Kisah LB Moerdani, Baret Merah, dan Tentara Diraja Malaysia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pada tahun 1985, Panglima ABRI Jenderal TNI LB Moerdani berkeinginan memberikan anugerah gelar Warga Kehormatan Baret Merah kepada Yang Dipertuan Agung Malaysia Sultan Iskandar.
Sultan Iskandar ialah Warga Kehormatan Baret Hijau Tentara Diraja Malaysia dan ia sangat bersimpati kepada Korps Baret Merah. Hal itu dapat dipahami, karena pada akhir tahun 1960-an Tentara Diraja Malaysia pernah dilatih menjadi Para Komando, dalam jumlah beberapa gelombang di Pusat Pendidikan Para Komando, di Batujajar, Bandung.
Seperti dikutip dari buku Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Kamis (21/9/2023), saat itu Komandan Pusdik adalah Letnan Kolonel Seno Hartono.
Enam bulan setelah memberikan anugerah Warga Kehormatan Baret Merah kepada Sultan Johor, Kopassus juga memberikan anugerah Warga Kehormatan Baret Merah kepada Sultan Hasanal Bolkiah, Sultan Brunei Darussalam.
Untuk merealisasikan pemberian anugerah Warga Kehormatan Baret Merah kepada Yang Dipertuan Agung Malaysia itu, Panglima ABRI memerintahkan kepada Sintong Panjaitan sebagai Komandan Kopassus, agar pelaksanaannya diselenggarakan di Cijantung.
Sekitar setengah jam sebelum upacara berlangsung, Jenderal TNI LB Moerdani didampingi oleh Sintong, KSAD Jenderal TNI Try Sutrisno, Wakil KSAD Letjen TNI Edi Sudrajat, dan Wakil Komandan Kopassus Kolonel Kuntara, menunggu di ruang kerja Komandan Kopassus.
Ketika mereka sedang berbincang-bincang, Sintong mengambil baret merah dari meja kerjanya, kemudian memberikannya kepada Moerdani.
"Ini Baret Merah Bapak yang akan Bapak pakai dalam upacara nanti," kata Sintong.
Moerdani menerima baret mereh itu dengan wajah tidak suka. Jenderal bintang empat itu segera mencoba memakainya sambil berdiri. Tetapi tiba-tiba baret merah itu dilempar ke meja di depan Sintong, kemudian meluncur jatuh ke lantai.
Moerdani tidak mengucapkan sepatah kata pun, lalu duduk kembali. Sintong kemudian mengambil baret merah itu dan meletakkannya di meja kerja. Suasana yang semua berlangsung ramah, spontan berubah menjadi kaku. Semuanya terdiam karena wajah Moerdani berubah serius.
KSAD berupaya meredakan suasana dengan mengalihkan bahan pembicaraan, tetapi suasana tetap kaku. Ketika Moerdani berjalan keluar dari kamar kecil, Sintong menghampiri dia dan berbicara kepadanya.
Sintong sebagai Komandan Kopassus merasa tersinggung. Tidak sepantasnya Panglima ABRI bertindak demikian. Sintong berkata, "Pak Benny tidak dapat dipisahkan dengan Korps Baret Merah. Bapak dikenal sebagai orang pertama Korps Baret Merah. Jadi aneh kalau Bapak tidak berkenan memakai baret merah." Namun, perkataan Sintong tersebut tidak dijawab LB Moerdani.
Sultan Iskandar ialah Warga Kehormatan Baret Hijau Tentara Diraja Malaysia dan ia sangat bersimpati kepada Korps Baret Merah. Hal itu dapat dipahami, karena pada akhir tahun 1960-an Tentara Diraja Malaysia pernah dilatih menjadi Para Komando, dalam jumlah beberapa gelombang di Pusat Pendidikan Para Komando, di Batujajar, Bandung.
Seperti dikutip dari buku Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Kamis (21/9/2023), saat itu Komandan Pusdik adalah Letnan Kolonel Seno Hartono.
Enam bulan setelah memberikan anugerah Warga Kehormatan Baret Merah kepada Sultan Johor, Kopassus juga memberikan anugerah Warga Kehormatan Baret Merah kepada Sultan Hasanal Bolkiah, Sultan Brunei Darussalam.
Untuk merealisasikan pemberian anugerah Warga Kehormatan Baret Merah kepada Yang Dipertuan Agung Malaysia itu, Panglima ABRI memerintahkan kepada Sintong Panjaitan sebagai Komandan Kopassus, agar pelaksanaannya diselenggarakan di Cijantung.
Sekitar setengah jam sebelum upacara berlangsung, Jenderal TNI LB Moerdani didampingi oleh Sintong, KSAD Jenderal TNI Try Sutrisno, Wakil KSAD Letjen TNI Edi Sudrajat, dan Wakil Komandan Kopassus Kolonel Kuntara, menunggu di ruang kerja Komandan Kopassus.
Ketika mereka sedang berbincang-bincang, Sintong mengambil baret merah dari meja kerjanya, kemudian memberikannya kepada Moerdani.
"Ini Baret Merah Bapak yang akan Bapak pakai dalam upacara nanti," kata Sintong.
Moerdani menerima baret mereh itu dengan wajah tidak suka. Jenderal bintang empat itu segera mencoba memakainya sambil berdiri. Tetapi tiba-tiba baret merah itu dilempar ke meja di depan Sintong, kemudian meluncur jatuh ke lantai.
Moerdani tidak mengucapkan sepatah kata pun, lalu duduk kembali. Sintong kemudian mengambil baret merah itu dan meletakkannya di meja kerja. Suasana yang semua berlangsung ramah, spontan berubah menjadi kaku. Semuanya terdiam karena wajah Moerdani berubah serius.
KSAD berupaya meredakan suasana dengan mengalihkan bahan pembicaraan, tetapi suasana tetap kaku. Ketika Moerdani berjalan keluar dari kamar kecil, Sintong menghampiri dia dan berbicara kepadanya.
Sintong sebagai Komandan Kopassus merasa tersinggung. Tidak sepantasnya Panglima ABRI bertindak demikian. Sintong berkata, "Pak Benny tidak dapat dipisahkan dengan Korps Baret Merah. Bapak dikenal sebagai orang pertama Korps Baret Merah. Jadi aneh kalau Bapak tidak berkenan memakai baret merah." Namun, perkataan Sintong tersebut tidak dijawab LB Moerdani.
(maf)