Bercerita Penulis Ternama Menjadi ’Korban’ Tradisi Keluarga
loading...
A
A
A
Marga T tidak mau mengekspose dirinya supaya kehidupan pribadinya tidak terganggu oleh para penggemarnya. Ia memilih untuk tidak menjadi megalomania. Dengan tidak terekspose ia bisa leluasa naik bis kota kemana-mana.
Meski seorang penulis terkenal, tetapi kehidupan pribadi Marga T tidak banyak diketahui khalayak. Dan ternyata, ia menyimpan sebuah kepahitan yang menggerogoti hidupnya. Ia mengalami trauma yang menghantuinya sejak remaja.
baca juga: Syarat dan Cara Mendapatkan Buku Nasab Rabithah Alawiyah
Melalui bukunya If Only, Marga T mengungkapkan semua kepedihan hidupnya yang selama ini tersembunyi. Dokter lulusan Trisakti (dulu Universitas Respublica) ini mengalami trauma masa kecil karena dianggap sebagai biang meninggalnya sang mama.
“Seandainya kamu lahir laki-laki maka ibumu tak akan mati karena terus berusaha melahirkan anak.” Demikianlah selalu dikatakan. Kematian ibunya adalah akibat kesalahannya lahir sebagai perempuan. Sejak saat itu, Marga T hidup dalam trauma masa kecilnya. Trauma inilah yang diindikasi menyebabkan ia menderita kanker di masa tuanya.
Meski ia lahir dalam keluarga terpelajar, namun Marga T tak bisa menghindari tragedi. Ayahnya adalah seorang yang terpelajar dan sempat tinggal di Belanda. Namun sang ayah sangat memegang teguh budaya China, di mana hanya anak lelaki yang melanjutkan generasi.
Anak lelakilah yang akan meneruskan marga dari sang ayah, dan anak perempuan tidak. Itulah sebabnya orang tua Marga T terus menerus berusaha untuk punya anak lelaki. Sampai akhirnya sang ibu meninggal dunia saat melahirkan anak yang keenam. Semua anak yang dilahirkan ibunya adalah perempuan.
baca juga: Pelajar Indonesia Terbitkan Buku tentang Burung di Singapura
Bukan itu saja. Sang ayah yang memegang teguh tradisi Tionghoa harus mengemban tanggung jawab keluarga besar. Sebagai anak laki-laki, sang ayah harus menerima orangtua dan saudara-saudarinya saat mereka membutuhkan tempat tinggal.
Nenek dan kakek Marga T tinggal di rumah orangtuanya saat sedang ada masalah di di rumahnya di Bogor. Pamannya tinggal di rumah saat bermasalah dengan polisi. Keponakan ayahnya (sepupu Marga T) tinggal di rumah saat membutuhkan tempat tinggal saat sekolah. Rumah kecil itu menjadi sangat ramai dan tidak ada lagi tempat pribadi.
Meski seorang penulis terkenal, tetapi kehidupan pribadi Marga T tidak banyak diketahui khalayak. Dan ternyata, ia menyimpan sebuah kepahitan yang menggerogoti hidupnya. Ia mengalami trauma yang menghantuinya sejak remaja.
baca juga: Syarat dan Cara Mendapatkan Buku Nasab Rabithah Alawiyah
Melalui bukunya If Only, Marga T mengungkapkan semua kepedihan hidupnya yang selama ini tersembunyi. Dokter lulusan Trisakti (dulu Universitas Respublica) ini mengalami trauma masa kecil karena dianggap sebagai biang meninggalnya sang mama.
“Seandainya kamu lahir laki-laki maka ibumu tak akan mati karena terus berusaha melahirkan anak.” Demikianlah selalu dikatakan. Kematian ibunya adalah akibat kesalahannya lahir sebagai perempuan. Sejak saat itu, Marga T hidup dalam trauma masa kecilnya. Trauma inilah yang diindikasi menyebabkan ia menderita kanker di masa tuanya.
Meski ia lahir dalam keluarga terpelajar, namun Marga T tak bisa menghindari tragedi. Ayahnya adalah seorang yang terpelajar dan sempat tinggal di Belanda. Namun sang ayah sangat memegang teguh budaya China, di mana hanya anak lelaki yang melanjutkan generasi.
Anak lelakilah yang akan meneruskan marga dari sang ayah, dan anak perempuan tidak. Itulah sebabnya orang tua Marga T terus menerus berusaha untuk punya anak lelaki. Sampai akhirnya sang ibu meninggal dunia saat melahirkan anak yang keenam. Semua anak yang dilahirkan ibunya adalah perempuan.
baca juga: Pelajar Indonesia Terbitkan Buku tentang Burung di Singapura
Bukan itu saja. Sang ayah yang memegang teguh tradisi Tionghoa harus mengemban tanggung jawab keluarga besar. Sebagai anak laki-laki, sang ayah harus menerima orangtua dan saudara-saudarinya saat mereka membutuhkan tempat tinggal.
Nenek dan kakek Marga T tinggal di rumah orangtuanya saat sedang ada masalah di di rumahnya di Bogor. Pamannya tinggal di rumah saat bermasalah dengan polisi. Keponakan ayahnya (sepupu Marga T) tinggal di rumah saat membutuhkan tempat tinggal saat sekolah. Rumah kecil itu menjadi sangat ramai dan tidak ada lagi tempat pribadi.