Menkumham Sebut Kejahatan Artificial Intelligence Sudah Mengkhawatirkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM ( Menkumham ) Yasonna Laoly menyoroti dampak bahaya Artificial Intelligence (AI). Kata Yasonna, terbukanya informasi di era globalisasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Direktorat Jenderal Imigrasi terutama dalam aspek teknologi, politik dan keamanan.
Yasonna menyoroti dampak negatif dari AI setelah Direktorat Intelijen Keimigrasian (Direktorat Intelkim) berhasil menyingkap sejumlah kasus penyelewengan oleh warga negara asing. Kasus seperti penjamin fiktif, WNA China pemegang paspor Meksiko palsu, hingga WN Vanuatu yang menggunakan identitas KTP WNI untuk bertanding di One Pride MMA.
"Perkembangan teknologi informasi memiliki dampak negatif dalam aspek kejahatan internasional, seperti human trafficking (perdagangan orang), narkotika, hingga illegal fishing," jelas Yasonna dalam keterangannya, Rabu (23/8/2023).
Yasonna yang hadir dalam FGD bertemakan Strategi Peningkatan Peran Intelijen Keimigrasian, menyebut ancaman AI juga menjadi kekhawatiran pimpinan Google.
"Beberapa waktu lalu saya menerima pimpinan dari Google, beliau bahkan mengkhawatirkan artificial intelligence (AI) digunakan untuk hal negatif," ungkap Yasonna.
Menurutnya, Ditjen Imigrasi memiliki peran penting dalam mendistribusikan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan strategis dan taktis terkait kebijakan.
"Oleh karena itu, Intelijen Keimigrasian khususnya, berperan mendeteksi dan mencegah ancaman yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara," tutur Yasonna.
Senada dengan Yasonna, Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim mengatakan, peran AI dalam dunia teknologi informasi menjadi tantangan baru di era dewasa ini. Terlebih, informasi merupakan bisnis utama dari intelijen.
"Sehingga bagaimana kita dapat mengumpulkan informasi untuk kemudian dianalisis dan hasilnya diberikan guna kepentingan organisasi. Baik untuk operasi, antisipasi kemungkinan yang terjadi ke depan atau hal-hal yang penting dalam perumusan serta pelaksanaaan kebijakan," terang Silmy.
Sementara itu mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono, menuturkan, pemanfaatan teknologi informasi, utamanya AI, dapat digunakan sebagai penggalangan penting guna mendapatkan informasi dalam hal proses penyelidikan dan pengamanan.
"Ditjen Imigrasi mempunyai subjek hukum orang asing yang berada di negara Indonesia. Artinya, intelijen berperan sentral dalam mencegah ancaman. Hanya melalui pengorganisasian yang baik dan menggunakan kecerdasan teknologi kita dapat mengatasi ancaman ini," kata Hendro.
Yasonna menyoroti dampak negatif dari AI setelah Direktorat Intelijen Keimigrasian (Direktorat Intelkim) berhasil menyingkap sejumlah kasus penyelewengan oleh warga negara asing. Kasus seperti penjamin fiktif, WNA China pemegang paspor Meksiko palsu, hingga WN Vanuatu yang menggunakan identitas KTP WNI untuk bertanding di One Pride MMA.
"Perkembangan teknologi informasi memiliki dampak negatif dalam aspek kejahatan internasional, seperti human trafficking (perdagangan orang), narkotika, hingga illegal fishing," jelas Yasonna dalam keterangannya, Rabu (23/8/2023).
Yasonna yang hadir dalam FGD bertemakan Strategi Peningkatan Peran Intelijen Keimigrasian, menyebut ancaman AI juga menjadi kekhawatiran pimpinan Google.
"Beberapa waktu lalu saya menerima pimpinan dari Google, beliau bahkan mengkhawatirkan artificial intelligence (AI) digunakan untuk hal negatif," ungkap Yasonna.
Menurutnya, Ditjen Imigrasi memiliki peran penting dalam mendistribusikan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan strategis dan taktis terkait kebijakan.
"Oleh karena itu, Intelijen Keimigrasian khususnya, berperan mendeteksi dan mencegah ancaman yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara," tutur Yasonna.
Senada dengan Yasonna, Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim mengatakan, peran AI dalam dunia teknologi informasi menjadi tantangan baru di era dewasa ini. Terlebih, informasi merupakan bisnis utama dari intelijen.
"Sehingga bagaimana kita dapat mengumpulkan informasi untuk kemudian dianalisis dan hasilnya diberikan guna kepentingan organisasi. Baik untuk operasi, antisipasi kemungkinan yang terjadi ke depan atau hal-hal yang penting dalam perumusan serta pelaksanaaan kebijakan," terang Silmy.
Sementara itu mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono, menuturkan, pemanfaatan teknologi informasi, utamanya AI, dapat digunakan sebagai penggalangan penting guna mendapatkan informasi dalam hal proses penyelidikan dan pengamanan.
"Ditjen Imigrasi mempunyai subjek hukum orang asing yang berada di negara Indonesia. Artinya, intelijen berperan sentral dalam mencegah ancaman. Hanya melalui pengorganisasian yang baik dan menggunakan kecerdasan teknologi kita dapat mengatasi ancaman ini," kata Hendro.
(thm)