadi, Dapatkah Data Warga Terlindungi?” di Media Center Parlemen, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (4/8/2020).
(Baca: Kebut Pembahasan, Komisi I DPR Targetkan RUU PDP Rampung Oktober)
Dikatakan politikus PPP ini, lahirnya RUU PDP ini ibarat perempuan hamil duluan, di mana sudah banyak kasus kebocoran data, kemudian baru diatur atau dibuatkan UU-nya. Dia mencontohkan aturan pengisian data diri saat mengaktifkan kartu handphone, juga data yang ”dipermainkan” oleh Kementerian Dalam Negeri ke beberapa perusahaan, termasuk misalnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang alat transportasi sehingga data-data itu bocor.
”Namun demikian, daripada nggak ada sama sekali, tidak ada salahnya mempunyai Undang-Undang tentang PDP. Kita Komisi I dan pemerintah harus betul-betul melihat rancangan undang-undang ini dibuat untuk mengantisipasi terjadinya pesatnya laju ITE,” tuturnya.
(Baca: RUU PDP Mendesak, Komisi Informasi Ingatkan soal Hak Privasi dan HAM)
Syaifullah Tamliha mengatakan, selama ini banyak kebocoran data pribadi terjadi di perusahaan penyelenggara telekomunikasi. Mereka awalnya meminta data pengguna secara lengkap, kemudian dipakai oleh pihak lain. Hal seperti ini, menurutnya, haus diantisipasi dalam proses penyusunan RUU PDP. ”Nah inilah yang saya kita harapkan, yang akan datang itu jangan sampai bolak-balik seperti ini,” katanya.
(muh)