Jokowi Diminta Jangan Mengacaukan Sistem Hukum yang Ada

Minggu, 23 Oktober 2016 - 15:49 WIB
Jokowi Diminta Jangan Mengacaukan Sistem Hukum yang Ada
Jokowi Diminta Jangan Mengacaukan Sistem Hukum yang Ada
A A A
JAKARTA - Dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) diapresiasi berbagai kalangan. Terutama paket kebijakan hukum yang akhirnya muncul.

Sekalipun dianggap terlambat, kebijakan ini patut didukung sehingga terwujud keseriusannya dalam memperbaiki sektor hukum yang ada di Indonesia.

Jika ditelusuri dua tahun ke belakang, sektor hukum mengalami pembiaran tanpa ada kebijakan yang komprehensif dari Presiden Jokowi.

Disampaikan langsung oleh Peneliti Transparency International (TI) Indonesia, Wahyudi, bahwa selama tahun 2015, semua menyaksikan bagaimana kasus kriminalisasi bergulir dan menguras banyak energi publik.

"Di awal 2016, tiba-tiba muncul satu paket kebijakan yaitu Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional," kata Wahyudi di daerah Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (23/10/2016).

"Sekilas kebijakan ini memang terlihat biasa, namun substansinya justru mengacaukan sistem hukum. Terlebih presiden justru memberikan impunitas kepada pejabat publik dengan berlindung dibalik diskresi," imbuhnya.

Menurut Wahyudi, hal ini tentu saja telah mengusik rasa keadilan, di tengah korupnya penegakan hukum. Presiden Jokowi seolah menjadi arsitek yang menambah buruk performa pemberantasan korupsi.

Diakuinya, di tahun 2016 ini muncul kebijakan yang memberikan sedikit angin segar dalam mendorong pemberantasan korupsi. Seperti Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017 dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

"Dalam konteks pelayanan publik, presiden melalui kebijakan ini menghendaki adanya tindakan tegas terhadap praktik pungutan liar (pungli). Integritas pelayanan publik memiliki relasi erat dengan potensi korupsi," ungkapnya.

"Survei Persepsi mengenai korupsi tahun 2015 menyatakan bahwa lembaga publik dengan integritas publik yang buruk memiliki potensi korupsi tinggi pula," jelasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4603 seconds (0.1#10.140)