Golkar dan PAN Gabung Koalisi Prabowo, PDIP: Politik Tidak Boleh Kawin Paksa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) , Ahmad Basarah menyebutkan dalam menjalin kerja sama politik tidak boleh dilakukan dengan pemaksaan.
Hal tersebut disampaikan Ahmad Basarah terkait sikap Partai Golkar dan PAN yang bergabung dengan Partai Gerindra dan PKB dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (bacapres) dalam Pilpres 2024.
Padahal sebelumnya Ketum DPP Golkar Airlangga Hartarto sudah bertemu dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan sepakat untuk membentuk tim teknis terkait kemungkinan kerja sama antara kedua partai politik tersebut.
Ketum PAN Zukifli Hasan juga sebelumnya sudah bertemu dengan Ketua DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dalam kunjungan ke Kantor PDIP. PAN sempat menawarkan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai bacawapres dari Ganjar Pranowo.
"Itu kan politik, politik itu dinamis cair ya. Apalagi hubungan partai politik yang baru sekadar penjajakan. Sehingga sikap Golkar itu kami anggap sesuatu hal yang wajar dalam dinamika politik kita seperti ini," ujar Ahmad Basarah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Ia menyebutkan segala hubungan yang didasarkan pada rasa terpaksa maka hasilnya tidak akan maksimal.
"Karena yang penting bagi kami sebuah kerja sama politik itu dasarnya harus kesukarelaan, keikhlasan, kehendak bersama tidak boleh ada kawin paksa ya. Sehingga harus satu sama lain saling bekerja sama. Nah kalau syarat itu tidak dipenuhi ya PDIP juga tidak memaksakan diri," terang Ahmad Basarah.
Basarah mengungkapkan sebagai partai politik yang memiliki golden ticket untuk mengusulkan sendiri capres-cawapres, pihaknya tidak mau jumawa dan menyombongkan diri. Hal tersebut terlihat dengan sikap PDIP tetap membuka diri untuk bekerja sama dengan partai politik lainnya dalam kerja sama politik.
"Tetapi parpol-parpol lain yang ingin bekerja sama dengan kami juga tidak bisa memaksakan diri, apalagi dipaksa. Harus dasarnya kesukarelaan. Jadi mari kita anggap peristiwa kerja sama kemarin adalah peristiwa yang wajar dan itu adalah peristiwa yang diatur dalam konstitusi kita dan sesuatu yang lumrah dalam kerja sama politik menjelang pilpres," pungkas Basarah.
Hal tersebut disampaikan Ahmad Basarah terkait sikap Partai Golkar dan PAN yang bergabung dengan Partai Gerindra dan PKB dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (bacapres) dalam Pilpres 2024.
Padahal sebelumnya Ketum DPP Golkar Airlangga Hartarto sudah bertemu dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan sepakat untuk membentuk tim teknis terkait kemungkinan kerja sama antara kedua partai politik tersebut.
Ketum PAN Zukifli Hasan juga sebelumnya sudah bertemu dengan Ketua DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dalam kunjungan ke Kantor PDIP. PAN sempat menawarkan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai bacawapres dari Ganjar Pranowo.
"Itu kan politik, politik itu dinamis cair ya. Apalagi hubungan partai politik yang baru sekadar penjajakan. Sehingga sikap Golkar itu kami anggap sesuatu hal yang wajar dalam dinamika politik kita seperti ini," ujar Ahmad Basarah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Ia menyebutkan segala hubungan yang didasarkan pada rasa terpaksa maka hasilnya tidak akan maksimal.
"Karena yang penting bagi kami sebuah kerja sama politik itu dasarnya harus kesukarelaan, keikhlasan, kehendak bersama tidak boleh ada kawin paksa ya. Sehingga harus satu sama lain saling bekerja sama. Nah kalau syarat itu tidak dipenuhi ya PDIP juga tidak memaksakan diri," terang Ahmad Basarah.
Basarah mengungkapkan sebagai partai politik yang memiliki golden ticket untuk mengusulkan sendiri capres-cawapres, pihaknya tidak mau jumawa dan menyombongkan diri. Hal tersebut terlihat dengan sikap PDIP tetap membuka diri untuk bekerja sama dengan partai politik lainnya dalam kerja sama politik.
"Tetapi parpol-parpol lain yang ingin bekerja sama dengan kami juga tidak bisa memaksakan diri, apalagi dipaksa. Harus dasarnya kesukarelaan. Jadi mari kita anggap peristiwa kerja sama kemarin adalah peristiwa yang wajar dan itu adalah peristiwa yang diatur dalam konstitusi kita dan sesuatu yang lumrah dalam kerja sama politik menjelang pilpres," pungkas Basarah.