Pimpinan MPR: Perlindungan kepada Hak Hidup Masyarakat Adat Kerap Diabaikan

Rabu, 09 Agustus 2023 - 21:43 WIB
loading...
Pimpinan MPR: Perlindungan...
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan bahwa perlindungan kepada hak hidup masyarakat adat kerap diabaikan. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan bahwa perlindungan kepada hak hidup masyarakat adat kerap diabaikan. Negara harus bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat adat dengan menjamin eksistensi dan melindungi mereka sebagai bagian dari warga negara Indonesia.

"Masyarakat adat kerap dipandang sebagai objek karena kepemilikan atas lahan yang dapat dihargai dengan uang. Perlindungan pada hak hidup mereka kerap diabaikan," kata Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema ‘Keberadaan Masyarakat Adat dalam Negara Indonesia, Sampai di Mana?’ yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (9/8/2023).

Akibatnya, kata dia, masyarakat adat selalu menghadapi konflik agraria, masalah pengakuan oleh negara, dan perlindungan atas ragam pelanggaran atas hak-hak dasar mereka. Wanita yang akrab disapa Rerie ini mengungkapkan hingga saat ini pengakuan pada masyarakat adat masih berbasis individual.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Masyarakat dan Perempuan Adat Harus Dilindungi UU



Padahal, tegasnya, yang perlu menjadi catatan adalah pengakuan terhadap masyarakat adat mesti dilakukan secara menyeluruh baik komunal maupun individual. Karena, kata legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, masyarakat adat merupakan satu kesatuan entitas dengan kearifan lokal yang melekat.

Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menilai minimnya pemahaman aparatur dan pengabaian berkelanjutan atas kultur masyarakat adat sama saja dengan membangun pola pembiaran pada keberlangsungan hidup komunitas adat. Dia berharap peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional setiap 9 Agustus menjadi refleksi sekaligus peringatan bagi negara untuk segera menghadirkan sebuah produk undang-undang perlindungan yang saat ini masih dalam tahapan legislasi dan merupakan amanah konstitusi.

Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR) itu menghadirkan Sulaeman L. Hamzah (Anggota Badan Legislasi DPR), Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi) dan Atang Irawan (Pakar Hukum Tata Negara) sebagai narasumber. Hadir juga Pegiat Masyarakat Adat Abdon Nababan sebagai penanggap.

Anggota Badan Legislasi DPR Sulaeman L. Hamzah mengungkapkan ada dua hal besar terkait masyarakat adat, yaitu telah adanya sejumlah peraturan perundang-undangan terkait masyarakat hukum adat, namun belum menjamin terlaksananya mekanisme perlindungan terhadap masyarakat adat. Menurutnya, di pelosok selalu saja terjadi peristiwa yang menimpa masyarakat hukum adat.

Sulaeman mengakui, upaya untuk mewujudkan hadirnya Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat sudah dilakukan DPR pada periode 2014-2019. Hingga pada 15 September 2020, kata Sulaeman, pihaknya juga sudah berupaya mendorong untuk diajukan ke Rapat Paripurna agar segera dibahas pada Badan Musyawarah.

Sulaeman berjanji, Fraksi Nasdem di DPR akan terus mendorong RUU Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) untuk segera diparipurnakan. Menurut Sulaeman, banyak tantangan untuk mewujudkan UU MHA, salah satunya karena dalam aturan proses pembuatan UU tidak disebutkan batasan waktu pembahasan hingga selesai.

Selain itu, lanjut dia, upaya pemerintah yang agresif menarik investor untuk berinvestasi di dalam negeri cenderung melahirkan kebijakan yang pro investasi dan kerap bertabrakan dengan kepentingan masyarakat adat. Karena itu, dia mengajak semua pihak bergandengan tangan bersama untuk mengambil langkah strategis agar RUU MHA segera disahkan sebagai undang-undang.

Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Hilmar Farid mengungkapkan terminologi masyarakat adat dalam konvensi ILO 169 ada dua yaitu indegenous people (penduduk asli) dan tribal people (orang suku). Hilmar memperkirakan, bila RUU MHA kembali dibahas sejumlah pihak akan mempermasalahkan terminologi indegenous yang merupakan orang asli, sebelum datang yang lain.

Namun, jelas dia, masyarakat adat di Indonesia merupakan orang asli di wilayah terkait. Selain itu, ujar Hilmar, ada banyak pengertian yang berbeda dalam sistem hukum dan birokrasi di Indonesia terkait masyarakat adat. Sehingga dalam pembahasan lanjutan RUU MHA, jelas Hilmar, harus dipertimbangkan latar belakang permasalahan tersebut.

Hilmar mengatakan, saat ini banyak undang-undang yang menempatkan masyarakat adat sebagai obyek, sehingga selalu saja dalam pelaksanaan undang-undang yang ada masyarakat adat menjadi korban. Dia menilai kehadiran UU MHA kelak sejatinya bertujuan menempatkan masyarakat adat sebagai subjek dalam proses pembangunan.

Hilmar mengakui, saat ini sudah ada 65 kabupaten di Indonesia memiliki aturan yang melindungi masyarakat adat di wilayahnya. Sementara, ungkap Hilmar, pihak Ditjen Kebudayaan di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Kemenko PMK) membetuk tim untuk melayani advokasi masyarakat adat. Lebih lanjut dia mengatakan, sejauh ini pihaknya telah menangani sejumlah kasus terkait perselisihan atau sengketa yang melibatkan masyarakat adat.

Pakar Hukum Tata Negara Atang Irawan menilai formulasi pengaturan masyarakat hukum adat mencakup dua hal yaitu pengakuan dan penghormatan masyarakat hukum adat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banyaknya lembaga yang terkait dengan masyarakat hukum adat, menurut Atang, menjadi titik krusial dalam proses pembuatan aturan terkait masyarakat hukum adat.

Atang berpendapat bahwa pada UUD 1945, Pasal 18A (2) mengamanatkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya yang diatur dalam undang-undang. Sedangkan pada Pasal 18A (1) negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Ketentuan pada Pasal 18b ayat (2) itu, menurut Atang, dapat dipahami bahwa UUD 1945 lebih mengutamakan hukum yang tertulis daripada tidak tertulis. Maknanya, tambah dia, bahwa pengakuan terhadap hukum adat yang masih hidup dalam masyarakat di suatu daerah harus dilakukan dengan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan (tertulis).

Pegiat Masyarakat Adat Abdon Nababan menilai aturan yang ada saat ini bila dilihat lebih mendasar tidak menempatkan masyarakat adat sebagai subyek. Padahal, jelas Abdon, masyarakat adat juga memiliki hak sebagai warga negara. Saat ini, ujar Abdon, yang diperlukan itu adalah pengaturan eksistensi masyarakat adat terkait hak yang dimilikinya.

Karena, jelasnya, secara substansi pengakuan masyarakat sebagai bagian dari warga negara Indonesia itu sudah final yang dinyatakan di konstitusi kita. "Tetapi bagaimana hal itu menjadi suatu yang konkret, itu yang harus diwujudkan," ujarnya.

Dirinya percaya bahwa RUU MHA bisa segera diwujudkan sebagai undang-undang bila menggunakan konsep dan pembahasan omnibus law, seperti yang dilakukan pemerintah pada sektor ekonomi.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Mekeng Minta Pemerintah...
Mekeng Minta Pemerintah Alokasi Khusus Sekolah Kedinasan untuk Warga NTT
Anggota MPR Ida Fauziyah...
Anggota MPR Ida Fauziyah Ajak Masyarakat Amalkan Nilai-nilai Pancasila
UU Minerba Disahkan,...
UU Minerba Disahkan, Wakil Ketua DPR Jamin Masyarakat Adat Dilibatkan dalam Pertambangan
MPR Desak Pemerintah...
MPR Desak Pemerintah Tolak Proposal AS Soal Relokasi Warga Gaza ke Indonesia
Anggota MPR Ida Fauziyah...
Anggota MPR Ida Fauziyah Ajak Masyarakat Amalkan Nilai-nilai Luhur 4 Pilar Kebangsaan
Daftar Kepala Negara...
Daftar Kepala Negara dan Utusan yang Telah Tiba Hadiri Pelantikan Prabowo-Gibran
Anggota MPR Ida Fauziyah...
Anggota MPR Ida Fauziyah Tekankan Penguatan 4 Pilar Kebangsaan di Jakarta
LMA Suku Irarutu Kaimana...
LMA Suku Irarutu Kaimana Imbau Peserta Seleksi CPNS dan P3K Sabar Tunggu Pengumuman
MPR RI Dukung Baznas...
MPR RI Dukung Baznas Berikan Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina
Rekomendasi
Ridwan Kamil Tak Hadir...
Ridwan Kamil Tak Hadir di PN Bandung, Sidang Gugatan Lisa Mariana Diundur 1 Pekan
Salat Jenazah, Bacaan...
Salat Jenazah, Bacaan Niat dan Pahalanya yang Luar Biasa
Asal-usul Nama Ibu Kota...
Asal-usul Nama Ibu Kota Pakuan Pajajaran yang Ditandai Tumbuhan Paku Berjajar
Berita Terkini
Indonesia-Thailand Akan...
Indonesia-Thailand Akan Tingkatkan Latihan Militer Bersama
Ketum GM FKPPI Apresiasi...
Ketum GM FKPPI Apresiasi Ketegasan Wamen Todotua Pasaribu Menindak Premanisme Investasi
Tepati Janji ke Muhammadiyah,...
Tepati Janji ke Muhammadiyah, Bahlil Bangun Asrama Madrasah Muallimin di Bantul
Prabowo Disambut Hangat...
Prabowo Disambut Hangat PM Thailand di Bangkok dengan Jajar Kehormatan
Menakar Pengaruh Jokowi...
Menakar Pengaruh Jokowi Effect bagi PSI, Bisa Tembus ke Parlemen atau Sebaliknya?
Eks Ketua PN Surabaya...
Eks Ketua PN Surabaya Didakwa Terima Suap 43.000 Dolar Singapura di Kasus Vonis Bebas Ronald Tannur
Infografis
Donald Trump Marah Besar...
Donald Trump Marah Besar kepada Vladimir Putin, Ada Apa?
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved