Kiai Said Aqil Siroj: Waspadai Krisis Komitmen Kebangsaan dan Merebaknya Virus Budaya

Sabtu, 12 Agustus 2023 - 00:25 WIB
loading...
Kiai Said Aqil Siroj:...
Prof DR KH Said Aqil Siroj dalam Pidato Kebudayaan di Gedung Joeang 45 mengungkap fakta sejarah bahwa para Founding Fathers telah bersepakat untuk membuat negara, bangsa Indonesia yang nasionalis-religius. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kemerdekaan adalah anugerah terbesar dari Tuhan Yang Maha Esa untuk bangsa Indonesia yang wajib senantiasa disyukuri, dijaga, dan dijadikan momentum bagi tumbuh dan berkembangnya peradaban Indonesia. 78 tahun Indonesia merdeka dari penjajahan dan bergerak maju menjadi bangsa yang besar dan beradab di tengah konstelasi global.

Dibutuhkan pemahaman sejarah keindonesiaan yang komprehensif dan pendalaman terhadap detail potensi dan problematika kebangsaan yang sedang dihadapi, serta dibutuhkan pula kejelian untuk meneropong masa depan dan memancang visi bersama, agar semua warga bangsa Indonesia dapat menjadi Indonesia dan memiliki Indonesia seutuhnya.



Hal disampaikan Prof DR KH Said Aqil Siroj dalam Pidato Kebudayaan di Gedung Joeang 45 mengungkap fakta sejarah bahwa para Founding Fathers telah bersepakat untuk membuat negara bangsa Indonesia yang nasionalis-religius. Bukan nasionalis sekuler model Michael Aflaq dan atau negara bangsa ala Ernas Renan.

"Para Founding Fathers membangun negara bangsa yang secara harmonis mampu memadukan antara spirit teologi dan politik kebangsaan, mengintegrasikan antara nasionalisme dengan iman dan menselaraskan agama dan budaya. Para Founding Fathers telah berhasil menanamkan harmoni kehidupan yang nasionalis-religius. Maka kini dan seterusnya, negara bangsa yang nasionalis-religius wajib dijaga untuk selama-lamanya," ujar Kiai Said dalam keterangannya, Jumat (12/8/2023).

Kiai Said yang juga Ketua Dewan Pembina Islam Nusantara Foundation dan Ketua Umum LPOI-LPOK menegaskan Fardlu Ain hukumnya bagi setiap warga negara untuk menjaga konsensus bangsa Indonesia (Menjaga Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Undang Undang Dasar 1945).

"Maka siapa saja yang berusaha menyebarluaskan ideologi dan atau bermaksud merongrong konsensus bangsa Indonesia dan mencoba coba membuat negara Islam wajib diusir dari Indonesia,” tegasnya.

Menyinggung soal implementasi Pancasila dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan, Kiai Said yang juga Anggota Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) mengingatkan kehidupan beragama yang ramah damai dan toleran harus dijaga. Maka jangan biarkan benih-benih radikalisme dan intoleransi berkembang menjadi terorisme dan ekstrimisme, kebhinnekaan harus dirawat, persatuan harus diperkokoh, perwusyawaratan harus dijalankan secara demokratis.

"Jangan hanya menjadi topeng dan kedok kepentingan golongan tertentu semata, serta keadilan dan kemakmuran harus dimeratakan. Tidak Boleh ada monopoli dan praktik oligarki yang merugikan negara dan memiskinkan rakyat Indonesia," jelasnya.

Dalam pidatonya terkait letak geografis, keberadaan geoekonomi, dan geopolitik Indonesia yang berada pada titik silang dunia, Kiai Said yang juga Pengasuh Pesantren Al Tsaqofah mengingatkan pentingnya kewaspadaan akan keberadaan Indonesia pada posisi terbuka bagi dunia. Yang sangat memungkinkan untuk diinfiltrasi, dipengaruhi, dan dijadikan pasar atau menjadi dimungkinkan untuk dijadikan tempat pembuangan sampah peradaban dari negara negara maju.

"Indonesia wajib menjadi global player dan menjadi titik keseimbangan dunia,” ucapnya.

Kiai Said melanjutkan lebih luas memotret konstelasi global bahwa resesi global, krisis pangan, dan krisis energi dunia telah nyata dan di depan mata, ancaman perang asimetris (Asymmetric War) dan perang siber (Cyber War) semakin tak terhindarkan, di tengah kompetisi global antar blok-blok ideologi, dalam merebut hegemoni politik, ekonomi, budaya, teknologi dan menguasai pasar global.

"Perdamaian menjadi barang yang sangat mahal untuk diperjuangkan. Oleh karenanya, Indonesia harus mampu memenangkan perang kebudayaan pop (Pop Culture War), perang mata uang (Digital Currency), perang biologi (Biological War), perang makanan, air, dan energi (Food, Water, and Energi War), dan perang iklim dan bencana (Climate and Disaster War) yang tengah dan sedang terjadi,” tutur lulusan Universitas Ummul Quro Makkah Al Mukaromah ini.

Menyoal kondisi kekinian dan fenomena politik nasional, mantan Ketua Umum PBNU mengingatkan momentum politik di depan mata. Pemerintah dan seluruh stakeholders bangsa harus siap melakukan mitigasi sosial menghadapi kemungkinan terjadinya turbulensi politik.

"Kewaspadaan dan kesiapsiagaan dini menghadapi kemungkinan rekayasa dan skenario global, berkembangnya radikalisme dan intoleransi, serta berbagai penyesatan informasi dan adu domba antar pihak, harus dilakukan, agar Indonesia tetap bersatu, berdaulat, dan utuh selamanya. Penyelenggaraan pemilu harus dikawal secara damai, demokratis, transparan, jujur, adil, dan tanpa kekerasan,” paparnya.

Terkait kualifikasi kepemimpinan dan calon pemimpin nasional, Kiai Said juga mengingatkan kita harus cerdas agar mampu melahirkan pemimpin bangsa yang memiliki kualifikasi unggul sesuai dengan Syuruthul Imam (syarat-syarat pemimpin) menurut fiqih: yakni harus Aliman (berilmu dan berpengetahuan luas serta mendalam), Adilan (bersikap adil), Zahidan (sederhana tidak rakus serta memihak kepentingan masyarakat luas), Sujaan (pemberani menghadapi risiko dan berstrategi dalam berdiplomasi), dan Salima Jism (sehat lahir batin), serta memiliki sifat Roufur Rohim (peduli dan belas kasih pada masyarakat).

“Waspadai krisis komitmen kebangsaan dan virus budaya yang berpotensi menghancurkan kedaulatan dan masa depan bangsa. Kini saatnya warga bangsa segera melakukan konsolidasi nasional dan membangun kembali konsensus bersama untuk merajut kesatuan dan persatuan bangsa, mengkonstruksi strategi kebudayaan secara komprehenshif."

"Sehingga bangsa Indonesia tidak kehilangan nilai dan jati dirinya. Identitas nasional harus diperkuat sembari terus mengembangkan kearifan lokal, yang mampu menopang keragaman. Virus-virus budaya dan dekadensi moral harus segera diberantas," sambungnya.

Dalam keterangan terpisah, Ketua Panitia yang sekaligus Ketua Islam Nusantara Foundation Helmy Faisal Zaini menyampaikan bahwa pidato kebudayaan ini penting diselenggarakan dan setiap tahun akan digelar. Hal ini didedikasikan sebagai bagian dari upaya untuk mencintai Indonesia dengan cara membentangkan fakta sejarah, realitas kekinian, dan membangun visi masa depan Indonesia.

"Agar seluruh stakholders bangsa bangun, bergerak, dan merasa memiliki Indonesia serta mampu menjadi warga bangsa Indonesia, yang terlibat aktif dalam mencerdaskan bangsa, mengentaskan kemiskinanan, membangun kemakmuran dan kemandirian, menegakkan keadilan, menjunjung tinggi peradaban yang luhur, serta mewujudkan peradaban yang gemilang," paparnya.

Terkait alasan pidato kebudayaan dilaksanakan di Gedung Joeang 45, Helmy yang juga Anggota DPR RI menyatakan penting bagi semua generasi bangsa untuk memiliki spirit juang 45, meneladani ketangguhan para pejuang dan pendiri bangsa, serta menapak jejak semangat kemerdekaan yang bisa diserap dan dipancarkan dari Gedung Joeang 45 ini.

"Pidato Kebudayaan ini digungkan dari Gedung Joeang 45 untuk ditransmisikan ke seluruh hati sanubari warga bangsa Indonesia dan dipantulkan sebagai doa dan pengharapan kepada Allah SWT untuk Indonesia masa depan yang lebih gemilang," kata dia.



Helmy yang mantan Sekjen PBNU itu menambahkan bahwa acara pidato kebudayaan dihadiri banyak tokoh dari semua unsur dan elemen masyarakat, organisasi-organisasi Islam dan organisasi-organisasi keagamaan. Hadir dalam kesempatan ini Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dan Gus Miftah Maulana Habiburrahman dan banyak tokoh-tokoh lainnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1301 seconds (0.1#10.140)