Bercerita Penulis Ternama Menjadi ’Korban’ Tradisi Keluarga

Selasa, 01 Agustus 2023 - 12:52 WIB
loading...
Bercerita Penulis Ternama Menjadi ’Korban’ Tradisi Keluarga
Bercerita Penulis Ternama Menjadi ’Korban’ Tradisi Keluarga
A A A
Handoko Widagdo
Pencinta buku

TIDAKsemua tradisi membawa kebahagiaan. Setidaknya bagi kelompok tertentu. Buku “If Only” karya Marga T ini mengisahkan bagaimana dirinya menjadi korban tradisi yang dijalankan oleh keluarganya.

baca juga: Gaya Asyik Kedai Kopi Bumi Citarik Menguliti Buku “Susuk Kapal Borobudur”

Buku yang ditulis dalam Bahasa Inggris ini ingin membagikan kepada pembacanya, bagaimana rasanya menjadi ‘korban’ dari sebuah tradisi sehingga para pembaca bisa lebih “aware” dalam menjalani tradisi dan lebih siap jika seandainya menjadi korban.

Siapakah Marga T? Penulis novel terkenal ini terlahir sebagai Tjoa Liang Tjoe, pada 27 Januari 1943, dalam sebuah keluarga peranakan di Jakarta. Ia banyak membaca buku saat sekolah.

Jejak kepenulisan Marga T sudah mulai sejak ia masih remaja. Novel pertamanya yang berjudul Karmila dan diterbitkan Gramedia, meledak di pasaran. Novel-novel berikutnya pun mendapat sambutan yang luar biasa dari pembaca.

Kita mengenal Marga T sebagai seorang penulis fiksi bergenre metropop. Banyak novel telah ditulisnya. Beberapa novel sangat terkenal dan bahkan difilmkan. Di antaranya adalah Karmila dan Badai Pasti Berlalu. Ia juga menulis tentang korban kerusuhan 1998 dalam sebuah novel berjudul “Sekuntum Nozomi jilid – V.”

baca juga: Upaya Mempermudah Akademisi dalam Menerbitkan Buku Pendidikan

Marga T adalah salah satu dari sedikit penulis Indonesia yang berhasil menjual lebih dari 1 juta eksemplar buku karyanya. Karena pencapaiannya itu ia mendapatkan penghargaan dari Gramedia, di mana ia sering memublikasikan bukunya.

Marga T juga menerima Anugerah Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai seorang Pencipta, Pelopor dan Pembaru Karya Fiksi Indonesia di tahun 1995.

Marga T tidak mau mengekspose dirinya supaya kehidupan pribadinya tidak terganggu oleh para penggemarnya. Ia memilih untuk tidak menjadi megalomania. Dengan tidak terekspose ia bisa leluasa naik bis kota kemana-mana.

Meski seorang penulis terkenal, tetapi kehidupan pribadi Marga T tidak banyak diketahui khalayak. Dan ternyata, ia menyimpan sebuah kepahitan yang menggerogoti hidupnya. Ia mengalami trauma yang menghantuinya sejak remaja.

baca juga: Syarat dan Cara Mendapatkan Buku Nasab Rabithah Alawiyah

Melalui bukunya If Only, Marga T mengungkapkan semua kepedihan hidupnya yang selama ini tersembunyi. Dokter lulusan Trisakti (dulu Universitas Respublica) ini mengalami trauma masa kecil karena dianggap sebagai biang meninggalnya sang mama.

“Seandainya kamu lahir laki-laki maka ibumu tak akan mati karena terus berusaha melahirkan anak.” Demikianlah selalu dikatakan. Kematian ibunya adalah akibat kesalahannya lahir sebagai perempuan. Sejak saat itu, Marga T hidup dalam trauma masa kecilnya. Trauma inilah yang diindikasi menyebabkan ia menderita kanker di masa tuanya.

Meski ia lahir dalam keluarga terpelajar, namun Marga T tak bisa menghindari tragedi. Ayahnya adalah seorang yang terpelajar dan sempat tinggal di Belanda. Namun sang ayah sangat memegang teguh budaya China, di mana hanya anak lelaki yang melanjutkan generasi.

Anak lelakilah yang akan meneruskan marga dari sang ayah, dan anak perempuan tidak. Itulah sebabnya orang tua Marga T terus menerus berusaha untuk punya anak lelaki. Sampai akhirnya sang ibu meninggal dunia saat melahirkan anak yang keenam. Semua anak yang dilahirkan ibunya adalah perempuan.

baca juga: Pelajar Indonesia Terbitkan Buku tentang Burung di Singapura

Bukan itu saja. Sang ayah yang memegang teguh tradisi Tionghoa harus mengemban tanggung jawab keluarga besar. Sebagai anak laki-laki, sang ayah harus menerima orangtua dan saudara-saudarinya saat mereka membutuhkan tempat tinggal.

Nenek dan kakek Marga T tinggal di rumah orangtuanya saat sedang ada masalah di di rumahnya di Bogor. Pamannya tinggal di rumah saat bermasalah dengan polisi. Keponakan ayahnya (sepupu Marga T) tinggal di rumah saat membutuhkan tempat tinggal saat sekolah. Rumah kecil itu menjadi sangat ramai dan tidak ada lagi tempat pribadi.

Dalam buku ini, Marga T mengisahkan bagaimana sebagai anak perempuan ia diperlakukan tidak adil. Bahkan sering kali ia mengalami kekerasan fisik dan batin. Kejadian-kejadian sehari-hari dikisahkan dengan sangat detail seakan kita sedang ada di sana saat kejadian-kejadian tersebut terjadi.

Apa yang ditulis oleh Marga T adalah sebuah tragedi. Bisa saja apa yang ditulisnya ini membuat keluarganya kurang nyaman. Tetapi yang paling merasakan ketidaknyamanan dari semua tragedi itu adalah Marga T sendiri. Bukan keluarganya.

Meski demikian, demi untuk mengurangi rasa kurang nyaman dari keluarganya, Marga T sengaja mengganti nama-nama keluarganya sehingga pembaca tidak akan mengenal mereka secara personal.

Di bagian penutup Marga T menulis: “This memoir is a mission. I had been tortured physically and mentally during my growing years, and this grievous experience has been with me ever since. There is only one way for me to get rid of it. By pouring down the trauma onto papers, I was hoping to purge myself of it once and for all, and to share the experience with you in case you ever have to face such a thing.”

Marga T adalah seorang penulis fiksi. Buku If Only ini adalah satu-satunya buku non fiksi yang ia tulis. Ia memutuskan untuk menulis trauma hidupnya sebagai bagian dari treatment terhadap kepedihan hidup dan terhadap penyakit kankernya.

Judul : If Only

Penulis : Marga T

Tahun Terbit : 2023

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 448 hal

ISBN : 978-602-06589-9-5

(hdr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2498 seconds (0.1#10.140)