BPIP Dorong Mahasiswa Jadi Garda Terdepan Implementasikan Nilai-nilai Pancasila di Era Merdeka Belajar
loading...
A
A
A
Dengan demikian makna Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanan, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, mempersatukan Indonesia serta bertujuan mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," ujar Wakil Kepala BPIP.
Karjono juga mengungkapkan keprihatinannya bahwa setelah 25 tahun pasca reformasi, masih ada yang muncul pernyataan di media sosial yang ingin berkiblat Ideologi lain dengan mengadopsi ideologi yang mirip dengan yang diterapkan di Afghanistan dan Suriah.
"Negara-negara tersebut hanya memiliki satu agama, enam suku atau kurang dari sepuluh, namun terpecah belah, bahkan negaranya hilang atau bubar, sementara Indonesia, dengan keragaman suku, ras, dan agama, tetap teguh berdiri karena memiliki Ideologi Pancasila sebagai perekat yang kuat," katanya.
Karjono juga menjelaskan bahwa setelah reformasi, ada beberapa aspek yang mengalami pelemahan, dan salah satu yang sangat mencolok adalah di dunia pendidikan, di mana mata ajar dan mata kuliah Pancasila telah dihilangkan.
Di sisi lain lembaga yang menangani ideologi Pancasila turut dinonaktifkan. "Misalnya, TAP MPR Nomor II Tahun 1978 tentang Eka Pancakarsa atau P4 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kemudian satu tahun setelahnya Lembaga BP7 dibubarkan, dan yang sangat memprihatinkan adalah penggantian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menghilangkan mata ajar atau mata kuliah Pancasila. Ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan," tuturnya.
Menurtnya, perubahan-perubahan ini memiliki dampak yang signifikan bagi generasi muda seperti adek adek mahasiswa saat ini. "Melalui program Merdeka Belajar, Kampus Merdeka yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek, mahasiswa diberikan kebebasan untuk berekspresi dan berinovasi. Ini merupakan langkah positif untuk memajukan pendidikan yang berlandaskan Pancasila,” paparnya.
Ia menekankan bahwa semangat ini adalah langkah konkret menuju visi 'kampus benteng Pancasila'. "Mahasiswa, sebagai agen perubahan untuk masa depan, memiliki peran penting dalam mempertahankan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila di lingkungan kampus. Dengan kebebasan berekspresi dan inovasi, mereka dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas dan kedaulatan Pancasila sebagai ideologi negara," katanya
Karjono juga mengingatkan pentingnya penerapan prinsip ‘tut wuri handayani’ yang artinya ‘mengatur, mengarahkan, dan membimbing’.
"Kepemimpinan adalah tanggung jawab yang telah diatur dengan baik. Melalui kebijaksanaan, keteladanan, dan pengabdian kepada nilai-nilai Pancasila, adek-adek memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin yang bijaksana dan bertanggung jawab dalam memajukan bangsa dan negara,” tuturnya.
Karjono juga mengungkapkan keprihatinannya bahwa setelah 25 tahun pasca reformasi, masih ada yang muncul pernyataan di media sosial yang ingin berkiblat Ideologi lain dengan mengadopsi ideologi yang mirip dengan yang diterapkan di Afghanistan dan Suriah.
"Negara-negara tersebut hanya memiliki satu agama, enam suku atau kurang dari sepuluh, namun terpecah belah, bahkan negaranya hilang atau bubar, sementara Indonesia, dengan keragaman suku, ras, dan agama, tetap teguh berdiri karena memiliki Ideologi Pancasila sebagai perekat yang kuat," katanya.
Karjono juga menjelaskan bahwa setelah reformasi, ada beberapa aspek yang mengalami pelemahan, dan salah satu yang sangat mencolok adalah di dunia pendidikan, di mana mata ajar dan mata kuliah Pancasila telah dihilangkan.
Di sisi lain lembaga yang menangani ideologi Pancasila turut dinonaktifkan. "Misalnya, TAP MPR Nomor II Tahun 1978 tentang Eka Pancakarsa atau P4 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kemudian satu tahun setelahnya Lembaga BP7 dibubarkan, dan yang sangat memprihatinkan adalah penggantian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menghilangkan mata ajar atau mata kuliah Pancasila. Ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan," tuturnya.
Menurtnya, perubahan-perubahan ini memiliki dampak yang signifikan bagi generasi muda seperti adek adek mahasiswa saat ini. "Melalui program Merdeka Belajar, Kampus Merdeka yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek, mahasiswa diberikan kebebasan untuk berekspresi dan berinovasi. Ini merupakan langkah positif untuk memajukan pendidikan yang berlandaskan Pancasila,” paparnya.
Ia menekankan bahwa semangat ini adalah langkah konkret menuju visi 'kampus benteng Pancasila'. "Mahasiswa, sebagai agen perubahan untuk masa depan, memiliki peran penting dalam mempertahankan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila di lingkungan kampus. Dengan kebebasan berekspresi dan inovasi, mereka dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas dan kedaulatan Pancasila sebagai ideologi negara," katanya
Karjono juga mengingatkan pentingnya penerapan prinsip ‘tut wuri handayani’ yang artinya ‘mengatur, mengarahkan, dan membimbing’.
"Kepemimpinan adalah tanggung jawab yang telah diatur dengan baik. Melalui kebijaksanaan, keteladanan, dan pengabdian kepada nilai-nilai Pancasila, adek-adek memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin yang bijaksana dan bertanggung jawab dalam memajukan bangsa dan negara,” tuturnya.
(ars)