Pimpinan MPR: Perlindungan kepada Hak Hidup Masyarakat Adat Kerap Diabaikan

Rabu, 09 Agustus 2023 - 21:43 WIB
loading...
A A A
Sulaeman berjanji, Fraksi Nasdem di DPR akan terus mendorong RUU Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) untuk segera diparipurnakan. Menurut Sulaeman, banyak tantangan untuk mewujudkan UU MHA, salah satunya karena dalam aturan proses pembuatan UU tidak disebutkan batasan waktu pembahasan hingga selesai.

Selain itu, lanjut dia, upaya pemerintah yang agresif menarik investor untuk berinvestasi di dalam negeri cenderung melahirkan kebijakan yang pro investasi dan kerap bertabrakan dengan kepentingan masyarakat adat. Karena itu, dia mengajak semua pihak bergandengan tangan bersama untuk mengambil langkah strategis agar RUU MHA segera disahkan sebagai undang-undang.

Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Hilmar Farid mengungkapkan terminologi masyarakat adat dalam konvensi ILO 169 ada dua yaitu indegenous people (penduduk asli) dan tribal people (orang suku). Hilmar memperkirakan, bila RUU MHA kembali dibahas sejumlah pihak akan mempermasalahkan terminologi indegenous yang merupakan orang asli, sebelum datang yang lain.

Namun, jelas dia, masyarakat adat di Indonesia merupakan orang asli di wilayah terkait. Selain itu, ujar Hilmar, ada banyak pengertian yang berbeda dalam sistem hukum dan birokrasi di Indonesia terkait masyarakat adat. Sehingga dalam pembahasan lanjutan RUU MHA, jelas Hilmar, harus dipertimbangkan latar belakang permasalahan tersebut.

Hilmar mengatakan, saat ini banyak undang-undang yang menempatkan masyarakat adat sebagai obyek, sehingga selalu saja dalam pelaksanaan undang-undang yang ada masyarakat adat menjadi korban. Dia menilai kehadiran UU MHA kelak sejatinya bertujuan menempatkan masyarakat adat sebagai subjek dalam proses pembangunan.

Hilmar mengakui, saat ini sudah ada 65 kabupaten di Indonesia memiliki aturan yang melindungi masyarakat adat di wilayahnya. Sementara, ungkap Hilmar, pihak Ditjen Kebudayaan di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Kemenko PMK) membetuk tim untuk melayani advokasi masyarakat adat. Lebih lanjut dia mengatakan, sejauh ini pihaknya telah menangani sejumlah kasus terkait perselisihan atau sengketa yang melibatkan masyarakat adat.

Pakar Hukum Tata Negara Atang Irawan menilai formulasi pengaturan masyarakat hukum adat mencakup dua hal yaitu pengakuan dan penghormatan masyarakat hukum adat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banyaknya lembaga yang terkait dengan masyarakat hukum adat, menurut Atang, menjadi titik krusial dalam proses pembuatan aturan terkait masyarakat hukum adat.

Atang berpendapat bahwa pada UUD 1945, Pasal 18A (2) mengamanatkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya yang diatur dalam undang-undang. Sedangkan pada Pasal 18A (1) negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Ketentuan pada Pasal 18b ayat (2) itu, menurut Atang, dapat dipahami bahwa UUD 1945 lebih mengutamakan hukum yang tertulis daripada tidak tertulis. Maknanya, tambah dia, bahwa pengakuan terhadap hukum adat yang masih hidup dalam masyarakat di suatu daerah harus dilakukan dengan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan (tertulis).

Pegiat Masyarakat Adat Abdon Nababan menilai aturan yang ada saat ini bila dilihat lebih mendasar tidak menempatkan masyarakat adat sebagai subyek. Padahal, jelas Abdon, masyarakat adat juga memiliki hak sebagai warga negara. Saat ini, ujar Abdon, yang diperlukan itu adalah pengaturan eksistensi masyarakat adat terkait hak yang dimilikinya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1225 seconds (0.1#10.140)