34 Juta Data Paspor WNI Bocor, DPR Sesalkan Kominfo Sering Kebobolan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebocoran data kembali terjadi di Indonesia untuk kesekian kali. Kali ini, 34 juta data paspor Indonesia dibobol dan diperjualbelikan. Data terdiri dari nomor paspor, NIKIM, tanggal pembuatan, tanggal kedaluwarsa, tanggal lahir, jenis kelamin, hingga pemutakhiran.
Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, kejadian ini membuat kepercayaan masyarakat berkurang lagi kepada pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
“Kejadian bobolnya data-data pribadi rakyat Indonesia terus berulang dan seperti tidak ada pencegahan serta tindakan hukum yang bisa mencegah kejadian berulang. Kali ini data paspor penduduk Indonesia dibobol dan dijual oleh Bjorka sejumlah total 34.900.867 nama pengguna paspor dengan banderol USD10.000 atau sekitar Rp150 juta,” ujar Sukamta, Sabtu (8/7/2023).
Dia jadi teringat kasus kebocoran data sebelumnya, yang mana sudah beberapa kali terjadi kebocoran data serupa.
“Kasus pembobolan data oleh Bjorka telah sering terjadi, mulai dari bobolnya 35 juta data pengguna MyIndihome, 19 juta data BPJS Ketenagakerjaan, 3,2 miliar data dari Aplikasi Peduli Lindungi, 45 juta data MyPertamina, 105 juta data Komisi Pemilihan Umum (KPU), 679.000 surat yang dikirim ke Presiden Jokowi, 1,3 miliar data SIM Card, serta browsing history dari 26 juta pengguna Indihome,” bebernya.
Bobolnya data paspor kali ini, lebih parah dan mencoreng Kominfo serta Negara karena server Imigrasi ada di Pusat Data Nasional (PDN) yang dikelola Kominfo.
“Kominfo harus bertanggung jawab dan menjelaskan ke publik mengenai kasus ini,” tegas Sukamta.
Dia menilai aturan yang digunakan oleh pemerintah saat ini masih banyak celah. Sedangkan, Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) November 2024 baru berlaku.
“Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dan Undang-Undang yang berhubungan dengan dunia digital yaitu UU ITE jarang dipergunakan untuk menindak tegas kasus-kasus yang berhubungan dengan dunia digital,” ungkapnya.
Menurut politikus PKS ini, Kominfo harus membuat peraturan darurat sebelum berlakunya UU Pelindungan Data Pribadi. “Tujuannya selain mencegah dan sebagai dasar hukum penindakan kasus kebocoran data juga mendorong pengelola data menyiapkan sistem dan infrastruktur,” ujarnya.
Saat ini, ketika data bobol pemilik data paling dirugikan, sementara pengelola data membiarkan kejadian berulang.
Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, kejadian ini membuat kepercayaan masyarakat berkurang lagi kepada pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
“Kejadian bobolnya data-data pribadi rakyat Indonesia terus berulang dan seperti tidak ada pencegahan serta tindakan hukum yang bisa mencegah kejadian berulang. Kali ini data paspor penduduk Indonesia dibobol dan dijual oleh Bjorka sejumlah total 34.900.867 nama pengguna paspor dengan banderol USD10.000 atau sekitar Rp150 juta,” ujar Sukamta, Sabtu (8/7/2023).
Dia jadi teringat kasus kebocoran data sebelumnya, yang mana sudah beberapa kali terjadi kebocoran data serupa.
“Kasus pembobolan data oleh Bjorka telah sering terjadi, mulai dari bobolnya 35 juta data pengguna MyIndihome, 19 juta data BPJS Ketenagakerjaan, 3,2 miliar data dari Aplikasi Peduli Lindungi, 45 juta data MyPertamina, 105 juta data Komisi Pemilihan Umum (KPU), 679.000 surat yang dikirim ke Presiden Jokowi, 1,3 miliar data SIM Card, serta browsing history dari 26 juta pengguna Indihome,” bebernya.
Bobolnya data paspor kali ini, lebih parah dan mencoreng Kominfo serta Negara karena server Imigrasi ada di Pusat Data Nasional (PDN) yang dikelola Kominfo.
“Kominfo harus bertanggung jawab dan menjelaskan ke publik mengenai kasus ini,” tegas Sukamta.
Dia menilai aturan yang digunakan oleh pemerintah saat ini masih banyak celah. Sedangkan, Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) November 2024 baru berlaku.
“Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dan Undang-Undang yang berhubungan dengan dunia digital yaitu UU ITE jarang dipergunakan untuk menindak tegas kasus-kasus yang berhubungan dengan dunia digital,” ungkapnya.
Menurut politikus PKS ini, Kominfo harus membuat peraturan darurat sebelum berlakunya UU Pelindungan Data Pribadi. “Tujuannya selain mencegah dan sebagai dasar hukum penindakan kasus kebocoran data juga mendorong pengelola data menyiapkan sistem dan infrastruktur,” ujarnya.
Saat ini, ketika data bobol pemilik data paling dirugikan, sementara pengelola data membiarkan kejadian berulang.
(jon)