Pasca-Interfaith Forum G20 di India 2023: Beberapa Refleksi
loading...
A
A
A
Ridwan
Dosen Universitas Islam Internasional Indonesia Pengurus Mata Garuda 2022-2024.
ARGUMEN apa yang mendasari pelaksanaan Interfaith Forum G20 (IF G20) di India 2023? Pertanyaan ini penting diajukan oleh karena dunia saat ini sedang dirundung pelbagai krisis. Termasuk konflik kekerasan, perluasan ketidakadilan dan krisis iklim berkelanjutan, hancurnya kepercayaan publik pada institusi publik lokal dan global.
Aneka tantangan tersebut telah menuntut kepemimpinan yang merangkul satu visi pragmatik dan etik, guna menjamin keterlibatan lintas sektor. Situasi dunia yang “sedang tidak baik-baik” inilah yang menjadi dasar bagi IF G20, yang telah bekerja sama dengan MIT-World Peace University dan the Interfaith Alliance for Safer Communities, untuk menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertemuan lintas iman G20 ini.
Tulisan singkat ini. Karenanya ingin menelisik IF G20 2023 dari sebuah perspektif yang lebih luas, mencakup aspek historis IF G20, rangkaian pelaksanaan IF G20 sebelumnya, tema dan dinamika forum di India dan dampak IF G20 bagi dunia.
Secara historik, IF menawarkan satu platform tahunan di mana satu jaringan keagamaan yang terhubung kepada pelbagai institusi dan insiatif yang terkait dengan agenda-agenda global yaitu, Sustainable Development Goals (SDGs). Pertemuan tahunan KTT G20 adalah satu event yang penting untuk mendiskusikan pelbagai isu global prioritas.
Di mulai sejak 2008, dengan pelbagai platform (pertemuan tingkat menteri dan kelompok-kelompok yang terkait) yang memungkinkan pelbagai sektor dan komunitas yang berbeda untuk mempresentasikan ide dan rekomendasibagi para pemimpin dunia. IFP telah mulai beroperasi dan terlibat pada kegiatan G20 sejak tahun 2014 bertujuan memberikan kontribusi pada wawasan yang bermakna dan rekomendasi yang menyahuti dan membentuk agenda kebijakan global G20.
Keterkaitan antara IF dan G20, menurut Katherine Marshall, Wakil Presiden IF G20, “ide bahwa pengalaman dan suara dunia institusi agama dapat dan seharusnya menjadi bagian situasi dan implementasi agenda global”.
IF G20 telah dan sedang membangun peran utama bagi institusi keagamaan dan kepercayaan yang bermain dalam ranah urusan-urusan dunia, yang merefleksikan keragaman institusi, ide dan nilai yang kaya. Ini mencakup organisasi antariman dan dan antarbudaya, pemuka agama, sarjana dan entitas humanitarian dan pembangunan serta aktor masyarakat sipil dan bisnis.
Bermula di Australia, IF G20 diadakan yang bertujuan memberikan rekomendasi bagi para pemimpin dunia, termasuk sejumlah topik yang direkomendasikan para aktor agama. Setelah Australia, Turki tahun 2015, Cina tahun 2016, Jerman tahun 2017, Argentina tahun 2018, Jepang tahun 2019, Saudi Arabia tahun 2020, Italia tahun 2021.
IF G20 tidak melaksanakan pertemuan tahunannya di Indonesia, karena ada event khusus terkait G20, yaitu Religion Twenty (R20), yang dilaksanakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Pemerintah Indonesia. R20 yang direncanakan juga akan berlangsung di India tahun 2023 tidak jadi dilaksanakan.
IFG20 memajukan solusi global dengan bekerjasama dengan pemuka agama dan representasi politik. Pengakuan global semakin meningkat bagi peranan keimanan dan agama dalam promosi keimanan dan agama guna mempromosikan hubungan yang harmonis dan damai antar bangsa-bangsa dunia.
Dalam praktik, IF G20 secara konsisten mengupayakan membangun dan memprioritaskan jaringan inklusif dari jaringan publik, agama, humanitarian, institusi akademik dan komunitas agama dengan sektir publik dalam mmerumuskan dan melaksanakan inisiatif kebijakan global. Selain itu, untuk mematangkan isu global yang dikaji telah dibentuk sejumlah working groups yang fokus pada wilayah yang sering terjadi dan relevan dengan prioritas kebijakan G20.
Setelah IFG20 tidak menggelar KTT lintas iman di Indonesia tahun 2022, maka IFP G20 telah melangsungkan KTT lintas iman di India sejak 5-7 September 2023 di World Peace Dome di kota Pune. Kegiatan ini, sejatinya, dilakukan untuk menghasilkan rumusan di bidang sosial keagamaan bagi para pemimpin dunia G20 yang akan berlangsung di bulan September 2023.
Forum lintas iman ini telah dihadiri oleh lebih dari 2000 peserta, termasuk lebih dari 100 pembicara ahli dan presenter, peserta, dari India dan luar negeri, termasuk perwakilan dari lembaga pemerintah, organisasi internasional, masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas agama. Acara ini bertujuan untuk menarik perhatian audiens yang beragam dan inklusif, mewakili sejauh mungkin populasi global.
Peserta dari Indonesia adalah akademisi Muhammadiyah Yayah Khisbiyah; Ketua Badan Wakaf Pesantren Tebuireng KH A Halim Mahfudz; Wakil Rektor Universitas Muslim Makassar Dr Muhammad Hattah Fattah; Ketua HAM Sekretariat ASEAN Yuyun Wahyuningrum, dan Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho.
Secara nyata, KTT lintas iman di kota Pune India telah menyahuti tantangan yang dihadapi anak-anak yang menghadapi kehilangan dan tantangan karena pandemi Covid-19. Juga ketidakadilan dan disrupsi yang dihubungkan dengan perubahan iklim.
Tema utama untuk memperluas harapan bagi sebuah masa depan yang lebih baik. KTT lintas iman telah membawa sebuah kelompok pimpinan agama yang secara mendalam terlibat pada perdebatan global, yang merentang dari krisis sosio-ekonomi pada agenda SDGs.
Forum telah menekankan pada langkah aksi yang nyata yang dapat diambil di dalam proses G20, menekankan pada kekuatan kerjasama antar iman yang transformatif. Melalui satu pendekatan holistik yang mempertimbangkan perspektif agama dan etika, IF G20 2023 telah mengupayakan pembentukan sebuah tatanan dunia yang lebih inklusif, damai dan sinambunguntuk semua tanpa terkecuali.
Forum dua hari ini telah menawarkan satu platform bagi semua stakeholders untuk bersama-sama membagi pengalaman dan menyediakan saran-saran yang telah diidentifikasi sepanjang tahun dalam persiapan KTT G20. Tema forum di India fokus pada topik global yang khusus mencakup masalah visi anak tahun 2020-an, aksi mobilisasi SDM untuk perlindungan dan proteksi sosial, aset, risiko, serta etika yang diberikan revolusi kecerdasan buatan kepada masyarakat, aksi pasca-Covid-19: kesiapsiagaan pandemi dan reformasi, sistem kesehatan ketahanan, agama dan budaya aksi perubahan, iklim pembenahan pendidikan di era pasca Covid-19, guna memastikan bahwa yang paling rentan tidak akan tertinggal di belakang.
Dengan demikian, KTT lintas iman G20 adalah kesempatan penting dan berharga guna mempromosikan budaya perdamaian dan pembangunan holistik secara global. Dengan mengumpulkan beragam kelompok pemangku kepentingan dan menyediakan platform untuk melakukan dialog dan kolaborasi, KTT ini dapat membantu mengatasi krisis yang saling terkait di zaman kekinian dan memetakan jalan menuju masa depan yang lebih adil, berkelanjutan, dan damai.
Tantangan utama bagi pelaksanaan rumusan IFP G20 adalah keinginan dan tindakan politik dari para pemimpin dunia untuk konsisten menjadikan rumusan IF G20 sebagai basis kebijakan di masing-masing negara G20 untuk mendukung penyelesaian masalah dunia secara bersama-sama. Tanpa itu, perhelatan IF G20 setiap tahunnya lebih sebagai seremoni tanpa substansi. Diskursus tanpa aksi nyata.
Dosen Universitas Islam Internasional Indonesia Pengurus Mata Garuda 2022-2024.
ARGUMEN apa yang mendasari pelaksanaan Interfaith Forum G20 (IF G20) di India 2023? Pertanyaan ini penting diajukan oleh karena dunia saat ini sedang dirundung pelbagai krisis. Termasuk konflik kekerasan, perluasan ketidakadilan dan krisis iklim berkelanjutan, hancurnya kepercayaan publik pada institusi publik lokal dan global.
Aneka tantangan tersebut telah menuntut kepemimpinan yang merangkul satu visi pragmatik dan etik, guna menjamin keterlibatan lintas sektor. Situasi dunia yang “sedang tidak baik-baik” inilah yang menjadi dasar bagi IF G20, yang telah bekerja sama dengan MIT-World Peace University dan the Interfaith Alliance for Safer Communities, untuk menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertemuan lintas iman G20 ini.
Tulisan singkat ini. Karenanya ingin menelisik IF G20 2023 dari sebuah perspektif yang lebih luas, mencakup aspek historis IF G20, rangkaian pelaksanaan IF G20 sebelumnya, tema dan dinamika forum di India dan dampak IF G20 bagi dunia.
Secara historik, IF menawarkan satu platform tahunan di mana satu jaringan keagamaan yang terhubung kepada pelbagai institusi dan insiatif yang terkait dengan agenda-agenda global yaitu, Sustainable Development Goals (SDGs). Pertemuan tahunan KTT G20 adalah satu event yang penting untuk mendiskusikan pelbagai isu global prioritas.
Di mulai sejak 2008, dengan pelbagai platform (pertemuan tingkat menteri dan kelompok-kelompok yang terkait) yang memungkinkan pelbagai sektor dan komunitas yang berbeda untuk mempresentasikan ide dan rekomendasibagi para pemimpin dunia. IFP telah mulai beroperasi dan terlibat pada kegiatan G20 sejak tahun 2014 bertujuan memberikan kontribusi pada wawasan yang bermakna dan rekomendasi yang menyahuti dan membentuk agenda kebijakan global G20.
Keterkaitan antara IF dan G20, menurut Katherine Marshall, Wakil Presiden IF G20, “ide bahwa pengalaman dan suara dunia institusi agama dapat dan seharusnya menjadi bagian situasi dan implementasi agenda global”.
IF G20 telah dan sedang membangun peran utama bagi institusi keagamaan dan kepercayaan yang bermain dalam ranah urusan-urusan dunia, yang merefleksikan keragaman institusi, ide dan nilai yang kaya. Ini mencakup organisasi antariman dan dan antarbudaya, pemuka agama, sarjana dan entitas humanitarian dan pembangunan serta aktor masyarakat sipil dan bisnis.
Bermula di Australia, IF G20 diadakan yang bertujuan memberikan rekomendasi bagi para pemimpin dunia, termasuk sejumlah topik yang direkomendasikan para aktor agama. Setelah Australia, Turki tahun 2015, Cina tahun 2016, Jerman tahun 2017, Argentina tahun 2018, Jepang tahun 2019, Saudi Arabia tahun 2020, Italia tahun 2021.
IF G20 tidak melaksanakan pertemuan tahunannya di Indonesia, karena ada event khusus terkait G20, yaitu Religion Twenty (R20), yang dilaksanakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Pemerintah Indonesia. R20 yang direncanakan juga akan berlangsung di India tahun 2023 tidak jadi dilaksanakan.
IFG20 memajukan solusi global dengan bekerjasama dengan pemuka agama dan representasi politik. Pengakuan global semakin meningkat bagi peranan keimanan dan agama dalam promosi keimanan dan agama guna mempromosikan hubungan yang harmonis dan damai antar bangsa-bangsa dunia.
Dalam praktik, IF G20 secara konsisten mengupayakan membangun dan memprioritaskan jaringan inklusif dari jaringan publik, agama, humanitarian, institusi akademik dan komunitas agama dengan sektir publik dalam mmerumuskan dan melaksanakan inisiatif kebijakan global. Selain itu, untuk mematangkan isu global yang dikaji telah dibentuk sejumlah working groups yang fokus pada wilayah yang sering terjadi dan relevan dengan prioritas kebijakan G20.
Setelah IFG20 tidak menggelar KTT lintas iman di Indonesia tahun 2022, maka IFP G20 telah melangsungkan KTT lintas iman di India sejak 5-7 September 2023 di World Peace Dome di kota Pune. Kegiatan ini, sejatinya, dilakukan untuk menghasilkan rumusan di bidang sosial keagamaan bagi para pemimpin dunia G20 yang akan berlangsung di bulan September 2023.
Forum lintas iman ini telah dihadiri oleh lebih dari 2000 peserta, termasuk lebih dari 100 pembicara ahli dan presenter, peserta, dari India dan luar negeri, termasuk perwakilan dari lembaga pemerintah, organisasi internasional, masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas agama. Acara ini bertujuan untuk menarik perhatian audiens yang beragam dan inklusif, mewakili sejauh mungkin populasi global.
Peserta dari Indonesia adalah akademisi Muhammadiyah Yayah Khisbiyah; Ketua Badan Wakaf Pesantren Tebuireng KH A Halim Mahfudz; Wakil Rektor Universitas Muslim Makassar Dr Muhammad Hattah Fattah; Ketua HAM Sekretariat ASEAN Yuyun Wahyuningrum, dan Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho.
Secara nyata, KTT lintas iman di kota Pune India telah menyahuti tantangan yang dihadapi anak-anak yang menghadapi kehilangan dan tantangan karena pandemi Covid-19. Juga ketidakadilan dan disrupsi yang dihubungkan dengan perubahan iklim.
Tema utama untuk memperluas harapan bagi sebuah masa depan yang lebih baik. KTT lintas iman telah membawa sebuah kelompok pimpinan agama yang secara mendalam terlibat pada perdebatan global, yang merentang dari krisis sosio-ekonomi pada agenda SDGs.
Forum telah menekankan pada langkah aksi yang nyata yang dapat diambil di dalam proses G20, menekankan pada kekuatan kerjasama antar iman yang transformatif. Melalui satu pendekatan holistik yang mempertimbangkan perspektif agama dan etika, IF G20 2023 telah mengupayakan pembentukan sebuah tatanan dunia yang lebih inklusif, damai dan sinambunguntuk semua tanpa terkecuali.
Forum dua hari ini telah menawarkan satu platform bagi semua stakeholders untuk bersama-sama membagi pengalaman dan menyediakan saran-saran yang telah diidentifikasi sepanjang tahun dalam persiapan KTT G20. Tema forum di India fokus pada topik global yang khusus mencakup masalah visi anak tahun 2020-an, aksi mobilisasi SDM untuk perlindungan dan proteksi sosial, aset, risiko, serta etika yang diberikan revolusi kecerdasan buatan kepada masyarakat, aksi pasca-Covid-19: kesiapsiagaan pandemi dan reformasi, sistem kesehatan ketahanan, agama dan budaya aksi perubahan, iklim pembenahan pendidikan di era pasca Covid-19, guna memastikan bahwa yang paling rentan tidak akan tertinggal di belakang.
Dengan demikian, KTT lintas iman G20 adalah kesempatan penting dan berharga guna mempromosikan budaya perdamaian dan pembangunan holistik secara global. Dengan mengumpulkan beragam kelompok pemangku kepentingan dan menyediakan platform untuk melakukan dialog dan kolaborasi, KTT ini dapat membantu mengatasi krisis yang saling terkait di zaman kekinian dan memetakan jalan menuju masa depan yang lebih adil, berkelanjutan, dan damai.
Tantangan utama bagi pelaksanaan rumusan IFP G20 adalah keinginan dan tindakan politik dari para pemimpin dunia untuk konsisten menjadikan rumusan IF G20 sebagai basis kebijakan di masing-masing negara G20 untuk mendukung penyelesaian masalah dunia secara bersama-sama. Tanpa itu, perhelatan IF G20 setiap tahunnya lebih sebagai seremoni tanpa substansi. Diskursus tanpa aksi nyata.
(poe)