Keajaiban Doa Ibu Antarkan Penjual Es Lilin Menjadi Jenderal TNI yang Disegani

Minggu, 03 September 2023 - 06:05 WIB
loading...
Keajaiban Doa Ibu Antarkan Penjual Es Lilin Menjadi Jenderal TNI yang Disegani
KSAD Jenderal TNI Subagyo HS memimpin serah terima jabatan (sertijab) Pangkostrad dari Letjen TNI Djamari Chaniago kepada Mayjen TNI Djaja Suparman. Foto/istimewa
A A A
JAKARTA - Doa tulus seorang ibu untuk anaknya agar menjadi jenderal akhirnya terwujud. Siapa sangka sekelumit doa yang selalu dipanjatkan mengantarkan sang anak menjadi seorang Perwira Tinggi (Pati) TNI AD Jenderal Bintang Tiga yang dihormati dan disegani.

Sang anak itu adalah Letjen TNI Djaja Suparman putera dari pasangan Momo bin H. Usman dan Hj Aminah. Mantan Panglima Kostrad ini mengenang perjalanan hidup dan kesuksesan karier militernya berkat doa kedua orang tuanya khususnya ibunda tercinta.

Lahir di Sukabumi, Jawa Barat pada 11 Desember 1949, Djaja Suparman saat kecil diberi nama Tatang. Namun orang tuanya saat menimang selalu menyebut “anak raja” dengan harapan puteranya tersebut menjadi orang besar. Panggilan itulah yang lambat laun membuatnya dipanggil Djaja.

Selain itu, impiannya menjadi pembela wong cilik dan kesukaannya terhadap tokoh Superman yang digambarkan sebagai sosok pembela rakyat, penegak keadilan, dan selalu berjuang untuk bangsa dan negaranya membuat Tatang mengganti namanya. Setelah lulus SMA namanya kemudian diubah menjadi Djaja Suparman.



Dibesarkan dari keluarga sederhana, di mana ayahnya bekerja sebagai polisi dengan pangkat Ajun Inspektur Polisi atau setingkat Kopral, Djaja Suparman mendapatkan pendidikan yang cukup keras dan disiplin yang tinggi. Hampir setiap minggu, Djaja menyusuri rel kereta api sejauh 8,6 kilometer bersama ayahnya untuk berkebun. Kebiasaan inilah yang kemudian membentuk karakter dan menjadikan Djaja sosok pemimpin yang bertanggung jawab.

Tak heran jika diusia muda, Djaja sudah bisa memimpin di kelompoknya. Bahkan, untuk urusan menjaga keluarga, Djadja berdiri paling depan. Meski masih belia, Djaja merasa paling bertanggung jawab terhadap keempat adiknya. Djaja bahkan tidak sungkan untuk mencuci baju, setrika, hingga mengajari adik-adiknya, selain membantu ibunya membersihkan rumah dan pekarangan.

Kendati bukan tukang berkelahi, namun Djaja Suparman tidak gentar untuk adu jotos. Djaja Suparman bahkan pernah melawan lima orang. Akibatnya, kepalanya harus dijahit dan hingga kini bekas jahitan itu masih ada.



Kondisi negara yang sulit di sepanjang tahun 1960 hingga 1968 membuat ayahnya jarang bertemu. Bahkan, mereka terkadang sampai tiga bulan baru bertemu. Praktis, ibunya menjadi kepala rumah tangga yang merawat dan membesarkan anak-anaknya. Di masa inilah, Djaja Suparman tampil sebagai anak lelaki yang mampu meringankan beban orang tuanya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1785 seconds (0.1#10.140)