Hindari Bank Bermasalah

Selasa, 11 April 2017 - 08:15 WIB
Hindari Bank Bermasalah
Hindari Bank Bermasalah
A A A
SECARA umum kondisi perbankan saat ini dinyatakan masih sehat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, pihak OJK tetap mengingatkan pentingnya meminimalisasi hal buruk yang bisa menjangkiti perbankan pada masa mendatang.

Mengantisipasi hal buruk yang bisa terjadi kapan saja, pihak OJK telah menerbitkan peraturan tentang penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum. Secara tegas aturan baru itu membagi tiga status pengawasan bank, yakni pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus.

Apabila dalam pengawasan OJK menilai kondisi bank semakin memburuk, segera dikomunikasikan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk ditetapkan langkah tindakan menyelamatkan bank yang bermasalah.

Kebijakan tentang penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum oleh OJK diklaim sebagai produk aturan pengawasan perbankan yang lebih baik dari sebelumnya karena sifatnya lebih mencegah sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan dalam dunia perbankan. Andaikan sebuah bank mulai “batuk-batuk”, mengutip Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad, statusnya masuk dalam kategori pengawasan intensif.

Selanjutnya, kalau sudah tahap “menggigil”, segera ditingkatkan statusnya dalam skala pengawasan khusus. Penetapan tingkat status pengawasan bank memang akan memudahkan pemantauan sehingga dalam kondisi krisis bisa segera diantisipasi dengan mengacu pada kriteria yang sudah disepakati.

Lalu, kriteria apa saja sebuah bank dinyatakan dalam pengawasan intensif dan khusus? Pihak OJK telah menetapkan enam kriteria kondisi bank yang masuk dalam status pengawasan intensif.

Bank masuk dalam pengawasan intensif apabila memenuhi satu atau lebih dari kriteria tersebut. Pertama, rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) sama dengan atau lebih besar dari 8% , namun kurang dari rasio KPMM sesuai profil risiko bank yang wajib dipenuhi oleh bank.

Kedua, rasio modal inti kurang dari persentase tertentu yang ditetapkan oleh OJK. Ketiga, rasio giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah sama dengan atau lebih besar dari rasio yang ditetapkan.

Kriteria keempat, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) atau rasio pembiayaan bermasalah secara netto lebih dari 5% dari total kredit atau total pembiayaan. Kelima, tingkat kesehatan bank dengan peringkat keempat atau kelima.

Keenam, tingkat kesehatan bank dengan peringkat komposit ketiga dan peringkat tata kelola dengan peringkat keempat atau peringkat kelima. Dan, kriteria bank yang masuk dalam status pengawasan khusus terdiri atas rasio KPMM kurang dari 8% dan rasio GWM dalam rupiah kurang dari rasio yang wajib dipenuhi oleh bank berdasarkan penilaian OJK.

Bagaimana dengan kondisi perbankan saat ini? Secara keseluruhan, sebagaimana dibeberkan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon, kondisi perbankan nasional dalam kategori sehat meski sedikit terganggu dengan peningkatan kredit bermasalah yang bertengger pada level 3,16%.

Adapun indikator kesehatan perbankan menunjukkan kondisi yang aman. Mulai dari rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) mencapai 23,18%, rasio profitabilitas atau return on assets (ROA) pada level di atas 2%, dan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) pada posisi 5,28% pada Februari lalu. Posisi NIM tersebut menjadikan perbankan menempati urutan tertinggi di antara perbankan negara ASEAN.

Meski perbankan nasional dinyatakan OJK dalam kategori sehat, dari sisi penyaluran kredit untuk periode Januari hingga awal April tahun ini kurang menggembirakan. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan realisasi pertumbuhan kredit tercatat negatif 0,7%.

Kondisi realisasi kredit tersebut oleh pihak bank sentral dinyatakan tak perlu dirisaukan. Pasalnya, kecenderungan periode awal tahun realisasi kredit selalu lebih rendah.

Namun, memasuki kuartal kedua mulai normal seiring pembiayaan yang harus dilakukan para pengusaha. Walau demikian, tetap harus mendapat perhatian serius dari lembaga yang berwenang agar penyaluran kredit tidak meleset dari target yang telah dipatok.

Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) perbankan terus menunjukkan peningkatan. Belum lama ini Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat total rekening simpanan yang dijamin mencapai 202,1 juta per Februari 2017, naik sekitar 2,1 juta rekening atau 1,06% dibanding pada Januari lalu yang mencatatkan 200 juta rekening.

Simpanan dengan saldo di atas Rp2 miliar meningkat dari Rp2.769 triliun dengan 238.908 rekening pada Januari 2017 menjadi Rp2.795 triliun dengan 238.318 rekening pada Februari 2017. Total simpanan di bank sebesar Rp4.922 triliun per Februari atau naik Rp25 triliun dari Januari 2017.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3783 seconds (0.1#10.140)