Mencintai Tak Haus Memiliki

Senin, 09 Oktober 2023 - 08:21 WIB
loading...
Mencintai Tak Haus Memiliki
Foto: Istimewa
A A A
Jajang R Kawentar
Kurapreeet, penulis dan pekerja seni

SEJARAH seni rupa Indonesia khususnya seni grafis kontemporer, tidak lepas dari apa yang dipaparkan oleh Syahrizal Pahlevi kelahiran Palembang 1965, dalam bukunya Dikutuk Disumpahi Eros. Buku setebal 275 halaman ini mencatat bagian sejarah penting dalam perkembangan seni grafis Indonesia terkini. Terdapat nama-nama seniman grafis nasional maupun internasional serta berbagai peristiwanya.

baca juga: Gaya Asyik Kedai Kopi Bumi Citarik Menguliti Buku “Susuk Kapal Borobudur”

Subjek umum tulisannya tentang keterlibatan dirinya sendiri, harapan, dukungan, keresahan, kesaksian dan kenangannya yang dibagi ke dalam lima sub, Residensi Pegrafis, Pengantar Pameran, Jalan Seni Grafis, Proyek Seni Grafis dan Cerita Pendek.

Buku yang berisi 39 judul tulisan tersebut merupakan data otentik, fakta dalam proses panjang berkesenian Syahrizal Pahlevi, tentang bagaimana keterlibatan kisah cintanya dengan seni grafis. Bagaimana trik mencintai seni grafis dan persoalan-persoalannya, begitu juga tentang teknik serta perkembangannya.

Fluktuasi situasi seni grafis nasional dan internasional tidak lepas dari bahasanya. Syahrizal Pahlevi memiliki peran penting pada setiap peristiwa seni grafis. Hanya saja tidak ditemukan tulisannya yang membahas mengarah pada kehidupan privasi sebagai pegrafis.

Seyogianya pembaca akan lebih faham terhadap buku Dikutuk Disumpahi Eros ini secara lebih mendalam ketika memahami Eros mitos Yunani sebagai dewa cinta dan nafsu seksual, dengan Chairil Anwar Anwar-dewanya puisi cinta. Di mana, kisah yang dialami kedua dewa itu tidak lebih kurang seperti Syahrizal Pahlevi dengan seni grafisnya.

baca juga: Membaca Buku Dunia dan Indonesia

Membutuhkan support energi abadi dan suporter loyal dalam mengawal keberlangsungan seni grafis yang mempesona serta meregenerasinya. Jangan sampai seniman grafis semakin langka, karena persoalan regenerasinya tidak lancar dan salah urus.

Banyak lulusan perguruan tinggi program studi seni grafis malah memilih melukis atau bekerja di luar bidangnya. Karena berbagai alasan klise, di antaranya meraih peluang. Seni grafis unik, menyenangkan, tapi menaklukkannya menjadi karya yang bernilai finansial setara dengan lukisan, sulit.

Tidak banyak kolektor seni grafis, kecuali kolektor karya yang diaplikasikan ke dalam produk-produk industri. Ada baiknya cetak karya-karya seniman grafis pada barang pakai sesuai kodrat kelahiran seni grafis yang repetitif.

Kedudukan seni itu setara. Berhenti memikirkan bagaimana seni grafis menjadi lebih bergengsi, populer dari seni lukis. Seniman grafisnya saja jadikan yang bergengsi dan populer. Meskipun masalah dengan hal itu, sebagian perkembangan seni juga akibat dari adanya perselisihan. Namun biarkan saja, karena semua itu akan berlalu.

Secara eksplisit buku Dikutuk Disumpahi Eros bercerita kisah cinta Syahrizal Pahlevi dengan seni grafis dan perjuangannya. Pahit getirnya dan manis madu perjalanan mempertahankan cintanya terhadap seni grafis, serta bagaimana menjaga api semangatnya tetap menyala.

baca juga: Buku Teladan dari Tiongkok Diluncurkan

Tampaknya di sanalah spirit hidup seribu tahun terus ada, semacam tanggung jawab moral meraih cita-cita mulia. Seni grafis diapresiasi dalam kebanggaan tersendiri bagi para pelakunya.

Mengapa Syahrizal Pahlevi begitu peduli dengan seni grafis? Padahal bukan tanggung jawabnya sepenuhnya. Dia sendiri lulusan Program Studi Seni Lukis Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (FSRD ISI) Yogyakarta. Di mana seniman lainnya yang notabene seniman grafis? Ayolah dibantu didukung.

Apa yang dilakukan Eros syarat beban dan rintangan. Apabila bukan karena ketulusan cintanya, kesabaran, dan dukungan dari berbagai pihak, kisah cintanya akan bertepuk sebelah tangan.

Ia menjaga seni grafis dengan terus produktif berkarya, dan menjaga stabilitas dengan membuat event-event seni grafis. Membuat ide event kreatif, inovatif, alternatif, baik lokal dengan komunitas dan individual, serta event internasional.

Ketekunan dan keuletannya dalam merawat ritme lalu lintas kegiatan seni grafis, memberi semangat para pegrafis tetap eksis dan mendapat tempat di rumah pecinta grafis serta di hati senimannya.

Sedikit seniman mengolah seni grafis sebagai kegiatan berkesenian, banyak seniman yang menekuni seni grafis justru bukan dari jurusan seni grafis. Semakin sedikit seniman persaingannya semakin gampang dan senimannya mudah dikenali.

baca juga: Seribu Cinta, Seribu Buku, MNC Peduli dan Sekolah Regina Pacis Jakarta Gelar Donasi Buku

Persoalan seni grafis, persoalan klise dalam dunia seni rupa dan tetap buntu. Namun selalu ada harapan. Seperti dalam sebuah pernyataan terakhir yang terdapat dalam buku Dikutuk Disumpahi Eros halaman 158, dengan judul tulisan Tujuh Butir Gugatan Untuk Seni Grafis Indonesia.

"Yang kita butuhkan sebenarnya adalah kesinambungan helat pameran, kompetisi, bienial dan trienial, diskusi-diskusi, loka- karya teknik, dan pasar penjualan karya. Seni grafis tidak perlu meninggalkan konvensi, karena seni grafis tanpa konvensi bukanlah seni grafis, ia sama dengan seni lainnya. Dengan kata lain sesungguhnya seni grafis ada karena ada konvensi yang mengikatnya."

Ini seperti sebuah risiko yang sedang ditanggung Syahrizal Pahlevi yang pernah masuk jurusan sastra UI, ingin jadi sastrawan pindah ke jurusan Lukis FSRD ISI dan menjadi perupa, dan dari pelukis kemudian menggulati seni grafis, akhirnya Dikutuk Disumpahi Eros jadi buku.

Buku ini seru, menebarkan semangat heroisme. Jika para perupa, seniman atau mahasiswa seni merasakan kejenuhan dan patah semangat dalam mencintai seni yang ditekuni, buku Dikutuk Disumpahi Eros ini akan memotivasi diri untuk tetap tenang dan berkata, "Ternyata Mencintai itu Tak Haus Memiliki." (*)

Catatan buku Seni Grafis "Dikutuk Disumpahi Eros” karya Syahrizal Pahlevi
(hdr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2503 seconds (0.1#10.140)