24 Tahun Maluku Utara: Pertambangan di Antara Anugerah dan Bencana
loading...
A
A
A
Masnia Ahmad, S.A.P., M.A.P
Wakil Sekretaris Umum Kohati PB HMI
PROVINSI Maluku Utara kini memasuki usia 24 tahun, di mana pembangunan di berbagai sektor sudah dan akan terus digerakkan. Maluku Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi pusat aktivitas pertambangan. Perusahaan-perusahaan tambang yang sejauh ini telah beroperasi di Maluku Utara di antaranya PT Weda Bay Nicel (WBN), PT Tekindo, PT First Pasific Mining, PT Halmahera Sukses Mineral, dan PT IWIP.
Korporasi yang disebutkan itu hadir tentu melalui skema investasi dan izin operasi yang melibatkan beberapa institusi tinggi eksekutif. Sebut saja Kementerian Investasi, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, dan kelembagaan pemerintah lainnya yang berkaitan erat dengan pertambangan.
Masuknya industri pertambangan di Maluku Utara menurut skema ekonomi makro maupun mikro memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perusahaan tambang tentu menyerap banyak tenaga kerja, menekan angka kemiskinan dan meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Selain itu, hadirnya perusahaan tambang di sana secara otomatis turut menjaga stabilitas pasar dan daya saing bisnis lainnya. Konsumsi dan pengeluaran rumah tangga berjalan lancar dan meningkat, serta saving untuk kebutuhan jangka panjang dapat dilakukan.
Merujuk pada data Kementerian Keuangan 2023, pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara triwulan IV berada di angka 17,74% YoY. Penopang utama pertumbuhan ekonomi tersebut adalah pertambangan hilirisasi nikel dan investasi pendukungnya.
Angka pengangguran dan angka kemiskinan di Maluku Utara pun berada di posisi medium, di antara provinsi lainnya di Indonesia. Bahkan lebih baik dibandingkan beberapa wilayah di Indonesia bagian timur.
Parameter kemiskinan sekalipun tidak berada dalam kondisi yang parah, namun Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara mencatat angka kemiskinan di wilayah tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,23% per Maret 2023, yakni berada di angka 6,46%.
Berkaitan dengan tingkat pengangguran, rilis BPS 2023 menunjukkan bahwa angka pengangguran terbuka di Maluku Utara terus menurun, 4,98% dibanding tahun 2022. Dengan demikian, keberadaan industri pertambangan di Maluku Utara memiliki dampak ekonomi yang positif terhadap masyarakat.
Sayangnya realitas di lapangan menunjukkan aktivitas pertambangan masih syarat akan problematika sosial dan lingkungan. Lingkungan hidup sebagai aspek penting yang harus diperhatikan kelestarian dan keberlanjutannya tampak alpa dari manajemen perusahaan pertambangan.
Wakil Sekretaris Umum Kohati PB HMI
PROVINSI Maluku Utara kini memasuki usia 24 tahun, di mana pembangunan di berbagai sektor sudah dan akan terus digerakkan. Maluku Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi pusat aktivitas pertambangan. Perusahaan-perusahaan tambang yang sejauh ini telah beroperasi di Maluku Utara di antaranya PT Weda Bay Nicel (WBN), PT Tekindo, PT First Pasific Mining, PT Halmahera Sukses Mineral, dan PT IWIP.
Korporasi yang disebutkan itu hadir tentu melalui skema investasi dan izin operasi yang melibatkan beberapa institusi tinggi eksekutif. Sebut saja Kementerian Investasi, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, dan kelembagaan pemerintah lainnya yang berkaitan erat dengan pertambangan.
Masuknya industri pertambangan di Maluku Utara menurut skema ekonomi makro maupun mikro memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perusahaan tambang tentu menyerap banyak tenaga kerja, menekan angka kemiskinan dan meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Selain itu, hadirnya perusahaan tambang di sana secara otomatis turut menjaga stabilitas pasar dan daya saing bisnis lainnya. Konsumsi dan pengeluaran rumah tangga berjalan lancar dan meningkat, serta saving untuk kebutuhan jangka panjang dapat dilakukan.
Merujuk pada data Kementerian Keuangan 2023, pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara triwulan IV berada di angka 17,74% YoY. Penopang utama pertumbuhan ekonomi tersebut adalah pertambangan hilirisasi nikel dan investasi pendukungnya.
Angka pengangguran dan angka kemiskinan di Maluku Utara pun berada di posisi medium, di antara provinsi lainnya di Indonesia. Bahkan lebih baik dibandingkan beberapa wilayah di Indonesia bagian timur.
Parameter kemiskinan sekalipun tidak berada dalam kondisi yang parah, namun Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara mencatat angka kemiskinan di wilayah tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,23% per Maret 2023, yakni berada di angka 6,46%.
Berkaitan dengan tingkat pengangguran, rilis BPS 2023 menunjukkan bahwa angka pengangguran terbuka di Maluku Utara terus menurun, 4,98% dibanding tahun 2022. Dengan demikian, keberadaan industri pertambangan di Maluku Utara memiliki dampak ekonomi yang positif terhadap masyarakat.
Sayangnya realitas di lapangan menunjukkan aktivitas pertambangan masih syarat akan problematika sosial dan lingkungan. Lingkungan hidup sebagai aspek penting yang harus diperhatikan kelestarian dan keberlanjutannya tampak alpa dari manajemen perusahaan pertambangan.