Menelisik Status Upper Middle Income Country

Senin, 10 Juli 2023 - 11:46 WIB
loading...
Menelisik Status Upper...
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Istimewa
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

PERTUMBUHAN ekonomi dalam setiap negara di dunia memiliki kecepatan yang berbeda-beda. Beberapa negara tumbuh dengan lambat, cepat, serta ada pula negara yang pertumbuhan ekonominya stagnan.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung berkontribusi pada peningkatan pendapatan per kapita. Hal ini karena ketika pertumbuhan ekonomi meningkat, maka aktivitas ekonomi yang lebih luas akan tercipta sehingga mampu menghasilkan lebih banyak lapangan kerja, meningkatkan pendapatan individu dan rumah tangga.

Di sisi lain, apabila pertumbuhan ekonomi rendah atau stagnan maka akan cenderung membatasi peningkatan pendapatan per kapita. Jika ekonomi tidak tumbuh atau tumbuh melambat, maka lapangan kerja baru yang tercipta pun akan terbatas sehingga mempengaruhi pendapatan per kapita. Individu mungkin mengalami kesulitan dalam meningkatkan pendapatan mereka karena kurangnya peluang pekerjaan atau peningkatan upah yang terbatas.

Ada berbagai faktor lain yang juga memengaruhi pendapatan per kapita, seperti ketimpangan pendapatan, distribusi kekayaan, tingkat pengangguran, inflasi, dan kebijakan pemerintah terkait redistribusi pendapatan (subsidi dan pajak).

Pada perjalanannya, Indonesia mencatatkan pasang-surut kinerja pembangunan ekonomi. Sebelum pandemi, Indonesia tengah berada dalam tren yang kuat dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Langkah Indonesia untuk menempuh taraf kesejahteraan masyarakat yang lebih baik tersebut dibangun melalui kerja keras melaksanakan pembangunan untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi secara konsisten rata-rata 5,4% dalam beberapa tahun terakhir sebelum pandemi.



Alhasil, kondisi tersebut berhasil membawa Indonesia masuk ke dalam kategori negara Upper Middle Income Country (UMIC), dengan pendapatan per kapita mencapai US$4.050 di tahun 2019, sedikit di atas ambang batas minimal yakni US$4.046. Ironisnya, perkembangan tersebut tak bertahan lama.

Pada tahun 2020, ketika pandemi melanda dan menghentikan hampir seluruh aktivitas ekonomi global, Bank Dunia mencatat pendapatan per kapita Indonesia turun menjadi US$3.870 pada 2020. Penurunan pendapatan per kapita tersebut membawa Indonesia kembali masuk pada kategori negara berpendapatan menengah bawah (Lower Middle Income Country).

Kini, melalui kerja keras bersama untuk memulihkan ekonomi nasional pasca pandemi, Indonesia resmi berhasil kembali naik kelas menjadi negara berpenghasilan menengah atas alias upper middle income country berdasarkan kategorisasi terbaru yang dirilis Bank Dunia. Indonesia mampu kembali menyandang status kelompok negara berpendapatan menengah atas di tengah berbagai tekanan dan ketidakpastian global sebagaimana rilis Bank Dunia pada tanggal 1 Juli 2023 lalu. Menurut Bank Dunia, Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia tercatat naik sebesar 9,8 % menjadi USD4.580 di 2022. Bank Dunia juga menyebut, perubahan kategori pendapatan Indonesia terjadi karena perekonomian nasional tumbuh 5,3% (yoy) pada 2022.

Keberhasilan Indonesia dalam meraih kembali status Upper Middle Income sayangnya belum mampu membawa Indonesia mempertahankan peringkat GNI-nya di Kawasan Asia Tenggara. Saat ini Indonesia berada di posisi ke-5 negara di Asia Tenggara.

Artinya, meski naik kelas, GNI per kapita Indonesia pada 2022 justru turun menempati peringkat ke-5 di Asia Tenggara. Pada tahun sebelumnya, GNI per kapita Indonesia menempati peringkat ke-4 di kawasan ini. Adapun posisi puncak ditempati oleh Singapura dengan PDB per kapita US$ 82.807,6 pada 2022. Lalu, Brunei Darussalam di posisi ke-2 dengan PDB per kapita sebesar US$ 37.152,5, diikuti Malaysia US$ 11.971,9, dan Thailand US$ 6.908,8. Di bawah Indonesia, terdapat Vietnam dan Filipina dengan GNI per kapita masing-masing sebesar US$4.010 dan US$3.950. Sementara itu, di urutan paling akhir ialah Myanmar dengan GNI per kapita US$1.210.

Peluang dan Tantangan Status Baru Indonesia


Perubahan status yang kini berhasil dicapai Indonesia merupakan buah dari kesungguhan pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam menghadapi tantangan ekonomi akibat pandemi. Kebijakan-kebijakan yang diambil untuk memulihkan perekonomian dan mendorong pertumbuhan ekonomi berhasil memberikan dampak positif dan memberi harapan bagi kemajuan lebih lanjut. Melalui capaian tersebut, Indonesia memiliki optimisme untuk kian mendekati kategori negara maju dan menunjukkan bahwa potensi dan daya saing negara ini semakin berkembang.

Capaian status Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper middle income) di 2022 secara otomatis akan berdampak baik pada Indonesia, terutama dalam hal peningkatan investasi. Saat ini, Indonesia yang telah naik kelas tersebut memiliki daya tarik kuat bagi investor, baik investor yang ingin menanamkan modal di pasar keuangan Indonesia maupun investor asing / Foreign Direct Investment (FDI) yang juga ingin menanamkan modal di Indonesia.

Artinya, status baru ini akan membawa dampak positif bagi Indonesia karena dengan adanya peningkatan investasi asing yang masuk ke negara kita maka penciptaan lapangan kerja juga akan semakin terbuka. Selain itu, peningkatan status juga diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja transaksi berjalan, mendorong daya saing ekonomi, dan memperkuat dukungan keuangan.

Meski demikian, perjalanan Indonesia untuk menjadi negara maju masih cukup Panjang dan perlu perjuangan yang tak mudah. Hal ini karena status baru Indonesia tersebut ditopang oleh pemulihan mobilitas pascapandemi serta kenaikan harga komoditas pada 2022 lalu. Sehingga, ketika harga komoditas turun, maka sebetulnya Indonesia juga berisiko turun kembali ke level lower middle income country. Artinya, masih banyak tantangan dihadapi Indonesia ke depan.

Terutama pada paruh kedua tahun ini yang baru saja berlangsung. Beberapa tantangan yang perlu diwaspadai Indonesia adalah lingkungan global yang masih tidak stabil akibat ketegangan geopolitik yang masih berlangsung. Hal tersebut dapat berimbas pada pertumbuhan ekonomi dan aktivitas perdagangan dalam negeri, termasuk penurunan kinerja ekspor.

Pasar ekspor dan harga komoditas berisiko menurun seiring fluktuasi permintaan global. Terlebih IMF memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh 2,8% dan OECD memperkirakan 2,6%. Alhasil, kondisi tersebut dapat berpotensi menambah tekanan terhadap ekspor komoditas yang secara otimatis akan mengurangi pendapatan ekspor dan pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.

Status baru yang disandang Indonesia saat ini memiliki peluang sekaligus tantangan yang beriringan untuk dihadapi. Pada satu sisi, naiknya kategori Indonesia sebagai upper middle income country memberikan peluang bagi Indonesia dengan terciptanya perspektif positif investor sehingga pembiayaan menjadi lebih mudah. Di sisi lain, posisi tersebut juga memiliki tantangan yang tak mudah di tengah ancaman pelemahan ekonomi global. Oleh sebab itu, perubahan status menjadi naik ini harus disikapi dengan cermat.

Menjaga Momentum dan Mempercepat Transformasi Ekonomi


Saat ini, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus terus bersatu dan bekerja keras untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah dinamika ekonomi global. Demi mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, pemerintah perlu berupaya keras untuk memastikan pertumbuhan tersebut merata dan inklusif untuk semua masyarakat Indonesia.

Sejumlah langkah diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di tengah ancaman perlambatan ekonomi dunia, yakni dengan menjaga stabilitas harga pangan, penguatan perlindungan sosial, percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan prevalensi stunting, dan pengendalian inflasi.

Selanjutnya, pada jangka menengah-panjang, pemerintah perlu terus mendorong reformasi struktural dalam rangka mendukung dan mempercepat transformasi ekonomi untuk membangun sektor-sektor yang bernilai tambah tinggi, inklusif, dan ramah lingkungan. Terkait hal ini, maka pemerintah juga perlu mendorong penguatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), percepatan pembangunan infrastruktur, serta perbaikan regulasi dan birokrasi demi menciptakan iklim usaha dan investasi yang lebih kondusif dan berdaya saing.

Demi merealisasikan cita-cita besar Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi sebelum tahun 2045, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kisaran 6% - 7% secara konsisten. Peningkatan GNI per kapita secara signifikan di tahun 2022 ini setidaknya mampu menjadi pijakan awal bagi Indonesia untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045. Oleh karenanya, berbagai langkah ke depan pun harus disusun secara tepat dan terukur untuk bisa melaju menuju peningkatan status berikutnya.

Kita semua berperan penting dalam mewujudkan mimpi ini, dengan memperkuat ekonomi, membangun infrastruktur yang berkualitas, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Bersama-sama, kita bisa membuat mimpi menjadi kenyataan, dan Indonesia akan menjadi negara maju yang diimpikan. Semoga.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1710 seconds (0.1#10.140)